Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, You'll Never Walk Alone

15 Januari 2015   13:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:06 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jauh sebelum nama Budi Gunawan (BG) diusulkan sebagai calon Kapolri oleh Presiden Jokowi, sebenarnya BG adalah calon menteri. Namun karena KPK yang memang sengaja dilibatkan untuk memberi penilaian, maka BG gagal menjadi menteri. Setidaknya begitulah kronologis yang berkembang di masyarakat via media massa.

Jika kita masih ingat soal pengangkatan menteri, sebagian besar media sempat dibuat geram dengan pihak istana yang salah memberikan informasi. Mereka sudah bersiap cukup lama dan menempuh jarak yang jauh karena diarahkan menuju pelabuhan Tanjung Priok, namun setelah menunggu beberapa jam pengumuman atau pelantikan dinyatakan gagal. Menarik sekali untuk melihat tingkah Presiden Jokowi setiap kali ditanya kapan akan melantik menteri? Beliau selalu jawab secepatnya, bisa hari ini, besok atau lusa. Tidak ada waktu yang jelas. Ini membuat saya berpikir bahwa negosiasi politik ala Jokowi berlangsung hingga titik terakhir. Belakangan baru diketahui bahwa penunjukan Menteri Susi Pujiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menuai protes bahkan dari partnernya sendiri, Wapres Jusuf Kalla (JK). Menurut JK, itu keputusan yang sangat riskan dan disadari akan menuai protes publik. Mungkin selain itu, masih ada banyak nama menteri yang diperdebatkan oleh partai pengusung Jokowi-JK.

Soal menteri sudah selesai. Isu negatif soal Bu Susi tidak tamat SMA, bertato dan merokok berhasil diredam oleh kinerja ibu-ibu nyentrik tersebut. Kini fokus publik tertuju pada pencalonan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri.

Sejak keluarnya surat Presiden terkait pemberhentian dan pengangkatan Kapolri yang ditujukan pada DPR 9 Januari 2015, sudah ada banyak respon penolakan karena BG dinilai bermasalah dan distabilo merah oleh KPK. Dari opini hingga petisi digelar tanpa komando. Puncaknya adalah KPK melalui Abraham Samad mengumumkan BG sebagai tersangka pada 13 Januari 2015.

Banyak orang (termasuk saya) beranggapan bahwa DPR akan menolak BG sekalipun KPK tidak menetapkanya sebagai tersangka. Dengan begitu Presiden Jokowi berhasil menyingkirkan BG dari bursa Kapolri yang baru. Namun prediksi tersebut meleset sama sekali karena meski KPK sudah menetapkan BG sebagai tersangka, DPR tetap melanjutkan fit and proper test dan malah menyetujui secara aklamasi. Menarik sekali melihat KIH dan KMP mendadak satu suara.

Kini pilihanya jelas, apakah pendapat KPK atau DPR? Semuanya terserah Presiden Jokowi. Bagi logika sederhana masyarakat umum, tidak susah memilih DPR atau KPK. Karena jelas KPK memiliki rekor zero mistake dan memenangkan semua perkara. Sementara DPR kita semua orang juga sudah tau tingkahnya. Namun apakah KPK kali ini akan salah? Ini yang perlu diperhitungkan juga.

Sudah bukan rahasia lagi kalau ada parpol di kubu KMP menghendaki perlemahan KPK. Bahkan salah satu pimpinan DPR secara tebuka ingin membubarkan lembaga pemberantas korupsi tersebut. Tentu saja dengan bumbu penyedap atau katakanlah kambing hitam paling empuk seperti Zionis, Israel, Amerika dan konspirasi. Jika kali ini KPK kalah, bukan tidak mungkin pada perkembanganya nanti KPK benar-benar akan dibubarkan. Dan hal ini tidak boleh terjadi.

Kini Presiden kita seperti berjalan sendiri, inilah resiko Presiden bukan dari kalangan militer dan ketua umum partai. Menginginkan perubahan total termasuk di tubuh polri, namun kompolnas malah mengajukan nama-nama (5 atau 4 orang) yang sebenarnya sudah tau sama tau bahwa nama-nama tersebut memiliki rapor merah, dimana salah satunya adalah Budi Gunawan si tersangka KPK.

Sadar dirinya tidak akan mendapat dukungan dari pengusungnya sendiri (KIH), Presiden berharap KMP yang selama ini vokal menyerang dirinya untuk kembali melakukan hal yang sama. Namun skenario tersebut nampaknya tidak berhasil, karena politik yanng katanya cair (atau bahasa rakyat: inkonsisten) itu kini memang cair. Asal ada kepentingan dan kesepakatan yang jelas, semua bisa diatur.

Kalau sudah begini, semua pihak tidak ingin disalahkan. Dimulai dari komentar Kompolnas yang menyatakan sudah memperingatkan Presiden Jokowi soal Budi Gunawan. Lucu sekali, bagaimana mungkin mereka masih memaksa menyodorkan nama tersebut jika sudah tau ada catatan buruknya?. DPR juga tidak akan mau disalahkan dengan dalih menjalankan prosedur yang ada.

Namun pasti ada banyak orang bertanya mengapa Presiden Jokowi mengusulkan calon tunggal? Calon yang paling bermasalah pula. Saya tidak bisa mengklaim prediksi ini benar. Namun sepertinya semua nama yang diajukan Kompolnas tidak dikehendaki Presiden. Lalu tidak akan ada gunanya lagi meminta rekomendasi KPK atau PPATK karena memang sudah tidak cocok. Sama seperti pertanyaan Ignasius Jonan yang untuk pertama kalinya membuat tuan rumah Mata Najwa kebingungan "kalau 90 maskapai semuanya bermasalah, kita mau mengawasi yang mana?". Kalau Presiden menilai nama-nama yang diajukan Kompolnas semuanya bermasalah, lalu yang mau 'distabilo' yang mana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun