Tiada hal di dunia broadcasting yang tidak terrencana. Konsepnya dapat asal muncul di renak benak kepala kita, namun apabila kita ingin mengeksekusikannya sebaik dan efisien mungkin -- kita membutuhkan bantuan visual agar gambarannya jelas dan focus.
Bantuan visual ini disebut Storyboard, inilah contohnya.
Membuat storyboard bukanlah hal yang susah, hanya bermodal pengalaman saja.
Untuk Storyboard yang satu ini, ceritanya adalah sebagai berikut.
Seorang petani bernama Abdullah pergi ke ladangnya. Ladang Padi dan Tebu turun temurun ini sudah diberikan dari keturunan generasi keluarga Abdullah. Suatu hari, Ia pergi keladang untuk memotong tebu -- Dan Ia potong satu persatu. Setelah selesai, Ia membakar lahannya .
Namun, asap tebunya terlalu berat dan menghasilkan asap yang menyakiti matanya. Matanya memerah dan teriritasi, tangisan merintik -- rintik dikit demi sedikit. Namun, Ia tidak khawatir -- karena Ia mempunyai Insto!
Dengan Formula baru insto berupa xx dan xxy, Iritasi ini mudah diatasi!
Iritasi, Insto-in Aja!
Begitulah kurang lebih storyboardnya, tidak hanya itu -- storyboard juga dapat ditandai segmen segmennya. Ada bagian dimana fokusnya berada pada acting, alur cerita, dan talent itu sendiri. Ada bagian dimana membutuhkan editing/still/bumper tertentu yang dapat ditandai.
Selebih dari itu, kita juga dapat menambahkan deskripsi bagaimana iklan tersebut akan dishoot -- dengan menambahkan shotlist pada segmen tersebut. Â Anda bahkan dapat menambahkan apakah suatu adegan akan menggunakan suatu lensa tertentu apabila dibutuhkan.
Itulah fungsi storyboard, dan mengapa storyboard merupkan tempat dimana konsep menjadi nyata.