(Sumber poto: adolph.volpahl.pages.dev)
Salib adalah lambang penghinaan, tetapi dipakai oleh Allah sebagai tanda kemuliaan. Orang-orang yang mengelu-elukan Yesus di Yerusalem pada Minggu Palma adalah orang yang sama  yang menyatakan salibkan dia pada Jumah Agung. Begitu cepat perubahan hati manusia oleh karena kekecewaan mereka pada Yesus. Harapan mereka akan seorang raja duniawi yang gagah perkasa bertolak balakang dengan kelembutan, kedamaian, dan keadilan yang dibawa Yesus. Bukankah kita juga sering melakukan hal yang sama. Keyakinan kita sering kali luntur oleh karena penderitaan. Semangat kita sering kali hilang karena permintaan kita tidak dikabulkan. Niat baik kita sering kali patah karena kecemburuan. Atau amal kasih kita sering kali ditunda karena keegoisan.
Pada Kamis Putih, Yesus telah mengajarkan kepada kita bahwa Wafat-Nya di salib adalah bukti cinta-Nya yang diungkapkan dalam pelayanan-Nya sampai mati. Ia yang adalah kaya menjadikan diriNya miskin agar oleh kemiskinanNya kita menjadi kaya. Penderitaan yang diterimaNya bukan karena dosa dan kesalahanNya, atau oleh penyakit dan kemiskinanNya. Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh. Semua itu diterima-Nya secara sukarela dan bebas. Adakah diantara kita yang rela berkorban bagi orang lain? Adakah diantara kita yang sanggup menderita demi orang lain? Yesus berkorban bukan hanya bagi orang yang baik, tetapi terlebih bagi mereka yang berdosa. Adakah diantara kita yang mampu mengorbankan yang berharga dalam dirinya demi orang yang tidak " berharga"?Â
Yesus adalah Tuhan yang peduli dengan penderitaan kita. Ia bukanlah Tuhan yang hanya melihat kesulitan kita, tetapi Ia menjadi sama seperti kita dan turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Apalagi bukti cinta yang lebih besar dari itu. Justru dengan demikian keselamatan dilimpahkan kepada manusia. Keselamatan hanya dapat digampai melalui cinta dan pengurbanan diri. Semua perbuatan Yesus itu adalah uangkapan cintaNya bagi kita yang dibuktikan dengan pengurbanan diriNya. Itulah makna paskah yang sesungguhnya.
Yesus ditelanjanggi, dihina, dipermalukan, dan  seluruh dirinya dipertontonkan oleh kita, orang-orang yang ditebusNya. Meskipun demikian Yesus tetap mendoakan kita kepada Allah. Bukankah ketika mempermalukan, menceritakan kesalahan, kelemahan, dan kekurangan orang lain kita tidak melakukan hal yang sama? Dengan berbuat demikian kita menghina orang lain dan Tuhan yang telah menebus kita.
Melalui darah yang keluar dari lambung Yesus, mengalirlah kehidupan bagi kita. Dan melalui darah yang keluar dari lambung Yesus diikatlah perjanjian abadi antara Allah dan umatNya. Itu adalah meterai yang tidak terhapuskan oleh dosa dan pelanggaran apapun. Yesus menjadi Bait Allah yang baru yakni tempat Tuhan bersemayam, tempat orang-orang berdosa memperoleh pengampunan, dan tepat doa-doa dipanjatkan.
Mari mengingat lagi kasus Eliezer. Ketika hakim penuntut umum menjatuhkan saksi kepadanya selama 12 tahun, banyak orang Indonesia protes karena hukuman itu dianggap tidak adil. Hukuman Eliezer dianggap tidak setimpal dengan kejujuran yang dia ungkapkan. Â Bagaimanakah dengan ketidak adilan yang diterima dan ditimpakan kepada Yesus? Apa yang diterima Elizer tidak sebanding dengan ketidak adilan yang dialami oleh Yesus. Semoga Jumat Suci ini membawa rahmat bagi kita sehingga kita pun mampu menaladani Yesus yang mulia di salib. SEMOGA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H