Mohon tunggu...
Alan Arrofiqi
Alan Arrofiqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup

Belajar menulis meski ingin ditulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implikasi Hukum KTP-el Penduduk Indonesia Demi Ambisi Pemerintah

17 April 2022   22:38 Diperbarui: 17 April 2022   22:43 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Alan Arrofiqi (204102030028) 

Dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Politik Hukum

Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan pernyataan Wakil Ketua Komisi II  DPR RI Luqman Hakim yang mengatakan hampir 200 jt data kependudukan di Kemendagri terancam hilang. Hal ini kemudian diklarifikasi oleh Zudan selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Bahwasannya ada ratusan perangkat keras berupa server yang digunakan untuk perekaman KTP elektronik (KTP-el) usianya sudah lebih dari 10 tahun,ini berarti masa garansinya telah habis. Belum lagi spare part perangkat itu sudah tidak diproduksi lagi. Meskipun begitu data kependudukan tetap aman karena Dukcapil Kemendagri memiliki storage yang cukup untuk back up data kependudukan.

Pihak Dukcapil Kemendagri mengupayakan untuk peremajaan perangkat keras ini,namun belum ada anggaran.

Penulis sangat menyayangkan kejadian seperti ini. Pasalnya,jika dilihat dari kegiatan pemerintah pusat mereka menggunakan anggaran negara untuk suatu hal yang tidak terlalu mendesak. Seperti pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur misalnya. Sebenarnya hal ini hanya ambisi pemerintah yang tidak perlu di realisasi dulu. Sebab,masih banyak hal-hal yang lebih mendesak daripada hanya sekadar pemindahan ibu kota yang sebelumnya mapan dan tidak ada masalah.
Data yang penulis peroleh,bahwa sekitar Rp.30 triliun dianggarankan untuk kepentingan ibu kota baru yang sebenarnya tidak terlalu mendesak itu.
Hal ini kemudian menciptakan implikasi hukum antara kebutuhan peremajaan perangkat keras KTP-el dan pemindahan ibu kota. Dukcapil Kemendagri memuat data kependudukan seluruh masyarakat Indonesia hal ini sama saja bahwa perangkat keras yang butuh peremajaan adalah kebutuhan seluruh masyarakat untuk menjamin data-data kependudukan mereka. Sedangkan pemindahan ibu kota,masyarakat tidak terlalu butuh untuk itu. Apalagi jika dilihat dari kemapanan Jakarta yang masih bisa untuk dijadikan ibu kota. Pertanyaannya,mengapa pemindahan ibu kota yang tidak terlalu penting dan membutuhkan anggaran negara yang banyak dapat mengesampingkan kebutuhan seluruh masyarakat?

Oleh karena itu,memiliki skala prioritas untuk tata kelola kebutuhan negara adalah hal yang ideal agar pemerintah dapat mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan mendesak daripada hal yang hanya sekadar ambisi dan tidak terlalu butuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun