Mohon tunggu...
Abqari Alani Syafiqah
Abqari Alani Syafiqah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Renungan tentang Ayah

8 Desember 2012   11:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:59 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya lelah ini membuatku semakin merasakan ketidaknyamanan atas perasaanku sendiri. Selain karena ruang kereta yang pengap, maklum kereta yang sudah tergolong tua masih saja dioperasikan oleh yang berwenang. Tapi jika tidak ada kereta ini, maka mobilisasiku dari tempat tinggal ke perantauan agak sulit.

Setelah beberapa menit mendengar irama roda kereta yang kira-kira bunyinya tuuut tuut gujes gujes, saya merasa bosan ditambah lagi saya tidak bisa mendengarkan musik dari handphone  saya. Lha mau dengerin gimana handphonenya masih dalam rangka perawatan akibat touchscreennya tidak sesensitif seperti pertama kali beli. Harus ganti touchscreen kata si tukang servis, dan kebetulan stok disana sedang habis jadi harus menunggu dari service center pusat dan selesainya maksimal 1 bulan, lama nian....

Dengan senang hati saya akhirnya mengambil buku bacaan dalam tas saya, sembari mengusir kebosanan. Buku religi memang selalu mengisi tas saya, tiap bulan saya budget untuk membeli dua buah buku. Namun bulan ini kedua buku tersebut sama sekali belum tersentuh akibat banyaknya tugas-tugas kuliah yang dosen bebankan kepada saya. Ah...ternyata membaca pun membuatku suntuk, akhirnya aku teringat agar memberika kabar ke keluarga saya bahwa saya akan pulang. Karena hari sudah beranjak malam, maka saya meminta jemput di tempat biasa mereka menjemput saya. Setelah selesai mengirim sms, saya menunggu balasan sembari memandang keluar jendela dan merenungi kalimat demi kalimat yang baru saja saya baca. Begitu indahnya karunia Allah, begitu besar kebesaranNya yang meliputi langit dan bumi, lalu mengapa masih saja banyak manusia yang ingkar padaNya.

Setelah melamun beberapa menit akhirnya saya mendapat balasan, dari ayah saya ternyata. Balasan beliau adalah menawarkan agar saya dijemput di stasiun saja. Oh senangnya pikirku, beliau memang ayah yang baik. Aku baru menyadarinya, karena beberapa tahun yang lalu sikap beliau tidak seperti itu terhadapku. Beberapa tahun yang lalu hubungan kami bermasalah, mungkin karena aku tergolong anak bandel, terlalu idealis, atau memang sedang dalam rangka pencarian jati diri. Sering saya kena marah karena hal-hal kecil. Mungkin beliau sudah muak dengan kelakuan saya yang agak bandel ini. Istilahnya mberung, ya memang saya yang sekarang berbeda dari saya yang dulu (Insya Allah) kepribadian saya lebih baik dari yang dulu. Rasanya ingin menangis membayangkan bagaimana saya dulu, dirumah saya sendiri seperti tidak punya siapa-siapa, hanya ibu yang selalu menguatkan saya sekalipun saya punya dua saudara.

Jika saya berpikir tentang berapa umur ayah sekarang, ya umur ayah saya sudah setengah abad, sudah tergolong tua bagi saya yang masih berumur di awal 20an tahun. Beliau seorang pekerja keras, dengan kadar humoris yang lumayan tinggi, hal itu juga menurun pada saya. Katanya ibu itu bawaaan dari mbah kakung ayah dari ayah saya. Saya kembali teringat bagaimana dia bolak balik dari rumah ke perantauan saya sekarang, saat mengurus kegiatan saya yang diterima di salah satu perguruan tinggi ternama di Yogyakarta. Betapa kedua orang tua saya sangat bahagia, mengingat saya ini memang malas sekali belajar. Apalagi saya diterima di fakultas serta jurusan yang bonafit di Universitas itu. Bertambahlah kebahagiaan orang tua saya.

Justru terkadang saya tidak mengerti mengapa saya bisa diterima, seingat saya waktu mengerjakan soal Ujian Masuk hanya beberapa yang bisa saya kerjakan, yang lainnya sama sekali tidak bisa. Bisanya hanya menjawab dengan ngarang saja. hehehehe

Alhamdulillah, sejak saat itu hubunganku dengan ayahku semakin membaik hingga saat ini, dan saya semakin merasakan kasih sayang yang ayah berikan semakin besar. Aduh...ini air mata sulit terbendung saat saya menulis hal ini. Setiap kali saya melihat ayah saya, ada harapan begitu besar yang ayah gantungkan pada saya. Hal itu bisa saya lihat dari mata beliau. Semoga Allah mendengarkan doa kedua orang tua saya untuk anak-anaknya, doa untuk keimanan, kesuksesan dunia dan akhirat. Aamiin

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun