Mohon tunggu...
Alang Alang
Alang Alang Mohon Tunggu... lainnya -

ndeso

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pagi di Gubug Tua

18 Juni 2012   00:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:51 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagi menyapa, serupa kicau burung di ranting kering..
Suaranya mengalun menembus batas kesunyian..
Berlomba memecah hening bersama riak arus air yang mengalir..
Serupa bahasa alam yang tak pernah bisa kumengerti..

Sementara aroma kopi menyeruak, menerabas dinding gubug ditepian desa..
Kilau embun dipucuk daun, seperti mutiara di terpa sinar sang fajar..
Kabut kabut yang membelit puncak bukit lenyap tinggalkan jejak senyap yang meruap..

Tapi ntahlah seperti ada yang kosong didinding hati..
Ada apa pagi ?
Adakah sebait puisi sekedar penghapus sepi hari ini ?
Diam batu tak memberiku cerita baru..
Ceruk sungai yang mengalir, tak pulangkan waktu yang bergulir..
Suara nyanyian burung itu adalah senandung hati yang terkurung..
Terkungkung dalam lingkaran waktu tanpa ujung..

Terjebak jiwa dalam hamparan sunyi..
Teriak sembari berlari menyeret mimpi, mencari sesuatu pada detak waktu yang tak pernah menunggu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun