Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

3 Faktor Memajukan Pariwisata

14 Desember 2014   13:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:20 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batu Cave, pusat ibadah ummat hindu Asia. Patung lapis emas. Ritual keagamaan tetap berlangsung meski banyak wisatawan naik ke atas goa

[caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="Bukit V B29 Lumajang"][/caption] Mungkin banyak dari kita yang memiliki teman orang luar negeri atau pernah tinggal di suatu negara dan mendapat pertanyaan: Indonesia itu sebelah mananya Bali? Rumahmu dekat tidak dengan Bali? Dan seterusnya. Saya pernah mendapat pertanyaan serupa dan ini memang nyata adanya. Bali yang hanya merupakan salah satu pulau dari ribuan yang ada dalam wilayah Republik Indonesia bahkan bisa mengalahkan pamor negaranya sendiri, luar biasa. Sebuah daya tarik pemandangan eksotis dan kearifan lokalnya mampu membuat banyak telinga sangat familiar dengan Bali, mungkin sama seperti saat kita mendengar Maldives. Sebenarnya negeri kita ini memang tanah surga. Bukan hanya soal tanah yang subur, tapi juga kreasi tangan Tuhan yang sangat indah dan menakjubkan. Saya belum bisa membayangkan bagaimana sebuah candi Borobudur bisa sebegitu megahnya, pulau vulkanik (Samosir) yang terbentuk akibat letusan gunung berapi Toba, danau paling romantis di tengah-tengah hutan belantara lengkap dengan dua bukit seperti gambar kita saat SD dan padang sabana membentang luas nan indah di baliknya (Ranu Kumbolo) dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Tanjakan Cinta Ranu Kumbolo"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Danau Toba, Samosir"][/caption] Kebetulan beberapa tempat wisata pernah saya kunjungi secara langsung, dan rupanya memiliki masalah yang sama. Faktor-faktor penyebab yang membuat tempat wisata ini mentok tanpa peningkatan kualitas pelayanan sehingga membuat jumlah pengunjung juga tidak bertambah setiap tahunnya. Berikut ini 3 faktor penyebab atau kendala yang sangat fatal dan perlu segera diperbaiki. 1. Transportasi Umum Selama di Malaysia dan Singapore, saya mendapat banyak pelajaran penting tentang strategi pariwisata dua negara ini. Meskipun Tuhan tidak memberi mereka keindahan alam, namun mereka berhasil membuat tempat wisatanya sendiri. Siapa yang tidak tau Sentosa atau Universal Studio Singapore? Saat mengelilingi Sentosa, saya melihat bagaimana seriusnya pemeritah Singapore untuk mengelola dan menyediakan fasilitas untuk para pengunjung yang datang. Selain transportasi di Singapore secara keseluruhan memang sudah sangat baik, tapi tetap ada pengkhususan untuk Sentosa. Mereka buat MRT khusus hanya untuk bolak-balik 3 stasiun jarak pendek di Sentosa. Di setiap stasiun ini ada ragam wahana gratis tempat orang-orang dari seluruh dunia tumpah ruah. Contoh lain adalah KLCC dan Batu Cave di Malaysia. Dua tempat wisata ini memiliki stasiun khusus yang dilewati oleh kereta. Keluar dari stasiun, kita langsung berada tepat di pintu gerbangnya. Dijamin semua orang tidak perlu bertanya di mana tempat wisatanya?. [caption id="" align="aligncenter" width="396" caption="Batu Cave, pusat ibadah ummat budha Asia. Patung lapis emas. Ritual keagamaan tetap berlangsung meski banyak wisatawan naik ke atas goa"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="Taman KLCC malam hari"]

Taman KLCC malam hari
Taman KLCC malam hari
[/caption] Mungkin karena tempat wisata di Indonesia berbeda dengan Malaysia atau Singapore, kalau wisata kota seperti Borobudur, Monas atau Ancol memang sudah ada angkutan umum yang menjangkaunya. Namun karena bus yang mengarah ke sana melewati beberapa tempat, setidaknya saya rasa perlu halte yang berhenti di dekat tempat tersebut dengan atau tanpa penumpang yang turun. Ini akan memberi kesan yang baik dan nyaman tanpa takut kelewatan. Sementara karena tempat wisata di Indonesia adalah pemandangan alam seperti gunung dan pantai, kita tetap tidak bisa memberi alasan untuk memaklumi fasilitas buruk untuk sampai di tempat wisata. Di Malaysia ada tempat wisata Genting High Land. Tempat ini berada jauh dari keramaian, di atas bukit dan tidak ada masyarakat yang tinggal di sana kecuali pekerja dan pengunjung. Jarak tempuh dari Kuala Lumpur sekitar 4-5 jam. Uniknya, ada bus khusus untuk ke sana. Semua orang yang ingin ke Genting cukup datang ke terminal/stasiun KL Sentral dan nanti bisa beli tiket on the spot, bisa juga memesan jauh-jauh hari. Nantinya akan diberi pilihan paket dan pilihan jadwal berangkat serta balik ke Kuala Lumpur, mirip seperti jadwal penerbangan. Kemudahan seperti ini akan membuat wisatawan tidak berpikir dua kali untuk datang. Mereka tak perlu khawatir dan was-was bertanya naik angkutan apa? Atau bertanya nanti turun di mana? [caption id="" align="aligncenter" width="648" caption="Bis khusus Kuala Lumpur - Genting High Land"][/caption] 2. Informasi Di KL sentral, ada tempat informasi lengkap tentang letak stasiun, terminal dan sebagainya berupa rambu-rambu arah. Jika tidak familiar, kita bisa bertanya kepada customer service yang berada tepat di depan pintu keluar stasiun, di tengah-tengah keramaian lalu lalang orang berjejer di sebelahnya gerai coklat sampai elektronik. Di Singapore lebih canggih lagi, hampir setiap stasiun ada informasi lengkap berupa peta tempat-tempat menarik yang bisa dikunjungi. Sekalipun kita tidak punya rencana ke tempat tersebut, kalau tertarik, kita bisa saja datang seketika itu juga. Saat berkunjung ke rumah teman di Lumajang, teman saya menyodorkan majalah wisata daerah. Tujuan dia untuk memberi tahu bahwa di Lumajang itu tidak hanya Semeru atau Bukit 2,900. Melihat setiap lembar majalah, saya melihat banyak sekali referensi tempat wisata dari mulai air terjun sampai pantai. Saya merasa jika gambar-gambar tersebut diletakkan di terminal atau di Bus yang melewati Lumajang, setidaknya orang akan tau tempat-tempat tersebut. Karena jangankan orang asing, kadang mereka yang tinggal di Lumajangpun tidak tau tempat wisatanya sendiri. Betul bahwa di google kita bisa melihat banyak informasi, khususnya di web Indonesia Travelsudah banyak foto-foto keindahan negeri ini. Tapi tetap saja harus ada 'navigasi' offline di tempat-tempat umum untuk lebih memudahkan. Saya sempat berpikir tentang papan informasi wisata di setiap bandara yang berada di sekitar kota tersebut. Sepertinya bukan biaya yang mahal dan lebih efektif daripada dimuat dalam majalah daerah. Saya juga membayangkan andai majalah tersebut diletakkan di kantong kursi pesawat (beberapa pesawat sudah ada majalah wisata Indonesia meski masih banyak yang tidak mendapat tempat, hanya dikuasai tempat wisata yang memang sudah terkenal) atau dalam bentuk peta di stasiun, bandara dan terminal, tentu akan lebih efektif dan berpotensi menarik pengunjung. 3. Perbaikan Jalan Setelah transportasi umum dan informasi, yang terakhir perlu kita benahi adalah jalan utama menuju tempat wisata. Saya masih ingat bagaimana bergelombangnya jalan menuju Danau Toba, sempit dan rusaknya jalan menuju Ranu Pane serta jalan yang apa adanya menuju bukit 2,900. Belum lagi kapal penumpang yang sudah sangat mengkhawatirkan menuju pulau Samosir, bahkan tanpa standar keamanan seperti pelampung dan sebagainya. Jujur saya tidak habis pikir, mengapa tempat wisata yang begitu indahnya seperti Toba dan Semeru bisa dibiarkan begitu saja, dengan jalan yang luar biasa rusak. Padahal ini secara tidak langsung akan mewakili citra Indonesia. Apa susahnya membuat jalan yang layak? Bukankah manfaatnya tidak hanya untuk kepentingan wisata? Lihat saja di desa Ranu Pane tempat segala sayuran segar ditanam, andai jalan menuju kota bagus, pasti akan memudahkan banyak orang. [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="jalan menuju bukit 2,900"][/caption] Jika 3 faktor ini sudah diperbaiki, maka tahapan selanjutnya adalah sosialisasi kepala daerah kepada masyarakat setempat untuk bersikap ramah kepada pengunjung. Sekalipun mau mengambil untung banyak dan membedakan harga pribumi dan asing, setidaknya jangan terlalu jauh. Kalau perlu sebutkan saja tax for foreigner yang membedakan harga dengan masyarakat lokal, itu lebih elegan dan bisa dimengerti daripada kita menaikkan sepihak dan diam-diam. Dengan begini saya sangat yakin tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia akan sangat menarik perhatian warga lokal maupun internasional. Dan semoga ke depan tempat wisata kita yang sangat indah ini bisa membuat banyak orang sadar akan betapa indahnya negeri ini. Kita tentu sangat berharap dengan segala perbaikan, tidak ada lagi alasan berwisata di negeri sendiri malah lebih mahal ketimbang ke luar negeri seperti Singapore, Malaysia atau Thailand. [caption id="" align="aligncenter" width="482" caption="yang tinggi menjulang adalah wahana favorit di Genting, Sky Shoot. Terjung dari ketinggian, jika sudah di atas, yang ada hanya awan putih"][/caption] Saat melihat Genting High Land dan Sentosa, saya berimajinasi jika suatu saat bisa membuat perusahaan yang mengelola tempat wisata seperti mereka. Entah itu swasta atau di bawah BUMN, yang jelas mengelola tempat wisata dari mulai transportasi, penginapan sampai promosi. Karena sekarang ini yang ada hanyalah travel. Meski memang baik dan bisa paketan, tapi tetap lebih baik jika ada perusahaan yang bisa mengelola dan menampung berapapun pengunjung tanpa perlu berpikir membawa rombongan minimal untuk mendapat paket. Karena kenyataan di lapangan, pengunjung tetap banyak meski tidak saling kenal. Pada beberapa tempat seperti Bromo dan Semeru sudah sangat siap jika ada perusahaan yang mau mengelola tempat wisata ini. Mungkin juga tempat lain seperti Bunaken, Karimun Jawa, Cepu dan sebagainya. Yang membuat kita atau setidaknya saya berpikir ulang untuk mendatangi tempat-tempat tersebut adalah kendala di jumlah minimal rombongan. Karena kalau berangkat sendiri atau berdua, semua biaya dibebankan pada kita sendiri. Berbeda dengan Genting High Land atau Sentosa, rombongan atau satuan harga tiketnya tetap sama dan sarana transportasi ada kapanpun tanpa perlu menghubungi travel. Meski begitu hal ini tidak menutup peluang travel, karena baik di Malaysia maupun Singapore tetap ada jasa travel dengan paket menarik. [caption id="" align="aligncenter" width="655" caption="sebelum menyebrang ke Sentosa"]
sebelum menyebrang ke Sentosa
sebelum menyebrang ke Sentosa
[/caption] Sebagai penutup, kita semua tau bahwa ada banyak sekali tempat yang lebih indah dari Bali namun semua tempat tersebut memiliki 3 faktor penunjang yang masih bermasalah. Jika 3 hal tadi diperbaiki dan terus dievaluasi serius setiap tahunya, saya rasa wisatawan manca negara akan terus bertambah. Semoga bermanfaat. #WonderfulIndonesia #IndonesiaOnly Semua foto adalah dokumen pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun