Mohon tunggu...
Alan Wira Pramana
Alan Wira Pramana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Menulis sejarah/Opini tentang kebijakan publi/

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kilas Balik Sistem Pendidikan Indonesia dan Hindia Belanda

28 Juli 2024   16:50 Diperbarui: 28 Juli 2024   16:56 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Sistem pendidikan pada suatu negara merupakan jantungnya intelektualitas untuk tersedianya atau terbentuknya orang-orang terdidik pada suatu negara tersebut. Terkadang sistem pendidikan yang buruk akan menghasilkan orang-orang yang buruk sedangkan sebaliknya jika sistem pendidikan itu terbaik atau bagus maka akan tercipta suatu bangsa yang unggul dan terdidik. Darisitiulah kita dapat mengetahui bahwa sistem pendidikan sangat berpengaruh terhadap terbentuknya suatu kelompok masyarakat yang dinaungi sistem tersebut menjadi orang yang bermutu dan mempuni dalam bidangnya.

     Pada masa sekarang negara Indonesia sedang diterja dengan krisis sistem pendidikan yang baik dan bermutu. Pasalnmya sistem pendidikan yang sedang berjalan terdapat kecacatan dan tidak mumpuni dalam upaya untuk membentuk karakter seseorang menjadi insan yang beriorentasi intelektualitas diakibatkan pada sistem pendidikan yang buruk dan hanya mementingkan pada golongan tertentu saja.

     Pada abad ke-18 dan awal abad ke-19 Indonesia saat itu masih belum terbentuk menjadi suatu negara. Wilayah Indonesia sekarang pada masa itu masih dipegang oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya pemerintah memberikan keleluasaan pada kalangan para Bupati, Bangsawan, dan yang lainnya untuk mendapatkan asupan pendidikan. Namun, seiring berjalannya pemerintah Belanda mulai memberikan kesempatan kaum bawah untuk bersekolah setelah diberlakukannya 'politik etis' oleh Belanda pada awal abad ke-19. Dalam penyelenggaraanya, sisitem pendidikan yang dilakukan oleh Belanda sangatlah diskrimnasi. mereka menggap kaum pribumi tidak lebih tinggi derajatnya dengan kaumnya.

     Pada pelaksanaan 'politik etis' ini memang banyak ketimpangan yang terjadi meskipun kita tahu ada baiknya dan buruknya. Menurut (Daliman. A, 2012), Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu memang memberikan edukasi atau pendidikan tetapi memang pada dasarnya mereka hanya kepentingan belaka saja. Dalam anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah Hindia belanda pada tahun 1905 hanya 2 juta, yang dibagi 40 juta penduduk dan satu orang hanya mendapatkan f5 untuk menganyam pendidikan. Pada beberapa kasus, yaitu padan Pulau Sangihe sistem pendidikan pemerintah Hindia ini membuat para masyarakat disana kecewa yang mana mereka hanya menjadi seorang buruh kasar dan pegawai rendahan dalam perusahaan swasta Belanda (Horohiung Veronnika, 2016). Daristulah dapat disimpulkan bahwa pemerintah hanya memberikan ruang yang sedikit bagi kalangan bawah untuk menganyam pendidikan yang didasari dari teknik pengajarannya, kucuran dananya serta pembagian klasifikasi yang memandang rendah kaum kalangan bawah, sehingga memunculkan steorotip bahwa masyarakat pribumi kalangan bawah tidak lebih hanya jadi pegawai rendahan dibawah golongan yang lainnya.

     Polemik sistem pendidikan Indonesia selama beberapa tahun mengalami perubahan yang didasari oleh pergantian Menteri Pendidikan. Nadiem pada saat itu menjadi Menteri Pendidikan merubah beberapa kebijakan untuk menghasilkan kebijakan yang menghasilkan orang-orang yang bermutu. Akan tetapi, dalam perjalanannya kebijakan saat covid-19, pemerintah mulai merubah yang asalnya berdasar nilai menjadi zonasi.

       Dalam perkembangannya sistem zonasi memiliki sistem yang kecacatan sangat kontrovensial bagi masyarakat. Dalam contoh kasus seperti SMAN 1 Tanah Jawa di Kabupaten Simalungun.  (Hamzah Nuri, 2022), , membeberkan pernyataan bahwa terdapat orangtua yang kecewa atas penerimaan PPDB yang dilakukan sekolah SMAN 1 Tanah Jawa ini yang mana anak mereka tidak masuk padahal jarak antara rumah dengan sekolahnhya dekat serta sekolah ini tidak memberikan transparasi tentang siswa-siswi yang masuk kepada publik. Contoh kasus kedua terjadi di sekolah Pesawaran Desa Bagelan, dalam perjalanannya sekolah ini memiliki kecurangan serta pemalsuan dokumen yang selundupkan oleh pihak sekolah untuk bersekolah disana. (Jejak Kasus, 2023), dilansir bahwa sekolah ini sangat diprotes oleh orangtua didesa-desa terdekat sebab pihak sekolah tidak memberikan keterangan tentang anaknya yang tidak terima padahal jarak rumah dan sekolah sangat dekat serta mereka tidak mau memberikan transprasi tentang penerimaan siswa-siswi ssekolah tersebut, orangtua Yurika yang mendaftar di sekolah yang tidak diterima dan ia pun memprotes kepada sekolah tetapi ketika orangtua dan media datang untuk menemui kepala sekolah tersebut ia tidak selalu ada dengan berbagai alasan. 

     Dari kedua peristiwa yang telah dijabarkan bahwa terdapat pola-pola yang sama dalam perjalanan sistem yang diusung oleh kedua pemerintah tersebut. Dimana sistem pendidikan Hindia Belanda mengusung suatu sistem yang sangat diskriminasi terhadap kelas dan kulit yang mengakibatkan sistem ini menghasilkan orang-orang yang memiliki kelas sosial tertinggi dapat mendapatkan asupan pendidikan yang sangat bermutu dan baik sedangkan untuk kelas sosial rendah diberi asupan pendidikan  yang sedikit dan buruk sehingga menghasilkan orang-orang yang tidak layak untuk menjadi seorang lebih baik daripada kelas atas dan hanya menjadi orang dibawah atau bawahan kelas sosial atas. Dalam sistem pendidikan Indonesia pun hampir sama dengan upaya pemerintah Hindia Belanda di masa lalu tetapi di masa sekarang mereka memperhalus agar tidak mencolok sistem yang buruk terssebut. Dimana sistem pendidikan Indonesia memberlakukan sistem zonasi dalam penerimaan siswa-siswi sekolah yang banyak sekali kasus kontroversial terjadi di Indonesia, seperti kasus sekolah Pesawaran dan Sekolah SMAN 1 Tanah Jawa yang mana sistem zonasi yang diusung oleh Menteri Pendidikan memberikan peluang kepada para oknum untuk menghargai bangku sekolah disana atau biasa disebut penerimaan ilegal siswa-siswi.

     Darisitulah terdapat pola bahwa masyarakat miskin tidak dapat bersekolah dengan layak karena adanya oknum yang bengis berotak uang dari hasil celah sitem zonasi yang diusung oleh Menteri pendidikan mengakibatkan anak-anak kelas bawah tidak bisa masuk ke sekolah tersebut untuk menganmyam pendidikan. Darisitu kita dapat mengetahui bahwa sistem tersebut memiliki celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dimana anak-anak yang berasal dari orang kaya leluasa masuk dengan uang yang berlimpah dan anak-anak orang miskin yang tidak mempunyai apa-apa tidak dapat mengejar impiannya untuk menganyam pendidikan. 

     Dari yang telah dijabarkan diatas bahwa terdapat pola-pola yang sama antara sistem pendidikan yang dilakukan Hindia Belanda dan sistem yang dijalankan Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda memberikan hak istimewa kepada kalangan atas dan menyampingkan kalangan bawah untuk mendapatkan asupan bangku sekolah serta kalangan bawah diberikan ruang dan kucuran dana yang sedikit dari kalangan atas menghasilkan suatu kecemburuan diantara kalangan dan juga membentuk orang kalangan bawah menjadi seorang bawahan dari kalangan atas.

     Dari peristiwa kebelakang itu terbentuk suatu pola yang sama dengan sistem pendidikan Indonesia yang sedang dijalankan pada masa sekarang, sistem zonasi yang diusung oleh Menteri Pendidikan Nadiem membuat ketimpangan yang sangat jomplang diantara masyarakat. Memang pada dasarnya sistem  ini baik agar setiap kalangan dapat merasakan bangku sekolah yang layak di daerahnya tetapi sistem ini tidak mempertimbangkan bahwa di suatu daerah sekolah-sekolah negeri terbatas dan memberikan ruang yang kecil pada masyarakat untuk bersekolah karena harus bersaing dengan masyarakat yang lain juga. Dalam perkembangannya sistem ini memberikan ruang kepada oknum-oknum disekolah negeri untuk mendapatkan keuntungan dan terbukti di berbagai daerah. Oknum ini memberikan ruang kepada anak orang kaya untuk bersekolah dengan mudah dengan biaya yang besar dan dampak dari kelakukan oknum ini mempersempit anak-anak kurang mampu dalam keuangan untuk bersekolah di sekolah-sekolah negeri karena sudah dibeli bangkunya oleh anak-anak orang kaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun