Kegaduhan yang timbul pasca dilaporkannya Setya Novanto terkait pelanggaran etika dalam proses renegosiasi PT Freeport Indonesia melebar dan mengganggu agenda pemerintah untuk nasionalisasi PT Freeport. Akibat Ketua DPR Setya Novanto terlibat kasus “Papa Minta Saham”, DPR yang diharapkan membantu Pemerintahan Jokowi kawal proses renegosiasi Freeport melalui pembentukan Pansus Freeport berbelok arah menjadi berkutat dalam kubangan pembentukan Panja(Panitia Kerja) yang hanya fokus kawal kasus “Papa Minta Saham”. Alhasil, agenda pemerintah kawal proses renegosiasi kontrak karya Freeport terhambat akibat Panja “Papa Minta Saham”.
Awalnya hanya Kejagung yang jatuh dalam permainan Freeport yang berusaha memecah belah konsentrasi pemerintah di proses renegosiasi Freeport. Kejagung gencar usut Setnov. Publik juga termakan anggapan “pemburu rente” saham Freeport. Lama kelamaan, DPR ikut berubah haluan. DPR yang diharapkan membantu pemerintah dengan membentuk Pansus, kini hanya fokus pada pengawalan kasus papa minta saham lewat pembentukan Panja.
Baca : Komisi III DPR Bentuk Panja Kasus 'Papa Minta Saham' Freeport
Padahal, jika kita jeli… Kasus “Papa Minta Saham” tidak lain adalah upaya Freeport memecah konsentrasi pemerintah.
Saya tidak bilang menghukum berat praktik mafia rente saham Freeport tidak penting, tetapi alangkah baiknya jika jajaran pemerintah fokus membangun kerjasama strategis untuk sukseskan nasionalisasi Freeport melalui pembentukan Pansus Freeport, bukannya berkutat di dalam kubangan “Papa Minta Saham”. Terlepas dari adanya praktik mafia Papa Minta Saham, sebetulnya dampak dari kasus Papa Minta Saham yang paling krusial adalah membuat setiap langkah keras Jokowi terhadap Freeport dianggap sebagai manuver cari Rente. Padahal sebenarnya tidak.
Jika Pansus Freeport berhasil terbentuk, agenda menasionalisasi Freeport akan sangat terbantukan, sebagai contoh Pansus Freeport Bisa Selidiki Pertemuan Keluarga JK dengan Bos Freeport, lalu selain itu Pansus juga menyidik dari hasil produksi selama Freeport beroperasi di Indonesia, termasuk kepemilikan saham negara dan royalti yang dibayarkan anak perusahaan Freeport-McMoran itu kepada pemerintah, sampai intrik-intrik tingkat tinggi yang dilancarkan Freeport. Pansus diharapkan mampu meningkatkan transparansi operasi Freeport dan kontribusi perusahaan tambang emas tersebut kepada masyarakat.
Baca : Pansus Freeport Semakin Mendesak
Sebelum disibukkan oleh pembentukan Panja “Papa Minta Saham”, sebenarnya DPR sejalan dengan harapan pemerintah membentuk Pansus untuk kawal proses renegosiasi Freeport. Namun setelah Ma’roef Sjamsoeddin merekam Setnov dan melaporkannya ke kementrian ESDM lalu kemudian dilanjutkan oleh Mentri ESDM, Sudirman Said ke MKD, DPR mulai sedikit demi sedikit berubah arah. Hingga pada akhirnya Kejagung yang gencar usut kasus “Papa Minta Saham”, DPR berubah arah dari yang tadinya dukung pembentukan Pansus Freeport, menjadi hanya fokus pada Panja “Papa Minta Saham”
Padahal, sikap keras Jokowi terhadap Freeport bertujuan agar Freeport berhasil dinasionalisasi. Namun jika Jokowi sendirian tidak dibantu oleh jajaran pemerintahnya, tetap akan kalah oleh siasat busuk Freeport. Jika DPR bisa sejalan dengan Jokowi, niscaya RI bisa merebut kembali kedaulatan yang telah lama diduduki paksa oleh Freeport di Papua. Sebagai khalayak umum, kita jangan hanya melihat sisi negatif dari upaya renegosiasi Freeport, karena itulah yang ditargetkan Freeport dengan operasi Papa Minta Saham = membuat setiap upaya RI kuasai lagi tambang Freeport sebagai aksi minta jatah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H