Perang text bisa mencerdaskan asalkan di dalamnya ada proses berpikir, ada dialektika dalam diri, yang bisa berakhir pada saling membijaksanai perbedaan. Pada titik ini, perbedaan akan menjadi rahmat. Selainnya adalah bencana dan malapetaka. Bencana terbesar manusia adalah ketiadaan pengetahuan, kealpaan belajar pada diri yang akan menyeret pada fanatisme tak berkesudahan, ibarat sinetron yang sulit menemukan episode akhir yang elegan.
Perang wacana dalam era 'banalitas informasi' adalah sejenis ideologisasi. Entah ideologi A, B, C, 1, 2 hingga 2019. Ideologisasi penting untuk menjaga kepatuhan. Slavoj Zizek telah memberikan formula, bahwa ideologisasi selalu terjadi tiga hal. Indoktrinasi, Kepercayaan (belief), dan ritual. Perang wacana adalah tahap awal membangun indoktrinasi, memberikan informasi secara berulang agar melekat dalam alam bawah sadar. Yang setiap saat mudah dipanggil. Jika sudah demikian maka kepercayaan akan terbangun dan akhirnya seluruh ritual akan diarahkan untuk menyokong doktrin-doktrin yang sudah tersimpan rapi dalam alam bawah sadar. Efek lebih jauh dan tragis adalah kecanduan akan doktrin tersebut dan akhirnya 'sakau' kekuasaan.
Setidaknya Hoaks mengajarkan kita sejenis gejala penyimpangan berpikir yang anti kausalitas. Model beripikir atas dasar dalil Pokok, pokoknya kalau bukan 'anu' salah. Pokoknya semua salah jokowi. Jika Anda menemukan ciri-ciri tersebut, mungkin telah overdosis pil c-PCC atau sejenis calon Presiden Cuma Cumi. Si penderita 'Sakau' kekuasaan akan mencari, mengakumulasi dan memanfaatkan informasi apa saja untuk memuaskan kesakauannya. Waspadalah.
*) Penulis, staf pengajar di Fakultas Ekonomi UNM Makassar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H