Mohon tunggu...
alai laila
alai laila Mohon Tunggu... -

Saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Masih belajar banyak hal, terutama bersosialisasi melalui 'kompasiana' ini, sehingga dapat terus belajar dan belajar...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Susahnya Jadi Orang Kecil dan Miskin di Jakarta

11 Februari 2011   08:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:42 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingin kisahkan pengalaman saya yang saya kira juga banyak dialami orang kecil dan miskin di Jakarta. Mungkin juga di Indonesia. Padahal orang miskin penduduk terbesar Indonesia. Orang kaya dan pejabat hanya sebagian kecil saja.

Sebagai seorang perempuan dan ibu-ibu lagi pasti jarang ditemukan mengendarai mobil bak terbuka. Karena tidak punya mobil kecuali itu yang ada, saya harus mengendarainya bersama anak saya. Tujuannya ingin ke rumah mertua ke arah kawasan perbataan Bekasi-Jakarta Timur. Sebagaimana diketahui dan sudah maklum bagi umum bahwa mobil bak adalah momok bagi sopir karena selalu disetop oleh DISHUB. Biasanya dicari-cari kesalahan. Ditanya, ada box kesehatan gak; punya segi tiga pengaman gak; kenapa gak ditutup terpal baknya; dan masih ada kir atau tidak; serta pertanyaan lainnya.

Ketika di jalan juga ada DISHUB. Saya tenang saja melaju. Namun, tiba-tiba ada DISHUB mengejar dengan motor dua orang seragam DISHUB dan menyetop saya. Sayapun berhenti. Karena merasa tidak salah. Terus ditanya kalau kir mobil sudah habis masanya. Saya sungguh terkejut dan gak tahu. Karena mersa belum lama abis kir (hehehee, dasar ibu-ibu, pake perasaan). Akhirnya, saya ditakut-takuti, bahwa mobil harus dikandangin (dibawa ke kantor DISHUB), didenda Rp. 500.000 dan denda perhari Rp. 70.000 selama mobil dikandangin). Terus terang saya takut dan juga gak berani. Saya bilang, memang saya gak tahu dan nanti saya perpanjang kirnya. Tapi tidak mungkin orang kecil dilepas begitu saja.

Akhirnya, dia bilang damai saja. Saya tanya berapa duit. Saya kasih dia Rp. 50.000. Dia bilang saya berdua, dia minta Rp. 100.000. Terpaksa saya yang kalah. Walau kesel karena menyesal dan lagi apes, akhirnya sampai juga di rumah mertua dan saya ceritakan kejadian tadi. Mertua pun akhirnya bilang dikir saja karena lokasinya juga tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tempat kir itu di kawasan Ujung Menteng. Kir dimintakan bantuan adik ipar saya.

Tapi, saya juga terkejut. Di kuitansi kir biayanya cuma kl Rp. 60.000an. Namun saya harus bayar Rp. 400.000. Gila...biang korupsi. Semuanya dikorupsi. Kata adik ipar saya tidak pernah di tempat kir itu ada harga sejujurnya. Semuanya ada ongkosnya. Ya setiap kali kir pasti mengeluarkan dana sebesar itu hingga Rp. 500.000.

Memang susah jadi orang kecil dan miskin di Jakarta, di Indonesia juga. Semuanya serba dikorupsi dan tidak pernah bayar sesuai dengan kuitansi. Saya cuma bisa mengelus-ngelus dada saja. Sambil mengumpat dalam hati di dalam metromini pulang ke rumah.

Mau gimana lagi? Melawan gak bisa, diam juga sakit hati. Cuma bisa doa saja semoga Tuhan mengutus hambanya jadi pemimpin yang benar dan jujur buat bangsa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun