Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika MMM (Penipuan) Beriklan di TV dan Koran

18 Maret 2015   05:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:30 4804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426669314598988406

[caption id="attachment_403746" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi Kompasiana | Foto: Bowo Bagus - Kompasianer Hobi Jepret"][/caption] Pernahkah terlintas di pikiran kita jika suatu saat nanti rental tubuh atau PSK, ISIS atau terorisme dan hal-hal yang selama ini berusaha kita hindari malah beriklan di televisi nasional atau koran-koran cetak? Pernahkah terbayang misalnya "bergabunglah bersama kami, ISIS, gaji 200 juta perbulan, hubungi ...." Jujur saja saya mulai khawatir pada akhirnya iklan-iklan tersebut akan benar-benar ada. Beberapa hari yang lalu seorang teman menyodorkan koran Jawa Pos cetak yang berisi iklan tentang MMM satu halaman penuh. Luar biasa. Bagi anda yang belum tau MMM, saya sudah pernah menuliskannya jauh sebelum media mainstream atau televisi memberitakan bahwa MMM adalah penipuan, MMM Penipuan Baru yang Meresahkan, Saya menulisnya justru saat MMM masih lancar jaya. Awalnya saya pikir itu hanya akal-akalan leader untuk mendapat posisi tawar yang lebih kuat karena sebelumnya sudah mendapat citra negatif. Sehingga saat mereka presentasi bisa 'membanggakan' iklan tersebut dan orang akan lebih mudah percaya. Namun saat saya jelaskan prediksi tersebut, si teman ini malah menjawab bahwa iklan MMM itu bukan sekali dua kali, tapi sudah lebih dari seminggu. [caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="dokumen pribadi"][/caption] Mendengar jawaban seperti itu saya menahan diri untuk tidak merespon. Saya rasa masyarakat sudah banyak yang tau dan bahkan pernah merasakan sendiri ditipu oleh MMM. Namun semalam saat duduk menonton teve, ada iklan MMM yang diperankan oleh suami istri yang menceritakan kesuksesannya karena MMM. Renovasi rumah dan dapur. Pikiran langsung mengarah pada setahun yang lalu saat saya memberanikan diri menuliskan MMM. Ada banyak teman akrab yang mendadak memusuhi karena mereka tau sayalah yang menulis di Kompasiana ini. Ancaman dilaporkan ke polisi sudah sering saya dapatkan, baik di Malaysia maupun Indonesia. Belum lagi komentar cacian dan makian di facebook dan kompasiana sudah tak terhitung jumlahnya. Semua itu kian santer saat saya secara gamblang menuliskan bahwa MMM adalah penipuan. Semua konsekuensi tersebut belakangan memudar karena prediksi saya bahwa MMM akan tutup dalam 6 bulan benar-benar akurat. Malah tak sampai 6 bulan. Saya menulisnya 4 Maret 2014, Juni sudah mulai kolaps. Dan Agustus semua orang sadar bahwa MMM adalah penipuan. Banyak rupiah yang hilang, sawah yang terlanjur dijual, rumah yang terlanjur digadaikan jatuh tempo, perkelahian dan kekacauan benar-benar terjadi. Media mainstream berbondong-bondong memberitakan MMM, dari teve, koran cetak dan online semua membahas penipuan ini. Namun itu hanya sebentar, benar-benar seperti angin lalu. Dalam sekejap sudah lahir penipuan baru, yakni SSS yang juga sudah saya tuliskan, Setelah (Penipuan) MMM Muncul SSS, Pemerintah dan Media Harus Tanggapi Serius. Setelah itupun mungkin masih banyak penipuan-penipuan baru yang hanya ganti kostum dan nama yang luput dari pantauan saya. Setahun berlalu, kini MMM muncul lagi. Tak tanggung-tanggung, mereka langsung menyasar koran cetak Jawa Pos, tvone dan globaltv. Sampai tulisan ini dibuat, setidaknya sudah 3 slot saya lihat iklan penipuan MMM ini tayang di tvone pada salah satu program. Saat pindah channel ke globaltv pun tak sengaja kembali disuguhi iklan penipuan ini. Mungkinkah di stasiun teve lain juga ada iklan tersebut? Entahlah. Saat MMM beriklan di koran Jawa Pos, saya sudah sedikit bisa mengira-ngira biaya yang mereka keluarkan untuk promosi. Saya pikir logis saja dalam kalkulasi bisnis, sekalipun ini penipuan. Namun saat tayang di televisi nasional, saya jadi mulai curiga kali ini niat mereka lebih kuat dari sebelumnya. Jika satu slot iklan 10 juta saja dengan durasi 30 detik, kita sudah bisa melihat nominal yang lumayan bukan? Media dan Pemerintah Dalam Tanda Tanya Belakangan ini sejak derasnya arus informasi, banyak media-media baru (abal-abal) yang menjadi pesaing serius dalam hal mencari uang. Media online berlomba-lomba memburu jumlah hits untuk menaikkan pamornya. Media besar seperti kompas dan seangkatannya sesekali memberitakan berita dengan judul menarik, bahkan tak jarang beritanya pun menurut saya kurang pas atau bukan levelnya kompas. Pernah baca berita tentang lokalisasi terselubung di tempat pariwisata, diberitakan lengkap dengan alamat dan situasi sekitar yang nyaman, jelas sekali nampak seperti kompasianer yang mempromosikan wisata di daerahnya. Namun berita kontroversi semacam itu jarang muncul di kompas, mungkin karena kompas masih ingin mempertahankan kredibelitas dan nama baik yang mereka punya. Berbeda dengan media-media baru yang muncul saat dan pasca pilpres 2014. Media 'lampu merah' begitu banyak beredar online, momentum pilpres yang panas dan melibatkan jutaan netizen aktif dimanfaatkan dengan baik oleh beberapa kalangan untuk mendapat pekerjaan baru. Tak peduli beritanya benar atau salah, bahkan sengaja memberitakan karangan fiksi politik demi mendapat hits dan dilirik netizen. Semua itu bertahan hingga sekarang dengan memanfaatkan pemilih Prabowo yang jumlahnya juga jutaan. Pada situasi seperti sekarang ini, ketara sekali kalau uang sudah berbicara, anda mau apa? Tak pernah terlintas di pikiran saya penipuan MMM akan beriklan di televisi nasional. Benar-benar di luar batas logika saya mengingat sebelum ini media-media tersebutlah yang memberitakan penipuan MMM, lengkap dengan pernyataan OJK. Tapi sekarang mereka seperti sudah lupa, dan malah menerima iklannya. Bagaimanapun media tidak sekedar corong informasi. Media juga butuh dana untuk menggaji karyawan dan biaya operasional. Media juga sebagai bisnis atau usaha yang memiliki hitung-hitunga rupiah. Tapi apakah sesederhana "anda bayar, saya beri"?. Andai sesederhana itu, maka saya mungkin akan kembali terhenyak jika nantinya aliansi 'ayam-ayam kampus' dan yang lainnya juga akan ikut promosi di televisi. Agustus 2014 lalu, saat lahir MMM kostum baru saya sudah menuliskan agar pemerintah dan media bertindak serius memerangi penipuan seperti ini. Namun saat itu mungkin karena negeri ini sedang sibuk pemilu, semua partai dan menteri sedang memikirkan kesibukkanya pasca lengser, tulisan saya hanya menjadi angin lalu. Tidak ada tanggapan sedikitpun, bahkan untuk sekedar mengucapkan "saya prihatin". Kini 2015 rencana penipuan ini sepertinya lebih terstruktur dan terencana. Beriklan di media nasional jelas tidak semudah iklan via sosial media seperti yang mereka lakukan sebelumnya. Targetnya pun pasti lebih besar. Pemerintah harus bekerja serius menangani ini jika tidak ingin timbul masalah sosial. Menteri susi asyik meneggelamkan kapal, BI berkutat dengan perlemahan rupiah, Ahok dengan DPRD, Koruptor vs Laoly, Nenek ditudih mencuri kayu dan sebagainya. Tapi tolong menkominfo dan OJK juga bergerak menangani MMM, SSS dan penipuan sejenisnya. Tolong media kembali mengingatkan, jangan baru memberitakan setelah terjadi masalah, jangan baru berkomentar setelah milyaran rupiah masyarakat raib entah ke mana. Masih banyak masyarakat yang rentan terpedaya dengan penipuan MMM ini. Mereka akan terbius pencitraan karena telah tayang di media nasional, sehingga mungkin akan melupakan kejadian setahun yang lalu. Mereka tidak akan lagi mempermasalahkan legalitas dan sebagainya. Jelas ini potensi besar yang sangat membahayakan di tengah menigkatnya inflasi. Iming-iming cepat kaya pasti akan membutakan nalar dan logika mereka. Saya sebagai kompasianer merasa punya tanggung jawab untuk menuliskan ini. Kalaupun tidak bisa mencegah, setidaknya bisa meminimalisir penipuan massal ini berkembang biak. Sudah banyak teman dan tetangga yang bermasalah gara-gara MMM, masihkah kita akan diam saja? Silahkan dicopas dan dishare sebanyak-banyaknya, saya yakin di luar sana ada banyak orang yang butuh disadarkan. Jika media mainstream sudah bisa dibayar dan pemerintah dari dulu baru bertindak setelah terjadi masalah, mungkin sudah saatnya media sosial melawan, mungkin ini waktunya masyarakat biasa seperti kita bertindak lebih cepat dari pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun