Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Jadi Malaysia

14 Januari 2015   18:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:09 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malaysia mendeklarasikan dirinya sebagai Negara islam, meskipun jumlah penduduk muslim dan non muslim nyaris 50:50. Isu agama di sini jauh lebih mahal dibanding di Indonesia. Jika di Indonesia baru-baru ini saja begitu laris menjual komuditas agama dalam kancah politik, di Malaysia sudah lama agama menjadi barang dagangan paling laku. Secara keseluruhan, ummat muslim di Malaysia jauh lebih sensitif dan responsif terhadap hal-hal yang berkenaan dengan agama mereka. Belum lama ini terjadi kontroversi artis Kpop B1A4 yang memegang tangan, memeluk dan bahkan mencium forehead remaja perempuan muslimah pada program meet and great. Video rekaman ulah artis Kpop tersebut langsung tersebar secara viral dan diperbincangkan hingga saat ini. Ada yang menyalahkan artisnya, perempuanya, dan ada juga yang mengecam pihak penyelenggara yang tidak bertanggung jawab. Saat saya melihat video yang juga dishare oleh teman-teman asal Malaysia dan juga dishare oleh admin K, Mas Isjet, sebenarnya artis Kpop ini diminta untuk berakting seperti skenario drama. Sepintas saya mendengarnya seperti itu. Masalahnya adalah, remaja perempuan yang maju ke atas panggung dan berakting dengan artis Kpop  adalah mereka yang mengenakan pakaian muslimah, berkrudung. Jika kasusnya hanya pegang tangan, mungkin bisa lebih mudah dimaklumi. Tapi memeluk dari belakang atau mencium keningnya? Jelas saja itu sudah keterlaluan. Buruknya, remaja perempuan ini sangat menikmati kejadian tersebut. Bahkan sebagian kembali memeluk lebih dari sekali, lebih dari yang diatur oleh pihak penyelenggara. Namanya juga fans. Histeris karena bertemu idolanya itu pasti. Saya tidak kaget hal ini akan begitu ramai diperbincangkan karena sebagian orang memang sangat professional dalam memilih kalimat provokatif. Namun tulisan ini tidak akan hanya memfokuskan pada satu masalah, karena bagi saya Malaysia sangat unik –kalau tidak mau dikatakan aneh. [caption id="" align="aligncenter" width="505" caption="Sumber: Soompi.com"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="596" caption="Sumber: Soompi.com"]

[/caption]

Buang Bayi Insiden buang bayi di Malaysia jauh lebih banyak dibanding Indonesia, sekalipun populasi mereka hanya sekitar tiga kali lebih banyak dari Ibu Kota Jakarta. Hampir setiap hari, media seperti televisi dan koran selalu menayangkan kejadian kasus buang bayi. Salah satu dosen memaparkan statistic kasus ini, dalam satu bulan selalu lebih dari 30 kasus, ini artinya setiap hari sudah lebih dari satu kasus. Lokasi pembuanganya pun beragam, dari tempat kotor sampai tempat paling sakral (masjid). Masalahnya adalah, semua kasus yang kebetulan saya ikuti melibatkan perempuan muslimah –sebagian diketahui pelakunya. Saya berpikir sedikit liberal mengapa hal ini terjadi? karena hamil di luar nikah adalah kesalahan yang tidak bisa diampuni, aib yang tak akan selesai. Sehingga mereka lebih memilih membuang bayi dan selesai dari masalah. Berbeda dengan non muslim yang lebih permisif, mereka akan merawatnya dan pernikahan bisa menyusul. Sekalipun ini jarang terjadi. Ceramah Keagamaan dan Free Sex Acara-acara ceramah dan semacamnya sudah nyaris sama akbarnya seperti konser. Bedanya di Malaysia jauh lebih intens dan remaja yang ikut di dalamnya sangat ramai. Fenomena ini sangat positif bagi iklim ummat muslim di Negara tetangga tersebut. Antusiasme masyarakat sangat tinggi untuk mengikuti pengajian-pengajian, maka tak jarang pihak penyelenggara sangat percaya diri untuk mendatangkan habib dari Negara-negara timur tengah. Namun banyaknya pengajian dan ceramah keagamaan yang terselenggara, rupanya tidak menjadikan otomatis kasus free sex menjadi berkurang. Memang dari luar kita akan melihat seolah lebih baik dari sisi sosial-agama, namun jika benar-benar melihatnya, kita akan tau bahwa free sex di Malaysia jauh lebih buruk dibanding Indonesia. Jika di Indonesia sering ada razia ke hotel tak berbintang, tempat pijat plus-plus, di Malaysia juga ada yang semacam ini. Bedanya di Malaysia ada polisi syariah yang memang fokus mengurusi kasus sejenis free sex. Bukan tidak mungkin polisi ini akan mengrebek apartemen atau rumah mahasiswa, karena warga sekitar bisa saja melaporkan jika mereka melihat ada perempuan dan lelaki dalam satu rumah, sekalipun tujuanya mengerjakan tugas kelompok, sekalipun jumlahnya bergerombol. Jika musibah ini menimpa kita, jumlah denda yang harus dibayarkan lumayan fantastis, lebih dari 10 juta jika dirupiahkan. Tidak hanya sekedar diintrogasi dan dibawa ke kantor polisi seperti yang terjadi di Indonesia. [caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="sumber: tripmaker.travel"]

sumber: tripmaker.travel
sumber: tripmaker.travel
[/caption]
sumber: freemalaysiatoday.com Perjudian Salah satu casino terbesar di Asia adalah di Malaysia. Genting Highland yang merupakan tempat wisata seperti Ancol, memiliki casino yang sangat besar. Menurut pengakuan orang-orang yang pernah saya temui, di sanalah surga para TKI illegal dan warga asing illegal bersenang-senang. Polisi tidak akan sempat memeriksa visa, yang penting bawa paspor. Lebih buruk dari itu, perjudian atau kalau di Indonesia kita sebut nomer togel, sudah tersebar di seluruh pelosok negeri. Nyaris mengalahkan minimarket bernama 7eleven. Jenisnya setau saya ada tiga: Magnum, ToTo dan DaMaCai. Tentu saja beda perusahaan, beda gedung. Dalam seminggu ada dua kali undian. Kebutuhan berjudi di kalangan masyarakat sudah seperti beli pulsa, nominalnyapun variatif dari RM1 sampai tak terhingga. Mereka yang sudah candu akan memborong hingga ratusan ringgit untuk sekali beli. Politik Politik di Malaysia sudah sangat buruk. Jika di Indonesia baru-baru ini saja kita begitu bergairah dan efek pilpres 2014 masih terasa sampai sekarang. Sementara di Malaysia sudah berlangsung lama, sejak saya masuk pada tahun 2009 nuansa politiknya memang sudah seperti itu. Bedanya, di Malaysia semua media nasional dikuasai pemerintah. Tiada hari tanpa pencitraan dan menjelekkan kubu oposisi. Kalau pada masa kampanye, tidak ada debat terbuka, tidak ada space kampanye bagi kubu oposisi. Kata penuh vitamin seperti zionis, konspirasi, amerika, Israel, yahudi dan musuh islam sudah lebih dulu ada dibanding cyber army partai tetangga di Negara kita. Sekalipun kubu oposisi tidak memiliki corong media nasional, namun para remaja dan politisinya menyerang media sosial dan website. Saya melihat alasan yang menjadikan teman-teman kubu oposisi begitu bergairah adalah karena mereka merasa sedang berjuang memenangkan kubu oposisi dan menuntut reformasi. Reformasi sempurna yang memasukkan unsur hukum islam seperti hudud dan sebagainya. Atas nama islam, membela agama islam dan serangkaian kata daganganya akan sering kita jumpai di segala sudut tempat. Dari café sampai stadion, dari kampus sampai stasiun. Intrik-intrik politiknya pun sudah sangat mengkhawatirkan, pernah pada sebuah acara salah satu acara ada orang yang menyelundupkan kado berupa kotoran manusia yang dibungkus rapi dalam sebuah kaca tertutup.
sumber: anotherbrickinwall.blogspot.com Rasis Sudah bukan sesuatu yang wah lagi. Rasis sudah seperti tempat judi tadi, seolah halal. Jika kita berjalan-jalan, tak jarang akan ada pamflet kecil lowongan pekerjaan. Biasanya tertera syarat seperti Melayu Only, China atau India. Hal ini adalah kode keagamaan dimana tiga etnis tersebut memang beda agama. Tak cukup sampai di situ, pada banyak pidato kampanye dari kubu partai pemerintahan terdapat banyak pesan-pesan rasis yang tidak ada ampun untuk kaum non muslim. Maklum, agama sudah jadi barang dagangan. Baik oposisi maupun pemerintah sama-sama memanfaatkan komuditas agama, bedanya pihak oposisi lebih mengakomodir non muslim (etnis China dan India). Kostum dan Komoditas Ada kalimat “kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang sedang tinggal di Indonesia”. Banyak tokoh yang sudah mengatakan hal ini tanpa saya tau siapa pencetusnya. Tapi ini menarik karena segelintir kaum ekstrimis menginginkan Indonesia menjadi Negara khilafah. Sementara NU dan Muhammadiyah sebagai kelompok muslim yang sudah ada sejak zaman penjajahan, yang memiliki banyak perbedaan, justru sepakat untuk menolak sistem khilafah. Nampak jelas pondasi pengertian serta pemahaman kubu pro khilafah seperti orang-orang yang membaca kitab-kitab terjemahan, bukan melalui penafsiran. Tentu saja pengajian dan ceramah keagamaan di Malaysia itu sangat bagus bagi kita, namun mengapa hal tersebut tidak berbanding lurus dengan perbaikan moral? Silahkan Malaysia mengklaim sebagai Negara islam, namun mengapa perjudian di sana sangat dihalalkan dan terbuka tanpa sembunyi-sembunyi? Andai remaja perempuan yang dipeluk itu tidak mengenakan jilbab (namun muslim) mungkinkah akan seramai sekarang? Pasti ada yang salah dengan pemahaman dan pola pikir muslim di Malaysia, dan ini jangan sampai terjadi di Negara kita. Kadang kita memang lebih suka menghujat dibanding menawarkan jalan keluar. Saya tidak bisa menyalahkan ceramah keagamaan dan pengajian yang diselenggarakan, namun terlalu fokus pada dalil-dalil tanpa menyentuh contoh sosial-budaya hanya akan mencipta pemahaman kosong. Daripada menyalah-nyalahkan hamil di luar nikah yang sudah terjadi, lebih baik menerima dan mencarikan solusi. Antisipasi dan reaksi bisa kita lancarkan jika sesuatu belum terjadi. Meskipun Indonesia tidak menyatakan sebagai Negara islam, tetap saja kita harus bersyukur tempat perjudian di Negara ini tidak seperi minimarket yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Meski sudah banyak artis internasional datang, kita bisa menahan agar tidak ada adegan muslimah dicium artis Kpop di atas panggung.Sekalipun ada orang yang masih rasis dan tidak toleran, beruntung mayoritas masyarakat Indonesia benar-benar menjunjung tinggi Pancasila. Walaupun kubu sebelah menjadikan agama sebagai dagangan, tetaplah akal sehat yang memenangkanya (maaf bukan gagal move on, sebagai contoh saja: Jokowi meski diserang dari sisi agama, difitnah China, tabloid obor merajalela, ternyata masyarakat lebih menghendakinya) Karena kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun