Banyak realitas mitigasi bencana berbasis kearifan lokal di Nusa Tenggara Timur (NTT). Seperti contoh Pulau Timor (NTT), dikenal oleh pemerintah sebagai wilayah yang dilanda angin kencang setiap tahun, Masyarakat menganggap tidak ada bencana karena memiliki tradisi menentukan Pembangunan rumah seperti rumah dibangun di balik bukit, penentuan lokasi rumah yang strategis, rumah dan pintu menghadap ke mana, sehingga Ketika ada angin kencang maka akan berlalu begitu saja dan tidak berdampak apapun (kearifan local). Contoh lain di Malaka (NTT), dikenal dengan bencana banjir, Masyarakatnya memiliki tradisi rumah panggung, rumah yang dibuat lebih tinggi dari tanah, terdapat ruang-ruang penyimpanan yang dianggap strategis menghadapi banjir tiba, rumah anti banjir yang membuat banjir dapat dilalui setiap tahunnya dengan baik tanpa berdampak apapun (kearifan local). Di Alor (NTT), dikenal dengan bencana gempa bumi, masyarakatnya terbiasa dengan membangun rumah tradisional tanpa paku, hanya terdiri dari tali, ilalang dan bahan-bahan alami lainnya, sehingga membuat rumah tahan terhadap gempa, hal ini membuat Masyarakat Alor dapat hidup berdampingan dengan gempa (kearifan local). Masih banyak lagi lokasi yang berpotensi bencana, namun memiliki aktivitas mitigasi bencana berbasis kearifan local lainnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Mitigasi bencana berbasis kearifan lokal di Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu bentuk adaptasi masyarakat terhadap lingkungan dan bencana yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. Kearifan lokal ini sering kali disesuaikan dengan karakteristik bencana yang khas di wilayah tersebut, seperti kekeringan, angin kencang, gempa bumi, dan tsunami. Kearifan lokal di NTT terkait erat dengan kebijakan penanggulangan bencana dan didukung oleh peran berbagai stakeholder. Pemerintah telah mengakui pentingnya pendekatan lokal dalam pengurangan risiko bencana melalui kebijakan yang melibatkan masyarakat adat dan lokal. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, LSM, dan sektor swasta semakin memperkuat ketahanan bencana di NTT, di mana kearifan lokal tidak hanya dihargai tetapi juga dipadukan dengan teknologi dan pendekatan modern. Integrasi ini memastikan bahwa upaya mitigasi bencana tidak hanya efektif, tetapi juga sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan lingkungan masyarakat setempat. Sudah semestinya bahwa segala pengetahuan lokal masyarakat berkaitan dengan mitigasi bencana diinventarisir sebagai Local Knowledge masyarakat NTT yang diintegrasikan dengan RIPB dan Renas Penanggulangan Bencana di wilayah tersebut, agar mengatasi bencana bisa menjadi bagian dari pola adaptasi normaldan berkelanjutan di wilayah rawan bencana di wilayah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H