[caption caption="Paspor Gayus atas Nama Sony Laksono (Sumber BBM Sony)"][/caption]
Miris melihat terbelahnya Kompasianer akibat terbongkarnya kedok Gayus Tambunan yang menyusup ke Kompasiana. Semakin miris karena Kompasiana yang sempat digadang-gadang oleh pendiri Kompasiana, Pepih Nugraha menjadi media Whistle Blower terkemuka kini justru memilih balik badan. Kompasiana memilih bersembunyi dibalik menasionalnya kehebohan Kopdar Gayus bersama Ifani dan Vita Sinaga di restoran Cak Tu Ci, Jakarta Selatan
Sekedar mengingatkan kembali, dalam paragraf kedua artikel Kang Pepih berjudul “Kompasiana sebagai Media "Whistle Blower" Paling Berpengaruh” ada pertanyaan yang menggelitik:
Bisakah Kompasiana ini menjadi media "whistle blower" oleh Kompasianer yang bermaksud membongkar kebobrokan atau ketidakadilan pada suatu komunitas atau institusi di mana dia bekerja? Jawabannya bisa!
Hanya saja, jika di media mainstream sang whistle blower, sumber peniup peluit dilindungi dan kebenaran isi ocehan sang whistle blower sepenuhnya menjadi tanggungjawab media, sedangkan di Kompasiana, tanggung jawab ada pada penulisnya alias si Kompasianer pengungkap kebobrokan atau ketidakadilan. Artinya, Kompasiana sama sekali tidak bertanggungjawab apabila ocehan sang whistle blower bermasalah secara hukum.
Ironisnya, meskipun tanggungjawab sepenuhnya ada pada diri Kompasianer faktanya admin sering menghapus tulisan-tulisan sang whistle blower seperti tulisan Kompasianer Jilbab Hitam yang mengungkap “kebobrokan” Tempo dan tulisan Tomy Unyu-unyu yang mengungkap Kopdar Gayus Tambunan dengan Kompasianer Ifani dan Vita Sinaga.
Jadi pernyataan Kang Pepih yang berharap Kompasiana menjadi media whistle blower paling berpengaruh jelas-jelas sangat bertolak belakang dengan tindakan para admin. Kontradiksi, tidak seia sekata alias bertolak belakang.
Lihat saja yang panen dari kehebohan kasus Gayus yang telah menjadi isu nasional bukanlah Kompasiana dan Kompas.com, melainkan detik.com dan okezone.com. Padahal sumber kehebohan tersebut berasal dari tulisan Tomy Unyu-unyu di Kompasiana.
Lebih ironis lagi, beberapa Kompasianer yang dulu lantang berteriak anti korupsi dan terlibat aktif dalam gerakan melawan korupsi kini justru berbalik arah seakan-akan menjadi "pembela dan pelindung" koruptor.
Beberapa Kompasianer yang dulunya sering berteriak lantang dalam gerakan melawan korupsi melalui tulisan-tulisannya kini justru meminta agar kasus Gayus=Pakde Kartono segera dilupakan agar Kompasiana segera damai. Bahasa gaulnya, segera move on.
Sungguh aneh tapi nyata. Di Lapas Sukamiskin Gayus mendapat fasilitas istimewa bisa ngompasiana sepuasnya dengan slogan One Day One Post (ODOP) nya. Dan kini di Kompasiana pun Gayus mendapatkan kedudukan yang istimewa karena banyak yang membela dan melindunginya. Tak tanggung-tanggung, beberapa admin pun mengungkapkan secara terbuka melalui artikel dan komentar sebagai fans beratnya Gayus. Sungguh Luar Biasa…