Mohon tunggu...
Roeslan Hasyim
Roeslan Hasyim Mohon Tunggu... Editor - Cerpen Mingguan

Penyiar Radio Mahardhika Bondowoso, Pengajar Prodi PSPTV dan Perfilman SMKN 1 Bondowoso

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ingin Pulang Seperti Janji di Awal

29 Maret 2021   16:26 Diperbarui: 29 Maret 2021   16:36 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
independentarabia.com

Aku sangat beryukur karena setiap sore tak perlu lagi memasak sendiri sejak beberapa tahun belakangan ini. Selalu saja ada sepiring nasi dan lauk pauk beserta makanan penutupnya yang selalu dihidangkan oleh tetangga dan diantar oleh perempuan muda mempesona. Bukan hanya sayur singkong, telur goreng dan ayam goreng yang aku dapatkan. 

Menu-menu lainnya seperti nasi pecel, soto, rawon, sayur asam, atau makanan lainnya. Aku berpikir bahwa apa yang dimakan di rumah mewah itu, juga menjadi hidanganku dan para tetangga, yang senasib denganku. Namun, sayur singkong dan teman-temannya adalah makanan spesial yang paling aku suka, dan aku selalu menikmatinya ketika hari jumat sore akan segera pergi, meninggalkan matahari di ufuk barat dan menemui sang bintang kala malam telah datang.

Memiliki tetangga yang sangat peduli dengan orang-orang di sekitarnya, tentu sangatlah membahagiakan. Apalagi, buatku yang kerjanya serabutan, makan seadanya bahkan terkadang harus puasa kala pagi dan siang saat tak ada makanan yang bisa dimasak untuk mengisi perut yang sedang berteriak. Hanya sore harilah yang selalu menyelamatkanku dari getirnya pemberontakan pencernaan karena tersulut rasa lapar.

*

Ini hari jumat terakhir di bulan ini. Seperti biasa, seperti binatang yang dipelihara, memiliki naluri menunggu makanan dari sang majikannya, aku pun sama. Sore ini harusnya aku mendapatkan jatah makan dari tetangga yang kaya di seberang rumah.

"Ass.wr.wb Pak. Bapak, pak, pak." Teriakan suara perempuan muda yang aku kenal.

"Maaf ya pak. Nganter nasinya sampe jam segini." Seru perempuan itu, yang telah biasa memberiku makanan setiap sore di teras depan rumah.

 " Iya dek. Nggak apa-apa," balasku dengan senyum bahagia karena setelah makan terakhir sore kemarin, aku tak lagi mengisi perut, bahkan hanya dengan secuil makanan. Hanya beberapa gelas air yang aku masukkan ke dalam sistem pencernaan, agar perutku yang kelaparan tidak berteriak lantang, seperti pendemo yang menuntut keadilan.

Namun, ada yang sedikit janggal hari ini. Selain memang makanan yang diantar telat sampai jam 9 malam, makanan yang aku nikmati kali ini terasa berbeda meskipun masih dengan menu yang sama, sayur singkong, sambal, telur goreng dan ayam goreng.

Aku berpikir bahwa seseorang yang memasak makanan kali ini adalah orang yang berbeda, benar-benar berbeda dan tak seperti biasanya. Rasa sambal yang seharusnya manis, pedas dan gurih, kali ini justru tak ada rasa manis meskipun hanya sedikit. Ayam goreng yang khas dengan aroma bawang putih, tak tercium di hidungku. Bahkan telur goreng yang biasanya dibuat dengan dikocok terlebih dahulu, kali ini justru disajikan dengan telur mata sapi. Semua ini memunculkan rasa penasaran, lebih tepatnya menimbulkan tanya, " apakah sedang terjadi sesuatu?" pikirku.

"Ah sudahlah," menghela nafas dalam-dalam, mengusir tanya yang sedang berulang-ulang muncul di kepala. Aku terus berusaha memejamkan mata, setelah makanan terakhir hari ini aku nikmati meski tak senikmat makanan yang dibuat mantan istri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun