Sejarah sosial politik bangsa Arab sangat menarik untuk dikaji karena dari peradaban Arab inilah Islam lahir. Agama yang dibawakan oleh rasul terpilih yang menyampaikan nubuatan, dan agama yang  banyak pemeluknya. Kajian sejarah sosial-politik Arab  penting bagi seluruh umat Islam untuk mendapatkan gambaran tentang hakikat Islam secara keseluruhan sebagaimana tercermin dalam  masyarakat Arab pada umumnya dan kehidupan Nabi pada khususnya (Al-Buthi 2006).
 Lebih jauh lagi, sejarah sosio-politik Arab diam-diam menjadi saksi  betapa hebatnya bangsa Arab dalam membangun peradaban. Peradaban  Arab sudah ada jauh sebelum lahirnya Islam. Dari peradaban inilah muncul agama-agama besar seperti Yudaisme, Kristen, dan Islam.  Secara sosiopolitik, masyarakat Arab hidup dalam kebodohan.  Istilah "jahiliya" di sini bukan berarti orang Arab bodoh secara intelektual, melainkan korup moral dan keyakinannya (Hitti 2018).
 Pada masa kebangkitan Islam di Hijaz, keadaan sosial politik bangsa Arab  berada dalam kondisi yang sangat kronis dengan banyak terjadi peperangan antar  suku. Konflik antar suku muncul karena  struktur negara Arab yang terdiri dari klan-klan yang  memiliki ikatan darah yang kuat. Kekerabatan ini menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi di antara anggota marga dan menimbulkan kesetiaan penuh terhadap satuan suku. Suku yang terkenal dan disegani di Hijaz adalah suku Quraisy,  cikal bakal lahirnya  Nabi Muhammad SAW. pembawa pesan agama Islam (Ibnu Khaldun 2004).
Para sejarawan menganggap tembok antara Islam dan tradisi Arab murni bersifat moral dan ideologis. Sementara masyarakat Arab dianggap sebagai masyarakat yang bodoh, Islam muncul sebagai penyelamat yang memerdekakan.  Untuk beberapa alasan, klaim ini tidak sepenuhnya salah. Namun generalisasi ini berdampak negatif pada promosi kritik sejarah. Hubungan antara tradisi Arab dan Islam adalah fakta sejarah yang terabaikan. Akibatnya, proses akulturasi tradisi Arab ke dalam Islam dipandang sebagai fakta sejarah yang tidak perlu dikaji, sehingga dapat menimbulkan kesalahan verifikasi dan  penafsiran (Syaikhudin 2012).
 Arab dan Islam mempunyai hubungan yang erat. Yang satu  tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Untuk memahami latar belakang sejarah Arab, perlu dipahami situasi sosial politik di sekitar Jazirah Arab secara keseluruhan. Dalam hal ini perlu juga dipahami latar belakang Islam sebagai kebutuhan hidup di negara-negara Arab.
Kesalahan  penelitian-penelitian sebelumnya adalah menggambarkan fakta sosial ketidaktahuan Arab secara vulgar, seolah-olah bangsa Arab adalah bangsa yang keji dan tidak berperikemanusiaan. Secara umum hal ini benar, namun secara khusus negara-negara Arab mempunyai peradaban tersendiri dan berbeda dengan negara lain. Orang-orang Arab mempunyai watak dan watak yang hebat serta terampil dalam peperangan. "Ketidaktahuan" adalah potret kecil situasi sosial politik Arab.  Ada banyak peristiwa yang tidak diketahui dalam sejarah sosial-politik Arab.
Hegemoni  Romawi dan PersiaÂ
Sebelum lahirnya Islam, Jazirah Arab secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh dua kekuatan besar dunia: Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Persia. Secara ideologis, Roma berpegang teguh pada penyembahan Yesus, sedangkan Persia berpegang teguh pada penyembahan orang Majusi, orang Majusi, orang Majusi. Dari segi moral dan etika sosial, kedua kerajaan ini mempunyai kehidupan sosial yang buruk dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Namun dari segi politik, kedua kerajaan ini mempunyai kekuasaan yang sangat besar dan luas jangkauannya.
 Kekuasaan di Roma terbagi menjadi dua kekuasaan: Roma Barat yang berpusat di Roma, dan Roma Timur yang berpusat di Konstantinopel. Sementara itu, Persia berdiri pada satu kepemimpinan.
 Bangsa Romawi dibagi ke dalam kelas-kelas. Kelas terhormat dan kelas umum. Kelas-kelas terhormat hidup berkelimpahan, dan semua kebutuhan mereka terpenuhi. Berbeda dengan kelas umum yang diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi, kelas terhormat diperlakukan secara baik oleh raja Romawi dan diberi keistimewaan khusus.