La Nyalla dalam bahasa Madura artinya mengganggu, ngerecokin dan sejenisnya. Menjadi menarik karena La Nyalla adalah nama seorang mantan ketua KPSI yang berhasil mengakuisisi PSSI beberapa tahun yang lalu kini sedang berhadapan dengan Menpora Imam Nahwrowi yang berasal dari Madura. Katakanlah ini kebetulan, tetap saja kebetulan yang cukup lucu.
Masih segar di ingatan kita bagaimana getolnya Arifin Panigoro bersama rekan-rekan bisnisnya berusaha merobohkan mafia sepak bola PSSI dengan membuat liga tandingan IPL. Aksi ini disambut baik oleh masyarakat yang kemudian berdemo secara serentak menyuarakan revolusi PSSI. Hasilnya? Djohar Arifin menjadi ketum PSSI. Namun itu hanya sementara, La Nyalla dan kelompoknya berhasil berkuasa dan kembali ke PSSI via islah menpora. Perjuangan revolusi PSSI gagal total karena tanpa dukungan pemerintah. Djohar hanya jadi ketum boneka dan PSSI kembali berada di tangan mafia sepak bola. Kemenangan revolusi PSSI rupanya hanya kemenangan semu, karena pemerintah era SBY tidak mampu menangani atau bisa disimpulkan kongkalikong demi 'kesejahteran' mafia sepak bola nasional.
Waktu berlalu, sepak bola nasional berjalan mundur tanpa perbaikan sama sekali. Menteri-menteri sebelumnya tak pernah ada yang berani mengatur PSSI dan PSSI juga dengan arogannya mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh intervensi atau FIFA akan memberikan sanksi.
Namun kini era Jokowi, zamannya bersih-bersih mafia. Dari ikan, migas dan kini sepak bola. Imam Nahrowi yang secara hubungan emosional lebih dekat dengan bonek Surabaya yang selama ini diacak-acak oleh PSSI sepertinya sangat pas untuk menjadi Menpora. Keputusannya 17 April 2015 lalu untuk membekukan PSSI adalah keputusan yang sangat amat dinanti oleh mayoritas masyarakat pencinta sepak bola Indonesia. Keputusan sangat berani yang memberi harapan baru bagi terciptanya iklim sepak bola yang profesional dan kondusif. Untuk itu mari kita dukung Menpora dan saya mewakili teman-teman ingin mengucapkan terima kasih sudah mendengar aspirasi rakyat Indonesia.
Lucunya, setelah Menpora keluarkan keputusan membekukan dan mengambil alih sepak bola nasional, La Nyalla menang secara mellow di KLB Surabaya karena Djohar dan Joko Driyono mundur tanpa alasan di menit akhir. Ini ibarat ARB atau Hatta Rajasa sebagai ketum lama tiba-tiba mundur di pemilihan ketum partai, sangat tidak masuk akal. Pusing pala barbie.
Tapi ya sudah terserah La Nyalla dan antek-anteknya, yang penting Menpora sudah membekukan. Selanjutnya mari kita nikmati saja komedi dari logika jongkok seorang ketum PSSI ilegal. Berikut ini tanggapan seorang La Nyalla atas pembekuan PSSI.
"Kami tidak mengikuti keputusan Menpora. Keputusan dari hasil kongres ini akan terus berjalan, dan kami akan tetap mengikuti aturan FIFA"
Enak saja tidak mau mengikuti, PSSI itu ada di Indonesia Pak, ya harus ikut aturan lah. Kalau tidak mau ikut ya anda pindah saja ke Swiss sana.
"Menpora ini cuma tidak mengerti, hari senin saya akan menghadap. Menjelaskan yang sebenarnya, karena beliau ini kasihan karena hanya mendapat masukan dari sisi sebelah saja. Tidak pernah mendapatkan masukan yang benar"
Pak La Nyalla, andalah yang tidak mengerti. PSSI itu sudah dapat teguran dan surat peringatan sampai tiga kali tapi tidak pernah direspon. Anda tau sakitnya di mana? Makanya kalau sekarang PSSI kena sanksi dan dibekukan, yang tidak mengerti itu kalian. Ditegur berkali-kali kok tidak direspon? Bolot saja diteriaki dua kali bisa dengar kok. Anda telinganya di mana?
Menpora sekarang memang tidak bisa diberi masukan dari PSSI, apalagi mafia. Ingat, ini era Jokowi, zamannya bersih-bersih mafia. Menterinya mendapat masukan dari masyarakat, bukan dari mafia. Mikir!