Hidup adalah milik kita masing-masing. Hanya kita dan Tuhan saja lah yang paling tau bagaimana jalan hidup yang sedang atau sudah kita tempuh. Meski begitu, orang-orang di sekeliling kadang sering memberikan komentar dari yang manis sampai ke yang sinis. Ketika kita kadang kehabisan kata-kata untuk menceritakan tentang hidup yang begitu pribadi, orang lain malah dengan mudahnya menilai dan bercerita tentang kehidupan yang kita jalani. Pernah salah seorang teman memperlihatkan sikap yang berbeda, setelah pada kesempatan kami bisa minum kopi dan bercerita banyak hal. Barulah kemudian dia mengaku, "aku iri padamu. Jalan-jalan ke banyak tempat. Sementara fotoku cuma di sekitar rumah". Aku tersenyum dan melihatnya masih dengan muka kesal. Jika mereka tau, ga akan ada iri dan cemburu. Kehidupan selalu memiliki dua sisi. Begitu juga hidupku, kamu ga akan percaya kalau ceritaku lebih terjal dari curhatan-curhatanmu. Gambar-gambar? jadi ceritanya ada santri dari bekasi yang berkunjung dan ingin jalan-jalan Kuala Lumpur - Singapore untuk beberapa hari. Aku ga mampu mengeluarkan banyak uang hanya untuk jalan-jalan dan foto-foto ga jelas. Kalaupun aku sampai di beberapa tempat wisata, itu hanya kebetulan. Seperti karena ada acara kegiatan organisasi atau lagi nemenin teman jalan-jalan. Kemudian temanku mulai salah tingkah dan tersenyum versi orang salah sangka. Ada juga beberapa orang yang menyalahkan, menasehati tanpa solusi tentang beberapa keputusan yang memang merugikan. Mereka hanya bilang "hati-hati, jangan ulangi lagi". Saya terdiam dan membathin "apa yang mereka tau tentang hidupku? bertemu saja cuma beberapa kali seumur hidup" tapi karena mereka adalah orang-orang berumur tua, aku hanya diam dan menghindar. Kadang, ga semua salahnya pernyataan perlu kita luruskan. Biarkan mereka dengan cerita dan citra buruk tentang kita. Dan pastikan waktu akan membuat mereka terdiam dengan sendirinya. Tapi begitulah sebagian manusia, ada yang memang dari lahir lebih suka bernegatif ria. Ketika kita sedang mengalami sebuah keberhasilan, mereka akan berkomentar "kok bisa ya?" atau "ah paling dia...." dan lain sebagainya, masih dengan pikiran negatifnya. Orang lain cuma sok tau tentang hidup kita. Mereka bahkan tak sepersen pun pernah benar-benar tau tentang situasi yang kita hadapi. Mereka yang banyak tau tentang hidup kita malah lebih suka mendengar cerita dan berkomentar ketika diminta. Teman-teman facebook banyak yang curhat tentang masalah hidupnya. Tulisan status yang mengundang prihatin sampai yang kurang etis tercurah ketika mereka emosi. Pernah temanku bilang "Kamu kayaknya ga pernah ada masalah. Statusmu rata semua. Kalo ga tentang politik, motivasi dan filsafat. Ga pernah ada tulisan tentang masalahmu". Aku hanya tersenyum aneh. "Apa yang harus aku curhatkan? cinta? keuangan? kuliah?" Kalau cuma cucian ga kering, kehabisan makanan, keuangan krisis, tugas kuliah numpuk, apa perlu aku curhatkan? apalagi sejenis cinta versi pacaran yang selalu berhasil membuat kebanyakan teman-teman seperti orang gila. Bagiku itu semua adalah batu-batu kecil yang tanpa curhatpun bisa aku selesaikan. Jadi buat apa aku curhat? mungkin kata curhat perlu diganti dengan mengeluh, pungkasku. Aku hanya curhat kepada segelintir orang di bumi ini, hanya ketika aku benar-benar buntu dan perlu teman untuk mendengar atau memberi masukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI