Â
Banyak yang terkaget-kaget dengan pernyataan berani Rizal Ramli yang mengatakan ada mafia pulsa listrik di PLN. Menurut RR, pelanggan yang membeli pulsa listrik Rp 100.000 ternyata listriknya hanya Rp 73.000.
"Mereka membeli pulsa Rp 100.000, ternyata listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27 persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal saat konferensi pers di Jakarta, Senin (7/9/2015) seperti dikutip oleh Kompas.com.
Berdasarkan perhitungan ekonom Faisal Basri, RR sepertinya salah membaca data ketika melakukan konferensi pers. Berikut perhitungannya:
Tarif listrik 1.300 VA untuk golongan R1-1.300 VA adalah Rp 1.352 per kWh.
Jika pelanggan golongan R1-1.300 VA membeli token (prabayar) Rp 100.000, maka yang didapat adalah
Jumlah kWh yang didapat pelanggan = Rp 100.000/Rp 1.352 = 73, 96 kWh. Jika dikurangi dengan biaya jasa perbankan sebesar Rp 2.000 maka kWh yang diperoleh pelanggan sebesar 72.5 kWh.
Pertanyaannya, dimana mafia pulsa listriknya?
Bagi saya dan sebagian besar masyarakat akan sangat mengappresiasi jika RR mampu menunjukkan adanya mafia pulsa listrik. Apalagi pernyataan tersebut disampaikan secara resmi melalui konferensi pers.
Tentu saja konferensi pers RR menjadi pertaruhan reputasinya karena seperti diketahui selama ini sistem pembelian pulsa listrik (Token) menggunakan sistem komputerisasi, terkoneksi banyak bank, artinya sistemnya juga jadi satu dengan sistem perbankan di Indonesia. Sehingga konferensi pers RR seperti ingin mengatakan ke masyarakat ada mafia pulsa listri di system perbankan Indonesia. Nah loh…
Informasi yang disampaikan RR melalui Konferensi pers juga semakin ironi, karena penetapan tarif dasar listrik berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan, ditetapkan atas keputusan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ini berlaku untuk tarif listrik yang disubsidi. Sementara dengan sistem tarif adjustment (penyesuaian) yang tidak disubsidi, ditentukan berdasarkan perhitungan Indonesia Crude Price (ICP) dan inflasi.
Saya sih berharap pernyataan RR benar, tidak ngaco bin ngawur hanya karena salah baca angka, harusnya kWh tapi dibacanya rupiah. Apalagi saat ini RR sedang berseteru dengan JK terkait megaproyek 35.000 MW.
Yang pasti jika kesalahan informasi yang disampaikan oleh RR terjadi di Jepang, sudah pasti mentrinya akan mengundurkan diri sambil membungkukan badan sebagai tanda minta maaf.
Kita lihat saja, apakah RR kan terus maju dan menunjukkan ada mafia pulsa listrik...atau tetap maju dan enggan melepas jabatannya sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya meskipun salah memberi informasi ke publik.