Gunung Kecil Yang bikin Menggigil
Gunung Kecil disebelah barat Gunung Penanggungan  dengan ketinggian yang "hanya" 1248 Mdpl pasti menimbulkan rasa penasaran  juga rasa meremehkan.
Pada kenyataannya, akan berbeda sama sekali ketika benar-benar berjalan kaki disitu, perlu waktu dan tenaga berlebih, yang harus didukung dengan perpaduan mental dan tekad yang kuat.
Untuk menuju puncak gunung Bekel ini kita bisa mendaki melalui Petirtan Jolotundo atau Candi Jolotundo.
Gunung Bekel ini masih satu gugus dengan Gunung Penanggungan, gunung yang disuci dan keramatkan oleh Majapahit.
Inilah yang menjadikan jalur pendakian kedua gunung ini semakin unik.Â
Jika di Gunung lain menggunakan Pos  sebagai penanda posisi kita, maka disini menggunakan candi sebagai patokan.
Perjalanan ini serasa sebagai sebuah perziarahan. Perjalanan mencari jatidiri untuk menuju sebuah puncak.Â
Diri kita seolah menjelma menjadi Punggawa Majapahit yang sedang menjalani "lelaku" dengan menapaki satu persatu candi.
Awal Perjalanan
Jalan kaki dimulai dari Basecamp yang terletak di depan gerbang petirtan pas.Â
Dulu harus masuk petirtan dulu kemudian naik kearah hutan tempat pos pendakian berada.
Kelebihannya anda tidak perlu untuk membayar tiket masuk wilayah petirtan.Â
Kekurangannya, perjalanan jadi lebih jauh.
Base camp -- Candi Bayi
Setelah melakukan registrasi dan persiapan kita akan langsung disambut dengan tanjakan, tapi tenang belum terlalu menanjak.
 Awal perjalanan, disebelah kiri, diseberang sungai kering, kita masih bisa melihat dengan samar jalan aspal menuju parkiran candi jolotundo.
Tidak lama berjalan, kita akan ketemu dengan jalur dari arah petirtan.Â
Naik lagi ada persimpangan jalur ke Gunung Bekel via Candi Kendalisodo, tapi jangan mengikuti arah tersebut.
 Pendaki dilarang mengikuti arah tersebut karena jalurnya terjal serta ada banyak situs, khawatirnya akan berdampak buruk karena ulah usil oknum pendaki.
Setelah persimpangan yang sudah masuk hutan hujan,suasananya teduh.
 Kita akan bertemu  salah satu pohon besar yang disebut akar seribu, karena banyaknya akar di pohon tersebut
 -pohon ini tidak kami lihat ketika berangkat, mungkin kami capek-
Karena jalur yang menanjak terus menerus, membuat hidung otomatis sering mengambil nafas pendek yang berulang-ulang.Â
Setelah 30 menit, berjalan dari basecamp, diantara kelompok batu-batuan, di sebuah tanah yang cukup lapang ada sebuah bangunan, yang bertuliskan Pos 2.Â
Lumayanlah untuk sekedar melepas lelah.Â
Walaupun di peta tidak ada Posko 2 tapi sangat membantu menghibur diri untuk menempuh perjalanan yang panjang ini.
Selepas dari posko ini kita akan bertemu lagi bangunan warung tepat dipersimpangan jalur.Â
Sayangnya warung masih tutup jadi kami hanya duduk didepan, sambil melihat situasi yang ada di persimpangan tersebut.
Setelah itu jalan akan semakin menanjak, disebelah kanan terlihat Gunung Welirang dengan asapnya didampingi oleh Gunung Arjuno.
Tanjakan ini ternyata berujung di sebuah tanah lapang yang merupakan basecamp dari Candi Bayi.Â
Candinya sendiri nyaris tidak terlihat dari bawah, karena berada dibalik rerimbunan.Â
Secara umum ini adalah sebuah reruntuhan batu candi yang disusun menjadi 2 blok.Â
-- situasi di candi ini agak aneh, selain bau wangi, salah satu anggota tim kami merasakan merinding yang sangat hebat-
Candi Bayi -- Candi Putri
Tidak lama kami berhenti disini, kemudian melanjutkan perjalanan yang mempertemukan kami dengan Watu Talang.Â
Ketika membaca peta, saya mengira Watu Talang adalah sebuah situs.
 Ternyata Watu Talang adalah sebuah sungai bekas aliran lava pijar yang membeku memenuhi sungai jauh dari atas hingga kebawah.Â
Karena bentuk dan fungsinya yang mengalirkan air, jadilah disebut talang.Â
Dan karena terbuat dari batu maka disebutlah Watu Talang.
Perjalanan semakin menanjak, semangat kami bertambah ketika bertemu pendaki yang turun dan kami iseng menanyakan seberapa jauh lagi ke Candi Putri dijawab hanya 25 menit.
 Ditengah Jalur lagi-lagi ada pos  3 -tidak ada di peta- yang bisa untuk istirahat.
Keberadaan posko ini sepertinya memang dibangun untuk menandakan bahwa sudah menempuh setengah perjalanan, selain juga sebagai tempat untuk istirahat.
Jalur yang nanggung, tidak terlalu menanjak tapi melelahkan, membuat kami harus sering berhenti untuk menyelaraskan irama antara hidung dan paru-paru sekaligus  menenangkan jantung yang degupnya mirip beduk takbiran.
Dan benar, setelah melalui setengah perjalanan sisanya, orang terdepan tim kami melihat terpal biru.Â
Akhirnya sampai juga di kawasan Candi Putri.
Kawasan Candi Putri
Ini saya ceritakan tersendiri karena selain bisa melihat bentuk utuh candi yang ternyata punden berundak.Â
Dengan disandarkan pada tebing dan seolah tangga candi ini menuju puncak Pawitra.
Kami juga berbincang dengan beberapa orang yang sedang bersantai di pelataran candi.Â
Dengan menggelar terpal, empat orang perempuan menawari kami untuk beristirahat sebentar.Â
Perempuan tersebut umurnya bervariasi.Â
Yang tertua 65 tahun, yang dua orang diatas 50 tahun sedangkan yang satu masih 23 tahun, pengantin baru.
Sudah sejak Hari Jumat sampai disitu hingga melalui malam 1 Suro/Muharram disini.
Ini merupakan agenda rutin mereka setiap tahun.
 Bahkan ketika Jalur ini ditutup, mereka nekat menerobos melewati hutan demi sampai di tempat ini.
Tak ubahnya para pendaki, mereka datang tidak dengan tangan kosong tetapi dengan membawa tas carier besar itupun masih ditambah dengan kresek di kedua  tangan.
Tak mengherankan jika mereka membawa bekal sebanyak itu, karena tidak hanya sehari disana namun berhari-hari.Â
Tidak hanya 4 orang tersebut, tapi masih banyak lagi rombongannya, saat kami disitu, yang lain masih mengunjungi candi-candi disekitarnya.
Mereka berasal dari sebuah komunitas yang dipimpin oleh seorang laki-laki berusia 70 tahun.Â
-saya tidak bertanya lebih jauh,karena saya sibuk mensikronkan pikiran dan tubuh yang masih belum bisa klop setelah terkena tanjakan-.
 Uniknya komunitas ini adalah, jika kebanyakan warga menziarahi makam wali songo, mereka memilih jalan sulit untuk menziarahi candi-candi disekitar Gunung Penanggungan ini.
Aktivitas mereka yang menyepi di gunung mungkin aneh tapi tidak di Jaman Majapahit dulu.Â
Gunung ini pasti sangat ramai dikunjungi orang entah untuk beribadah, entah untuk melaksanakan tugas atau aktivitas lain.
 Bahkah ditemukan Jalur Kuno Majapahit yang mengitari Gunung ini termasuk melewati candi-candi.Â
Konon jalur kuno tersebut bisa dilewati kereta kuda hingga kepuncak pawitra.
Candi Putri -- Candi Pura
Setelah bercakap-cakap dan berfoto-foto kami pamit untuk meneruskan jalan kaki, karena sudah ketinggalan jauh oleh dua orang dari kami yang hari itu berlatih trail run. Â
Sekira 10 menit setelah beranjak dari candi putri, lagi-lagi kami ketemu dengan pos 4.Â
Disini bahkan lebih lengkap karena ada spot foto dengan latar puncak bayangan penangungan via tamiajeng.
Kami tidak berhenti karena memang baru sebentar berjalan.Â
Banyak pendaki yang ada disitu untuk istrirahat.
Hanya satu tanjakan yang yang cukup panjang kami tiba di sebuah persimpangan tempat Candi Pura berdiri.Â
Dibanding Candi Putri, Candi Pura ini lebih pendek namun ada sebuah lumpang batu didepannya.
Candi Pura -- Candi Naga
Dipersimpangan ini kami belok kiri, jika lurus maka menuju Puncak Penanggungan.Â
Jalurnya cenderung menurun karena ini menuju lembah untuk berpindah gunung.Â
Ketika menoleh ke lereng Gunung Bekel, samar-samar terlihat tangga di tebing curam menanti untuk ditapaki membuat turunan ini terasa hambar.Â
Turun untuk naik.
Setelah melewati lembah, naik sebentar sampailah di Candi Naga I, Candi yang mirip dengan candi putri namun berbeda arahÂ
-ujung tangga mengarah ke Gunung Bekel-Â
Disini kami beristirahat sebentar sambil mengumpulkan oksigen sebagai bahan bakar untuk mendaki tangga didepan.
Saya tidak tahu kenapa dinamakan Candi Naga, tidak terlihat relief naga disitu.Â
Mungkin ada relief naga tapi saat kami disitu naganya sedang mencari makan.
Candi Naga -- Puncak Bekel
Tangga yang ada di lereng Bekel ini ternyata dinamai Tanjakan Mantan.Â
Ketika lewat disini hampir dipastikan mengumpat dalam hati, minimal mengutuk.Â
Sama ketika kita teringat dengan mantan, terutama mantan yang menyakitkan hati.Â
Ingat, mantan terindah hanya ada di lagunya Kahitna.
Mulai tanjakan mantan ini vegetasi sudah berupa sabana atau alang-alang.Â
Tentunya panas menyengat karena sudah tidak ada kanopi pepohonan.Â
Tenaga jadi lebih terkuras.
 Inilah dilemanya, jika terlalu lama berhenti akan terbakar matahari, namun untuk cepat-cepat melaluinya kurang mendapatkan dukungan dari jantung dan paru-paru.Â
Solusi terbaiknya berbaliklah dan akan terlihat Puncak Pawitra dan Gunung Gajah Mungkur.
Setelah berjibaku melawan panas dan mendamaikan nafas, akhirnya sampailah kita di Puncak Bekel yang hanya 1248 Mdpl.Â
3,5 Jam kami jalan kaki mendaki gunung ini. Tim kami yang nge-Trail run datang 1 jam lebih cepat dari kami.
Di puncak Bekel, sambil menunggu tersibaknya awan di puncak pawitra, kami sarapan dulu, mengisi perut, sebelum dia memprovokasi organ yang lain untuk memberontak.
Melihat ketinggiannya barangkali bukan apa-apa.Â
Anggota termuda kami yang baru berumur 11 tahun bahkan mengatakan, "kurang duwur" cuma seribu dua ratus.
Seperti biasa, pemandangannya sangat indah, Puncak Pawitra adalah pemandangan terindah.Â
Namun ada Hidden Gems lain.Â
Bergeserlah sedikit kepinggir, pandanglah lereng penanggungan.Â
Ketika matahari menyinari, anda akan paham kenapa gunung  ini begitu istimewa di jaman Majapahit, tampaklah candi-candi diantara pepohonan.Â
Setidaknya ada lima candi yang tampak, jika jeli mungkin masih ada lagi yang terlihat.
Mungkin, kalau Majapahit tidak sibuk mengatasi pemberontakan, pastilah ada Mega Proyek pembangunan IKM (Ibu Kota Majapahit) di gunung suci ini.
Perjalanan Turun
Seperti biasa, lebih cepat, namun harus hati-hati karena rawan tergelincir.
Lebih baik pelan-pelan saja menikmati satu persatu anak tangga yang terbuat dari tanah.
Kami masih bertemu dengan komunitas yang ada di candi putri, entah kapan turunnya.Â
-Konon untuk turun pun mereka punya perhitungan waktu sendiri, tidak asal turun-
Candi Bayi kembali menghadirkan "kesan"uniknya, membuat merinding beberapa anggota tim kami.Â
Warung yang saat berangkat baru akan buka, ketika kami turun sudah buka sepenuhnya, ada beberapa pendaki dengan gaya khas orang tengger sedang ngopi dan minum es disitu.
Selepas warung, saya yang berjalan paling belakang, sempat dua kali merasa melihat seorang dengan baju hitam sedang berjongkok di sekitar saya, namun ketika berhenti dan mengamati tidak ada siapapun.
 Searah dengan (perasaan saya)  tempat orang tersebut berjongkok, hanya ada batu- batu yang sepertinya sengaja dikumpulkan.
Estimasi Perjalanan
Waktu full berjalan
Base camp - Pos 2: 35 menit
Pos 2 -- Warung Persimpangan : 10 Menit
Warung persimpangan -- Candi Bayi : 20 Menit
Candi Bayi-Watu Talang : bersebelahan
Candi Bayi -- Pos 3: 25 Menit
Pos 3 -- Candi Putri: 25 Menit
Candi Putri -- Pos 4: 7 menit
Pos 4 -- Candi Pura: 8 menit
Candi Pura -- Candi Naga: 10 Menit
Candi Naga -- Puncak Bekel: 20 menit
Waktu Istirahat: Total 50 menit
Perjalanan turun kembali Ke Base Camp (Berjalan Berombongan): 1 Jam 44 menit
Kami berangkat pukul 07.24 dan tiba kembali di tempat yang sama 13.44 WIB.Â
Mungkin anda bisa lebih cepat atau mungkin juga lebih santai. Jalan kaki bukan kompetisi ,yang dibatasi waktu, nikmati saja setiap langkah.Â
Yang perlu diingat, berjalanlah bergantian antara kaki kiri dan kanan.
Tips dan Advice
Dengan hanya 1248 Mdpl sangat menggoda untuk didaki.Â
Tapi jangan tertipu dengan covernya, untuk pemula lebih baik cari gunung yang lain dulu.Â
Jangan Jadikan Bekel sebagai gunung pertama
Jika mendaki pertimbangkan membawa air minum yang lebih. Jangan berspekulasi warung diatas akan buka.Â
Selain peta, disepanjang jalur pendakian banyak sekali petunjuk arah, kemungkinan kecil akan tersesat.Â
Beda lagi jika anda "disesatkan".
Bawa turun sampahmu ya, karena masih saja banyak yang membuang sampah sembarangan.
Berjalan kaki itu lebih baik daripada diam.Â
Jalan kaki di pegunungan hanya tentang bagaimana pikiran mengontrol tubuh untuk sampai di tujuan yang telah kita tetapkan sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H