Pilpres 2014 benar-benar menyita perhatian. Dengan hanya 2 pilihan, membuat persaingan berjalan ketat dan lumayan panas. Kampanye hitam dan kampanye negatif menguasai perbincangan dari dunia maya dan nyata menjelang 9 Juli. Dari warung kopi sampai sosmed, banyak orang membahas antara Jokowi dan prabowo.
Walau bagaimanapun, 9 Juli sudah lewat. Setiap warga sudah menggunakan haknya untuk memilih nomer satu atau nomer dua.
Sesuatu yang unik pun terjadi, prabowo hatta dan Jokowi JK sama-sama menang versi quick count. (Alasan kenapa ini bisa terjadi sudah saya tuliskan sebelumnya: (pilpres) kok menang semua? Ini jawabnya). Tentu ini adalah pelajaran baru bagi level demokrasi di Indonesia. Hanya ada 2 pilihan, dan perbedaan hasil quick count lembaga survey. 8 lembaga memenangkan Jokowi-JK dan 4 sisanya memenangkan prabowo-hatta.
Kubu prabowo mengklaim bahwa lembaga survey yang memenangkan Jokowi-JK adalah lembaga timses pasangan nomer 2. Begitu juga dengan kubu Jokowi menganggap 4 lembaga itu tidak kredibel. Karena sama-sama merasa menang, maka ada ungkapan pamungkas "kita tunggu 22 Juli".
Meski kalau mau jujur, lembaga survey seperti RRI, SMRC, poltracking dan Kompas sebelumnya sangat akurat antara quick count dan real count. Bisa dilihat dan bandingkan hasil quick count pileg 2014.
Kemudian muncul berita bahwa kubu prabowo meminta agar pengumuman KPU ditunda agar tidak 22 Juli. Tentu ini menimbulkan tanda tanya besar, kenapa? Padahal kubu prabowo sudah sujud syukur dan tasyakuran. Trus kenapa meminta diundur? Awalnya saya fikir itu hanya opini pribadi yang tidak mewakili kubu prabowo secara keseluruhan. Namun pernyataan gila akhirnya keluar dari prabowo sendiri, beliau meminta agar pemilu diulang. Hal ini kontan membuat rame dunia maya, dari yang nyinyir sampai parodi. PS yang sebelumnya digunakan sebagai singkatan prabowo subianto kemudian diplesetkan menjadi playstation. Gapapa, kalau kalah diulang aja. Ada juga foto messi sedang terpaku meminta agar final piala dunia juga diulang.
Bagi saya pribadi, melihat prabowo ga sudi menerima kekalahanya meski hasil quick count sudah memenangkan Jokowi-JK adalah teori dasar dari psikologi manusia. Saat kalah atau salah, mereka butuh waktu sejenak untuk menyangkal dan menghindar. Meski untuk sekelas calon presiden, seharusnya hal ini tidak terjadi. Kontestan harusnya lebih dewasa dibanding calon gubernur yang kalah. Kita tentu masih ingat ketika fauzi bowo langsung mengucapkan selamat kepada Jokowi-Ahok setelah melihat hasil quick count 2012 lalu.
Tentu menjadi lucu karena kubu prabowo yang selama ini begitu percaya diri menyatakan "liat saja 22 juli" mulai khabisan akal. Pemilu kali ini memang sulit dicurangi, karena semua orang bisa melihat dengan detail jumlah perolehan suara di web resmi KPU www.pilpres2014.kpu.go.id
Saya jadi berfikir bahwa pernyataan "kita tunggu 22 juli atau liat saja 22 juli" sebenarnya adalah bentuk keyakinan bahwa prabowo masih yakin bisa menang. Caranya? Menggunakan segala cara. Begitu menurut kubu mereka. Tapi karena waktu semakin mepet maka kubu prabowo meminta pengumuman diundur. Mungkin mereka belum berhasil mengotak atik angka agar prabowo bisa menang.
Namun karena selisihnya cukup besar (kisaran 5-6 juta suara) maka prabowo sendiri menyatakan keinginanya agar pemilu diulang. Dan apa yang dikatakan prabowo setelah itu? "Kalau ga ada kecurangan, saya yakin menang". Kalimat ini tentu mengingatkan kita kepada pendukung prabowo yang gencar membully Jokowi hanya karena sebelumnya menyatakan yakin menang jika tidak ada kecurangan. Bedanya, Jokowi mengatakan ini sebelum penghitungan suara bahkan sebelum pencoblosan. Saat baru mendaftar ke KPU. Tentu maknanya menjadi berbeda dengan mengatakan hal serupa setekah KPU melakukan penghitungan suara. Pernyataan yakin menang tentu wajar bagi setiap kontestan dalam lomba atau perhelatan apapun, justru menjadi kesalahan jika belum bertanding saja sudah tidak yakin menang.
Bagaimanapun 22 juli sudah besok lusa, saya dan banyak masyarakat pasti ingin agar KPU segera mengumumkan hasil pilpres. Jangankan pemilu ulang, diundur saja akan membuat kami keberatan. Cukup sudah kampanye hitam dan opini sesat yang selama ini berseliweran menguasai hampir semua media. Kami cukup lelah dengan dagelan politik dan pembodohan publik. Kami menangih pernyataan siap kalah dan menghargai apapun keputusan rakyat serta tunduk pada konstitusi.
Jika menghindari kekalahan pasca quick count sudah cukup mempermalukan, maka menghindari kekalahan pasca keputusan KPU akan lebih memalukan. Sebaiknya prabowo-hatta segera siapkan pidato kekalahan dan akhiri sinetron politik ini. Cukup sudah ancaman pengerahan massa untuk menduduki KPU, masyarakat muak dengan sikap angkuh seperti itu.
Sekali lagi kami menagih siap kalahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H