Kemenangan menjadi suka cita bagi pihak yang sukses dan kekalahan menjadi kekecewaan bagi pihak yang gagal. Pemenang biasanya akan mengucap syukur dan merayakan kemenangan. Pihak yang kalah biasanya bersikap ksatria dengan mengucapkan selamat kepada pihak yang menang.Â
Tidak jarang, pihak yang menang kemudian mengajak pihak yang kalah untuk bersama-sama merayakan suka cita. Inilah kondisi ideal pada kompetisi yang mengarah pada keharmonisan hubungan sosial.Â
Tidak jarang pula kita mendengar berita bahwa pihak yang kalah tidak menerima kekalahannya dan merasa kecewa berat. Kekecewaan tersebut ditumpahkan dalam berbagai bentuk ekspresi, termasuk bersikap tidak bersahabat dengan pihak yang menang.Â
Sikap tersebut bisa berlangsung sementara, dalam waktu yang singkat. Bisa juga sikap tersebut berlangsung untuk waktu yang lama. Semuanya kembali kepada pilihan dari yang bersikap.
Menang yang sering disandingkan dengan kata sukses telah dikaji secara teoritis merupakan titik kulminasi dari perjuangan besar. Oleh sebab itu dalam teori The Iceberg Illusion dijelaskan bahwa sukses adalah puncak gunung es yang terlihat. Di bawah puncak tersebut terdapat bagian yang lebih besar yakni perjuangan terus menerus.Â
Seperti dikatakan oleh Amby Burfoot, penulis buku The Runners's Guide to the Meaning of Life, "Winning has nothing to do with racing. Most days don't have races anyway. Winning is about struggle and effort and optimism, and never, ever, ever giving up."Â
Dalam pernyataan ini jelas bahwa sukses sebenarnya juga dicapai oleh pihak yang kalah. Pihak yang kalah juga telah menjalani proses perjuangan yang sama dengan yang menang. Hanya saja dalam setiap kompetisi selalu ada yang terbaik. Inilah yang menyebabkan dalam kejuaraan dan pertandingan kemudian dibuatlah sistem ranking.
Kegagalan hanya terjadi jika pihak yang kalah bersikap tidak ksatria, menyalahkan situasi, dan berhenti berjuang. Ketika pejuang sudah berhenti berusaha, maka segala peluang untuk menang di masa depan dan sukses di bidang lainnya tertutup.Â
Dijelaskan oleh Konfusius dalam analeknya bahwa ambisi untuk menang, hasrat untuk sukses, dan keinginan untuk menjadi terkuat dapat menjadi faktor yang menutup pintu untuk mencapai keunggulan diri.Â