"Iya. Kita akan tinggal di sini."
"Seterusnya Abah?" tanyaku penasaran.
"Iya. Jadi kamu harus betah ya. Karena hanya rumah ini yang kita punya sekarang. Rumah yang di kota sudah ayah berikan untuk negara."
Aku sedikit tercengang dengan apa yang dikatakan Abah. Karena rasa penasaran, aku mengambil kursi dan duduk di sebelah Abah.
"Maksud Abah apa tadi. Rumah kita diberikan pada negara, bukannya dijual?"
"Begini cantik. Kamu inget kan pesan ibu?"
"Inget Abah."
"Apa coba?"
"Untuk jagain Abah." Aku tersenyum manis pada Abah, Abah pun membalas senyumku dengan senyuman yang sedikit dipaksakan. Mungkin Abah sadar, bahwa aku tak pernah mengerti dan tak tahu apa pesan ibu. Terdiam sejenak, lalu Abah mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
**
Pemilihan telah usai, sebagian besar orang berteriak-teriak senang, dan yang lainnya merasa kecewa karena presiden yang mereka dukung kalah dalam pemilihan presiden untuk ketiga kalinya. Sejak saat itu, pembangunan besar-besaran terus dilakukan dengan alasan mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.