Apa jadinya bila ingin menangkap ikan besar sementara kita hanya menggunakan sampan kecil? ibarat menggali kuburan sendiri...!! Innalillahi wa innailahi rajiun...
Sebagai bangsa yang bermartabat, pertaruhan kehormatan negara adalah mutlak hukumnya. Menenggelamkan kapal pencuri ikan, menghukum mati para pengedar narkoba yang intinya untuk menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan agar negara lain bisa menghormati keberadaan Indonesia sebagai negara hukum yang menjadi tuan di negeri sendiri.
Namun miris melihat komitmen pemberantasan korupsi di negara berlambang garuda ini. Perjuangan para leluhur yang telah mengibarkan merah putih sebagai pelangi bangsa seakan luntur. Semangat kebangsaan merah yang berarti berani dan putih artinya suci seakan tidak menggambarkan karakter Indonesia dalam penegakan hukum di negara sendiri.
Perseteruan antara KPK dan Polri pasca ditetapkannya BG sebagai tersangka memicu celoteh negatif di media sosial. Nasionalisme seakan terusik dengan sandiwara kedua institusi penegak hukum tersebut. Namun sampai detik ini tidak ada upaya dari pemimpin tertinggi untuk mengambil keputusan menggunakan hak prerogatif yang telah dimandatkan oleh rakyat. Sampai kapan ini akan berakhir ?
Perlu ketegasan dari Bapak Presiden untuk penanganan kisruh Lembaga penegak hukum tersebut. Bukan sembunyi dibalik topeng blusukan, cipika-cipiki, canda atau lobi-lobi politik. Bukan pula hanya mengalihkan tanggung jawab atau pernyataan normatif yang meminta agar proses hukum yang terkait dengan dua petinggi kedua lembaga itu berlangsung tanpa ada kriminalisasi. Sikap yang tegas yang kami butuhkan, bukannya memble seperti boneka elektrik yang hanya bisa menyanyikan lagu sesuai pesanan yang cenderung mengejar Citra wacana tanpa aksi nyata.
Komitmen pemberantasan korupsi seakan hanya menjadi semboyan kosong feodalisme. Ruang gerak Pemberantasan Korupsi tergerus dalam ketidakpastian. Kepercayaan masyarakat kepada pemimpin untuk mempertaruhkan kehormatan bangsa seakan lemah. Begitu keramatkah korupsi di negara ini ? Sehingga bangga sebagai bangsa dengan budaya korupsi ?
Tidak ada pilihan lain, Bapak Presiden harus menengahi dan tegas mengambil keputusan. Kami ingin menonton film laga seru, bukannya sandiwara klasik film animasi boneka elektrik yang bisa di remote. Kami tidak ingin pemimpin kami di cap sebagai pemimpin Hipokrit, senang berpura-pura, lain di muka lain di belakang, suka menyembunyikan yang dikehendaki, karena takut mendapat ganjaran yang merugikan dirinya (AL).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H