sajak ini kutulis
ketika otak pongahku mengingat
ketika akalku menggeliat
ketika nanar mataku menutup diam
tentang puting yang kering di awal malam
ketika sang bayi menangis lapar
yang kering karena tak lagi mampu menanak air
yang menangis karena takdir
tentang kaki yang kerontang
kala menggenjot sepeda kumbang di tengah malam
hantar sayur dan ikan untuk majikan
dengan upah tetesan air mata
tentang tangan yang semakin melemah
tatkala menghitung recehan di sudut toko
yang dipungutnya dari tarian monyet tua
dan nyanyian sendu di hantar gitar lara
tentang mata yang semakin merabun
sambil memeluk sang cicit di ujung senja
mengingat sisa-sisa gaji pensiunan
yang esok akan dibelikan kerupuk di warung seberang
tentang punggung yang semakin melemah
ketika silih berganti beras dan tepung berpindah
yang kemudian dijadikan nasi di kompor berharga jutaan
dengan sisa yang ditemukan basi di tong sampah
ahhh ...
aku hanya dapat mengingatnya
sementara kalian akan deadlock
dengan gaji puluhan juta
sedang kami hanya menunggu ditemani para demonstran
dengan harapan-harapan yang engkau pereteli satu-persatu
atau kau yang bersembunyi setelah menebar issu
setelah borokmu menjadi nyata
menjadikan kami korban dan korban kembali
atas nafas busukmu yang bernilai miliaran
entahlah
aku hanya dapat mengingatnya
.
lembah bulusaraung
280312:22.43
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H