Dalam lubang di dadanya penyataan dan pertanyaan masih deras mengalir
Melihat getir duri duri dari rasa benci yang bersautan bagai guntur dan petir
Yang sedang mengamuk hebat
Bak ombak berang meninju karang yang tak mau minggir
~
Ia keheranan melihat sebagian orang dengan garang menelanjangi saudaranya !
Kepala mereka sepanas matahariÂ
Gemar ribut ribut soal atribut
" Biar tak tersesat " kata merekaÂ
~
Sendu lagu lagu peninggalan pendahulu tak mampu mendinginkannya
Lamat lamat di lembah lembah, gunung atau di lebatnya hutan, terdengar tangisÂ
Yang ia tangisi adalah cinta yang lahir dari pengorbanan
Cinta yang sekarat terbakar api kesumat dan luka di dadanya kembali bertanya
~
Kenapa cucu cucunya saling tuding ?
Apakah ini masih bawah langit kota yang sama...?
Hatinya terluka penuh duka cita
Wajahnya kelam, sekelam mendung menggulung di langit kota.
~
Lelaki yang hampir seabad itu menatap ngilu jajaran nisan kawan lamanya
Cemas, geram dan gelisah mengamuk di dadanya
Selepas menebar bunga dan doa ia menatap langit
Guntur dan petir bersahutan
" Ssstt... Para penghuni sedang tidur " katanya sembari mengayunkan kaki
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI