Selain digelar Misa Jumat Agung, Peringati Wafatnya Yesus Kristus atu Paskah Kemarin (22/4) dirayakan umat Khatolik Wonosobo dengan pertunjukan operet proses penyaliban Yesus. Menariknya, drama delapan babak tersebut diperankan oleh para siswa putri Sekolah Tuna Rungu dan Wicara Dena Upakara Wonosobo. Pertunjukan drama Perjalanan Yesus yang diyakini sebagai peletak ajaran kasih ini, dihelat di Gereja Katolik Santo Paulus Wonosobo. Diperankan oleh 40 siswa tuna rungu dan wicara. Kendati semua pemeran mempunyai keterbatasan pendengaran dan wicara, namun babak demi babak kisah perjalanan Yesus menjelang penyaliban mampu disuguhkan dengan apik. Bahkan, selama pertunjukan tidak sedikit para jamaat yang memadati kursi di depan altar gereja menitihkan air mata. Seperti dikisahkan, pertunjukan operet delapan babak oleh para siswa putri tuna rungu ini dimulai dari kelahiran Yesus olah Putri Maria. Kemudian beranjak dewasa Yesus sang penggembala mulai mewartakan ajaran Kasih Tuhan. Adegan teatrikal terus berjalan hingga penggambaran via dolorosa atau kisah sengsara Yesus. Meski dengan suara terbata, para siswa tuna wicara itu mampu memupuskan kisah Yesus hingga akhir cerita, adegan kisah sengsara yang mengacu pada nukilan Injil itu mengisahkan, ketika Yesus diadili oleh Ponsius Pilatus, didera, hingga dihujat untuk disalibkan. Yesus pun akhirnya berjalan memanggul salib menuju puncak Kalvari atau Bukit Golgota. Saat Dia menyerahkan nyawa kepada Bapa di sorga, seluruh ruangan gereja mendadak bergetar, terdengar iringan suara bergemuruh dan pecah. Sejurus kemudian, bala tentara dan pengikut Yesus yang sebelumnya sempat ikut menghujat tersadar, menangis tersadar tentang ajaran dan sifat keilahian Yesus. Untuk mempersiapkan operet delapan Babak Wafatnya Yesus ini, Bernadeta Tumirah Pelatih sekaligus Guru Sekolah Tuna Rungu Dena Uparaka menuturkan, bahwa operet melibatkan 40 siswa putri ini dipersiapkan selama satu bulan. Kendati semua siswa mempunyai keterbatasan pendengaran dan wicara, diakui tidak cukup sulit untuk mempersiapkannya. “ Kami sebagai guru memahami karakter satu persatu anak didik. Termasuk kemampuannya. Sehingga saat membagi peran tidak cukup kesulitan,” katanya Sementara itu, Romo Mateus Yatno Yuwono menyampaikan, bahwa melalui pendekatan operet penggambaran penyaliban Yesus ini, membuat kisah ajaran Yesus mudah dicerna utamanya untuk anak-anak dan generasi muda. Sebab, dari rangkaian adegan yang berlangsung menitipkan pesan bahwa Yesus tidak hanya mewartakan namun juga memberikan teladan. “Kondisi hari ini banyak yang pandai mewartakan atau menasihati. Namun tidak pernah memberikan teladan. Melalui operet ini diharapkan akan memberi penggambaran tentang ajaran Yesus,”katanya Menukil dari operet tersebut, lanjut Romo Yatno, bila dilihat secara kontekstual memberikan pesan kepada semua umat manusia, bahwa melawan kekerasan tidak harus dengan kekerasan. Namun kekerasan akan luluh dengan tindakan kasih, seperti di ajarkan Yesus sebelum disalibkan. “ Kita melihat akhir-akhir ini kekerasan terus bergulir. Untuk meluluhkan peling tepat dengan menyubutkan ajaran cinta kasih, dimulai dari keluarga hingga lingkungan masyarakat secara umum,” ujarnya (ali)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H