Di hari H, pagi panitia berubah jadi neraka. Sekitar pukul 07.30, Ustad belum nongol di dermaga Ancol, Jakarta Utara. Kapal cepat sudah disiapkan. Cuaca bersahabat. Panitia menghubungi si manajer. Tak tersambung. Kontak Ustadz yang berhasil didapat juga dihubungi. Sama. Tak tersambung.
Sia-sia. Putus asa. Akhirnya kapal cepat yang disiapkan mesti diberangkatkan. Penumpangnya, panitia, qari asal Jakarta, dan pejabat pemerintah, tanpa Ustad.
Di lokasi, di masjid Nurul Huda, pukul 08.30, seribu orang sudah berkumpul. Kaum bapak, ibu, pemuda-pemudi, pelajar SD hingga SMA memadati masjid. Mereka antusias menunggu ustadz asal Jakarta. Ustadz putera mubalig kondang. Dipastikan tak datang karena tak ada kabar, akhirnya panitia memberi tahu ustadz yang ditungg-tunggu batal hadir. Pukul 10.00 WIB. Sepanjang itu, panitia terus berusaha menghubungi dan sia-sia. Sebagian kecewa dan pulang. Penceramah akhirnya digantikan ustad setempat.
Untuk menyiapkan maulid, masyarakat mengumpulkan dana. Panitia menggelar tekyan, keliling mencari sedekah warga pulau. Menurut panitia, acara itu menghabiskan lebih dari Rp 20 juta. Karena Ustadz tak datang kerugian paling besar tentu nama panitia. Panitia marah dan akan menyoal kasus ini. Kronologi disebar. Dan informasi yang saya tulis ini berdasar kronologi itu. Saya usulkan kepala kronologi diberi judul “Ustad Ingkar Janji”.[]
Depok, 05 Februari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H