Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memaklumi Hashim, Mewaspadai Jokowi

10 Oktober 2014   17:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:36 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kegeraman Hashim Djojohadikusumo terhadap Jokowi harus dimaklumi. Kemarahan karena strategi yang dilakukan untuk memenangkan Prabowo menjadi Presiden, dengan mensupport Jokowi-Ahok menjadi Gubernur dan Wagub DKI Jakarta malah menjadi penghalang.

Dimajukanya Jokowi-Ahok sebagai calon Gubernur dan Wagub DKI 2012 secara kasat mata sangat nampak bahwa Prabowo menggunakanya untuk menaikkan elektabilitas Gerindra dan dirinya sendiri. Bahkan iklan Jokowi saat menjadi calon Gubernur jauh lebih sering dan massif dibanding saat beliau menjadi calon presiden saat PDIP akan bertarung di pileg. Maka tak heran kalau Megawati sempat 'ngambek' karena kalah tenar dibanding Prabowo saat itu.

Iklan-iklan Jokowi JK baru merebak setelah Nasdem melalui Metro TV memberikan slot iklan yang sangat banyak. Surya Paloh juga menegaskan akan melakukan 'serangan' udara secara terstruktur dan rata di semua stasiun TV nasional.

Melihat banyaknya dana kampanye yang keluar dari kantong Hashim untuk Prabowo dalam kurun waktu hampir 5 tahun, jika harus dihitung tentu bukanlah nominal yang sedikit. Bahkan mungkin cukup untuk membeli pulau pribadi.

Andai saja strateginya menguasai Indonesia berjalan sesuai prediksi, maka Prabowo dipastikan saat ini menjadi presiden dengan kemenangan sangat telak. Bayangkan saja jika Jokowi dan Ahok menjadi tim sukses kampanye Prabowo, maka kemungkinan lawan seperti Bakrie dan lainya akan kalah total, sekalipun didukung seluruh partai yang ada di Indonesia.

Namun yang terjadi malah sebaliknya. Jokowi maju sebagai penantang satu-satunya dan menang secara sah mulai dari versi quick count, KPU dan MK.

Bagaimanapun kekalahan selalu terasa tidak nyaman, bahkan meskipun kalah saat pertandingan uji coba tanpa piala. Apalagi kalah bertanding di level nasional yang melibatkan lebih dari seratus juta jiwa sebagai bagian dari pertandingan. Selain keinginan berkuasa, tentu saja ada gengsi dan prestise tertentu.

Kekesalan dan sedih saat kalah tentulah hal yang harus dimaklumi. Kita pasti pernah kalah juga di beberapa pertandingan bukan? Sakitnya di mana? Hehe

Tapi melihat ekspresi kemarahan Hashim sepertinya sudah berlebihan. Pernyataanya akan menjegal agenda Jokowi di pemerintahan seperti membuka aib sendiri. Menegaskan dan menjelaskan pada publik bahwa dirinya memiliki ambisi dan dendam pribadi.

Seharusnya pernyataan tersebut tidak perlu disampaikan pada publik. Karena ini akan membuat beliau nampak tak kalah labil dari ABG yang diputus pacarnya. Kalaupun mau menjegal atau apalah namanya, ya cukup diam sambil terus bergerilya. Setidaknya jika nanti beliau berhasil 'mengganggu' Jokowi, publik tidak akan marah padanya.

Yang cukup membuat kita semua terdiam adalah pernyataan "ada harga yang harus dibayar". Bagi saya ini adalah ucapan dari seseorang yang sudah berada di titik terakhir kemarahanya. Karena kalaupun harus dihitung, biaya yang dikeluarkan untuk Jokowi saat menjadi calon Gubernur bukanlah nominal yang besar bagi seorang pengusaha kelas nasional. Rasanya tak sampai 1% dari dana kampanye untuk Prabowo selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun