Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pesan Presiden dan TNI pada Mafia Bola Serta PSSI

15 November 2015   04:34 Diperbarui: 15 November 2015   17:04 5383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak hal lucu dan unik yang saya lihat dari pagelaran Jendral Sudirman Cup di Net televisi masa kini. Harus kita apresiasi setinggi-tingginya untuk Net yang telah mencoba menyuguhkan tayangan berkelas serta berbeda selama kompetisi berlangsung. Jika diperhatikan, pemandangan tak biasa itu hadir dari view atas. Meski kamera yang digunakan tidak sebaik milik televisi eropa saat menayangkan piala dunia atau liga champion, tapi hal tersebut tetap menarik. Beberapa sudut pengambilan corner juga menarik dan menurut saya sangat baru untuk televisi di Indonesia. Selain itu saya baru menyadari bahwa kualitas gambar Net ternyata lebih baik dari beberapa televisi lainnya.

Keseriusan Net dalam menayangkan setiap laga pada Jendral Sudirman Cup berbanding lurus dengan keseriusan pemerintah untuk menata sepak bola nasional. Pada acara pembukaan, Presiden Jokowi hadir langsung dan melalukan kick off perdana, sama seperti Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden. Saya tidak tau apakah di negara lain ini pernah terjadi? Tapi kalaupun ada, pasti sangat jarang sekali.

Mungkin ini agak lebay ya, tapi harus saya katakan rasanya indah sekali melihat Presiden berlari dari tribun atas, ingat ya, berlari menuruni tangga. Membagikan bola yang sudah ditanda tangani ke penonton. Setelah itu saat melakukan kick off, Presiden juga berlari ke tengah lapangan lalu kembali ke pinggir.

Lebih dari itu, ada pesan kuat yang ingin disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada seluruh masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya mafia bola. Dalam jadwal padat seorang pimpinan negara, Presiden Jokowi selalu memastikan hadir di tiga pembukaan dan dua kali penutupan kompetisi yang diadakan oleh tim transisi. Pesan itu adalah: Presiden Indonesia peduli dengan sepak bola nasional dan mendukung penuh dibentuknya organisasi serta liga yang profesional. Presiden juga mendukung pemberantasan mafia bola.

Kalau ada yang masih ingat, beberapa bulan yang lalu Menpora dan PSSI sempat satu panggung di program Mata Najwa. Hinca Panjaitan seperti biasa tampil bodoh dan absurd dalam menjawab dan memberikan pernyataan. Paling bodoh adalah mengatakan bahwa sepak bola milik FIFA. Saya ingat betul Najwa sangat gemas dengan pernyataan Hinca, sehingga melemparkan pertanyaan yang sama "sepak bola Indonesia milik siapa?" Kepada Menpora yang saat itu duduk di sebalah Hinca. Imam Nahrowi pun menjawab dengan santai namun tegas "milik rakyat Indonesia."

PSSI yang sejak Nurdin Halid selalu ngeyel dan terlanjur percaya diri dengan kekuatannya. Mereka menganggap pemerintah sama sekali tidak memiliki hak mencampuri urusan PSSI dan sepak bola. Selama ini mereka selalu berlindung di balik kalimat sakti "statuta FIFA."

Para mafia PSSI ini selalu berhasil menakut-nakuti semua orang, dari Presiden, menteri, sporter hingga tim sepak bola dengan ancaman hukuman FIFA. Sudah beberapa kali berganti menteri, namun PSSI tetap kokoh tanpa halangan berarti. Revolusi yang dulu dicita-citakan oleh kubu Djohar Arifin, berhasil dikuasai kembali oleh para mafia yang masuk ke dalam organisasi PSSI. Siapa saja? Saya yakin banyak yang sudah tau nama-namanya. Apapun upaya yang dilakukan pemerintah selalu berhasil dijinakkan dengan sihir statuta FIFA. Sehingga menteri olahraga yang sebenarnya hanya 'tukang foto' itu pun manggut-manggut saja memfasiltasi para mafia agar tetap berjaya.

Di bawah kabinet kerja dan doa, PSSI yang tetap ngeyel dan semena-mena dengan aturan dan hukum di Indonesia harus berhadapan dengan Menpora Imam Nahrowi. Tak tanggung-tanggung, PSSI dibekukan. Skenario menakut-nakuti sanksi FIFA pun dilancarkan kembali. Ragam surat dan kometar dibuat untuk merayu pemerintah agar mencabut pembekuan tersebut. Karena tak berhasil, maka mereka mulai melakukan ancaman-ancaman. Ke pengadilan. Hasilnya PSSI menang. Namun apakah hal ini selesai? NO. Peradilan dengan hakim tak jelas itupun hanya angin lalu. Menpora tetap membekukan PSSI.

Hasil dari perseteruan ini liga dihentikan dan Indonesia mendapat sanksi FIFA. Rakyat dan sporter coba dimanfaatkan untuk membuat opini publik menyerang pemerintah. Liga yang coba digagas oleh tim transisi bentukan Menpora gagal bergulir karena klub ISL menolak tidak mau ikut. Bahkan lebih tragis lagi beberapa klub besar seperti Persipura, Persib, Persiba Balikpapan, Semen Padang, dan Mitra Kukar menyatakan membubarkan diri.

Namun pemerintah melalui Menpora terus bertahan dari segala serangan dan tetap fokus mengadakan Piala Kemerdekaan, Piala Presiden dan sekarang Jendral Sudirman Cup.

Dalam perjalanannya, terutama pada saat Piala Kemerdekaan, mafia-mafia PSSI kembali menakut-nakuti klub agar tidak ada yang boleh ikut. Jika tidak maka akan dikenakan sanksi oleh PSSI. Jadilah meski tim transisi sudah mengirimkan surat undangan pada klub devisi utama, namun lama sekali memberikan balasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun