Mohon tunggu...
Albar Ahmad
Albar Ahmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca, senang berfikir.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Berdamailah dengan Diri

26 Juni 2023   05:41 Diperbarui: 26 Juni 2023   05:45 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

 Teman apa sih yang kalian ketahui tentang diri? Kita sering mengatakan "harus tau diri", atau "harga diri", dan banyak lagi. Sekarang saya ingin bertanya, Apasih diri itu? Bagaimana hal yang disebut Harga diri itu? , jujur saja hari ini saya sedang tidak berdamai dengan diri sendiri, rasanya lelah, cemas, melihat mereka sudah maju lebih dulu menggapai yang dicita-citakannya? Dan saya masih saja begini, semakin membuat ragu.

Ataukah kalian sedang sama merasakannya? Atau kalian hanya sedang mentertawakan saya yang semakin hari semakin terpuruk ini?, ah sialan. Dunia ini kejam ya. Tapi begitulah, saya selalu diselamatkan oleh keimanan. Ia selalu membawa saya hangat kembali, membawa pada rasa yang tersimpan dalam. Ia sering mengingatkan pada saya agar tetap setia tunduk, apapun masalah nya. Ini hal yang sangat berharga, saya harap kalian memilikinya.

Manusia memang tidak ada puasnya, seperti kata pepatah. "Dikasih hati, minta jantung". Kejam, ya. Begitulah manusia memporakporandakan cinta, "Habis manis, pahitnya dibuang". Entah apa yang mereka cari. Padahal sudah mereka ketahui bahwa, Hawa Nafsu itu adalah lautan dalam, yang mustahil ditemukan dasarnya. Kemanapun kita pergi, dimanapun kita berposisi, bila Nafsu yang menemaninya. Niscaya kedamaian tidak akan ada. Berdamailah dengan diri.

Sedikitnya, kita mulai paham. Ternyata ini masalah Hawa Nafsu, nafsu yang kotor dan tidak menuntun pada kedamaian. Sangat sukar utuk dikendalikan. Rumit, pahit, dan sakit. Tapi begitulah aku bangkit. Melalui proses ini, semakin mengerti bahwa kuncinya adalah berdamai dengan diri. Diri ini yang menjadi kawanmu, setia menjadi budak dan pelayan. Senang hati tanpa di gaji.

 Diri ini yang kita gunakan, tangan untuk mengenggam, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar. Semua memiliki hak masing-masing, yang tak jarang kita abaikan. Karena Hawa dan Nafsu kita. Sehingga tangan suci, yang ingin menggenggam Mushaf. Kita tak izinkan, padahal seharian penuh kita pekerjakan ia. Kita lalai pada haknya. Penglihatannya pun demikian kejam, kita paksa untuk jauh dari yang berpahala, mempekerjakan pada hal yang berdosa.

 Kita lalai kembali, memberikan kesempatan untuk memperlihatkan padanya Mushaf. Semakin jauh, semakin lusuh. Tinggal pendengaran saja, yang dicipatakan nya begitu, mau tak mau, kita tidak bisa menyumbatnya kalau-kalau Adzan, berkumandang. Terpaksa dan alamiah saja, memberikan secercah penerangan. Tersisa pilihan kita, kembali. Atau tetap berdiam diri. Begitulah si diri itu, yang haru kita ketahui, yang harus kita hargai. Pepatah melayu mengatakan "laut sakit, rantau bertuah". Diri kita adalah laut, dunia ini adalah rantauannya.

Jadi, berdamailah. Kesalahan jangan di ingat, terus kedepan fokus memperbaiki. Percayalah, Allah Swt selalu menyertai. Jadilah diri yang berprinsip, temukan jalan mu. Hidup ini telah digariskan-Nya. Presiden tidak lebih mulia dari tukang becak, doktor tidak lebih mulia dari petani, saudagar tidak lebih mulia dari pengemis. Kita semua sama, yang membedakan hanya Aktivitas kita. Apakah kebaikan yang dominan, atau pengkhianatan?, pada tubuh sebagai titipan.

Sumedang, 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun