Mohon tunggu...
Alan Sigit Fibrianto
Alan Sigit Fibrianto Mohon Tunggu... Lainnya - Pendidik

Penyuka Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan Bercadar dalam Perspektif Gender dan HAM

7 November 2024   18:26 Diperbarui: 7 November 2024   18:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Walaupun muslim mayoritas di Indonesia, namun perempuan dengan atribut cadar masih merupakan minoritas di Indonesia. Padahal cadar sendiri merupakan representasi dari atribut umat muslim. Seringkali cadar lekat dengan stigma negatif (phobia terhadap stigma radikal). 

Perlu digarisbawahi bahwa cadar bukan merupakan representasi radikal. Akan tetapi, pada realitasnya, status cadar melekat makna paham ekstrimis kanan, Islam radikal, muslim yang berbeda, dan stigma-stigma negatif lainnya. Perempuan bercadar sendiri dapat dilihat dalam dua perspektif yaitu, perspektif gender dan perspektif HAM.

Dalam perspektif gender melihat bahwa perempuan bercadar merupakan salah satu eksistensi yang harus diterima secara utuh tanpa diskriminasi dalam ranah publik.

Dalam perspektif HAM bahwa perempuan bercadar diatur dalam Universal Declaration of Human Rights No. 18 yang mengatur mengenai kebebasan beragama atau religion, hal ini menyiratkan bahwa perempuan muslim berhak untuk menyandang atribut muslim sesuai dengan aturan agamanya sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan (mazhab).

Mengenai sejarah cadar itu sendiri yaitu, bahwa cadar merupakan sehelai kain yang digunakan untuk menutupi wajah atau kepala, khususnya dalam konteks budaya Islam. Sejarah cadar berakar dari praktik pakaian yang meliputi aurat, atau bagian tubuh yang harus ditutupi menurut ajaran Islam. 

Penggunaan cadar dalam budaya Islam telah ada sejak zaman kuno, dan praktik ini telah bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya sepanjang sejarah. Sebagian besar peneliti setuju bahwa penggunaan cadar oleh wanita muslim berasal dari prinsip kesopanan dan kepatuhan terhadap ajaran agama.

 Sejarah cadar telah berkembang seiring waktu dan melalui pengaruh budaya dan agama. Pada beberapa periode sejarah, penggunaan cadar telah menjadi sangat meluas di beberapa wilayah, sementara di tempat lain, praktik ini mungkin kurang umum. Perubahan sosial, politik, dan budaya juga telah mempengaruhi bagaimana cadar dipandang dan digunakan dalam masyarakat.

Perempuan bercadar sering menjadi subjek diskusi dalam perspektif gender, terutama terkait konsep agensi, patriarki, dan representasi sosial. Dalam perspektif gender, pembahasan mengenai perempuan bercadar berpusat pada pertanyaan apakah cadar merupakan ekspresi kebebasan individu atau instrumen kontrol yang memperkuat struktur patriarkal.

Dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), diskusi mengenai perempuan bercadar menjadi wacana yang mencakup kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, hak atas otonomi tubuh, dan hak untuk bebas dari diskriminasi.

 Cadar bukan hanya dilihat sebagai pakaian atau simbol religius, tetapi juga sebagai representasi identitas yang diakui atau dipertanyakan dalam kerangka HAM. Perspektif HAM berusaha menjembatani kepentingan individu dengan norma-norma sosial, hukum, dan kebijakan negara yang berbeda-beda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun