Mohon tunggu...
Alan Darmasaputra
Alan Darmasaputra Mohon Tunggu... -

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan Sang Petarung (Bagian 3)

23 Oktober 2012   18:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:28 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akhirnya kami tiba di sebuah gudang kontainer di daerah Bekasi, yang letaknya berada di pinggir Jakarta. Dari jauh pun sudah bisa terlihat beberapa mobil, motor, dan sekerumunan orang yang berkumpul di tengah-tengah lapangan di gudang kontainer ini. Rata-rata yang berkumpul di situ adalah para orang kaya, yang betul-betul berjudi dan mempertaruhkan uangnya untuk melihat pertarungan bawah tanah ini. Mereka semua menunggu kedatangan kami. Tak sabar menunggu diadakannya hiburan yang brutal dan sangat berbahaya.

Ary dan aku segera turun dari mobil. Ary menyuruhku untuk menunggu sebentar, dia ingin bernegosiasi mengenai harga taruhan pertarungan ini. Dia berjalan menghampiri para orang kaya tersebut yang masing-masing ditemani kolega, pengawal pribadi, maupun anak-anak buahnya. Sebagian besar orang memperhatikanku dengan pandangan sinis. Berkeyakinan bahwa aku pasti kalah dalam pertarungan ini. Aku pasti akan segera habis dibantai si petarung Brazil itu. Ary masih sementara bernegosiasi dengan Andrie, si ‘calo’ pertandingan ini, Johan, si konglomera kaya yang bersetelkan jas kulit ular dan bertopi koboi Amerika, dan seorang lagi besetelan jas hitam yang sama sekali tidak kukenali. Sesekali mereka menatap ke arahku dan ke seseorang yang sedang berada di dalam mobil sedan Toyota Lancer hitam. Mobil itu dijaga dari luar oleh dua orang berjas hitam.

Negosiasi sepertinya tidak berlangsung lama, hanya berlangsung selama beberapa menit. Ary berjabat tangan dengan Johan dan seorang bersetelan jas hitam sebagai tanda sepakat akan harga negosiasi taruhan pertarungan ini. Bisa kulihat tawa percaya diri dari Johan. Johan merasa yakin bahwa petarung andalannya kali ini pasti akan mengalahkanku. Ary hanya terlihat tenang dan segera menghampiriku, lalu menceritakan hasil negosiasi tersebut.

“Gua udah negosiasi ama mereka...”,

“Lu lihat orang yang itu? Yang nego ma gua barusan, yang bareng Johan. Lu lihat?”, tunjuknya ke arah pria bersetelan jas hitam tersebut yang bersama Johan. Aku mengangguk. “Orang itu namanya Hardi. Dia ngejagoin elu. Dia berani bayar 8 juta kalo lu bisa ngalahin petarung Brazil-nya si Johan, dan gua udah deal ama dia mengenai harga negosiasi ini.”, lanjutnya lagi sambil menegaskan hasil negosiasi tersebut. Aku melihat ke arah pria itu. Dia balas melihatku dan tersenyum yakin kepadaku.

“Oke. Berapapun harganya, gua bakal tarung. Gak masalah buat gua.”, aku hanya berkata tenang. Menyetujui hasil negosiasi itu. “Hmm, oke lah kalo gitu. Sekarang, persiapin diri lu. Inget saran gua yang tadi di mobil. Oke?”, Ary mengingatkanku kembali akan sarannya di mobil tadi sebelum menepuk bahuku. Aku mengangguk mantap, mengiyakan bahwa aku mengingatnya.

Aku berjalan ke tengah-tengah lingkaran kerumunan orang-orang ini sambil mengenal MMA gloves milikku sendiri. Kedatanganku disambut dengan ricuh oleh sebagian besar mereka yang menganggap bahwa aku pasti akan kalah.hanya sebagian kecil dari kerumunan ini yang mempertaruhkan uangnya untuk kemenanganku. Beberapa dari mereka sudah bersiap-siap memasang taruhan. Aku hanya berdiri tenang, fokus untuk pertarungan ini. Sedari tadi sudah kuacuhkan cemooh maupun kericuhan mereka. Kumasukkan mouth piece ke dalam mulutku sebagai pelindung gigiku. Yang kutunggu saat ini hanyalah satu.... ORANG BRAZIL itu.

Pintu belakang mobil sedan itu pun dibuka oleh salah seorang penjaga yang berjaga di luar mobil. Sesosok manusia berjaket tudung dan celana training hitam keluar dari mobil. Ia berjalan gagah, namun santai, sambil meninju kedua kepalan tangannya yang mengenakan MMA gloves yang sama sepertiku, hanya saja berwarna dasar hitam dan hijau. Dari balik jaket bertudung hitam itu bisa kurasakan sorot mata yang tajam, yang sangat menginginkan pertarungan. Kedatangannya disambut sorak sorai oleh kerumunan ini, sangatberbeda sekali dengan kedatanganku tadi. Sorak-sorai mereka membahana di area luas ini. Mereka menyorakinya seakan-akan bahwa hanya dialah seorang pahlawan. Sebagian besar dari kerumunan ini mempertaruhkan seluruh kemenangan mereka pada orang Brazil ini. Mereka yakin bahwa orang Brazil inilah yang akan menang. Dari sorak-sorai mereka bisa kuketahui bahwa nama orang ini adalah Da Silva. Rodrigo Da Silva.

Da Silva kemudian melepaskan jaketnya sebelum menghampiri Johan.  Rambut aslinya ternyata gimbal dan diikatponytail. Otot-otot tubuh bagian atasnya telah terbentuk dan lebih besar dari ototku, meskipun tidak sekelas binaragawan. Bisa kulihat juga punggungnya yang bertato ular bersayap yang melilit longgar sebuah pedang,Quetzacotl, salah satu dewa dalam mitologi kepercayaan suku Aztec dan Maya kuno di Amerika Selatan yang dipercaya sebagai dewa angin. Tato itu barangkali memiliki simbol tersendiri bagi Da Silva yang menandakan kepribadiannya  sebagai petarung, meskipun aku tak tahu apa maksud simbol tato tersebut baginya. Da Silva kelihatannya sedang membicarakan sesuatu dengan Johan sebelum akhirnya ia kembali menuju ke tengah-tengah arena bertarung ini.

Da Silva mengulum mouth piece-nya sebelum bertarung. Kelihatannya laki-laki gimbal ini petarung yang tenang tapi serius. Itu yang bisa kubaca dari sikapnya sekarang ini. Kami berdua berjalan ke tengah arena ini. Saling menatap tajam satu sama lain. Bisa kurasakan perbedaan tenaga dan tekanan antara kami berdua, hanya dengan satu tujuan, bertarung sampai titik darah penghabisan. Da Silva menyodorkan kepalan tinjunya ke arahku, lalu mengangguk. Kusentuhkan kepalan tinjuku ke kepalan tinjunya, dan...

(BERSAMBUNG)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun