Dari dahulu banyak yang menyangkut pautkan antara sepak bola dengan politik, terutama sepak bola indonesia yang selalu di kait-kaitkan dengan para pelaku politik. sehingga kita sering mendengar club warna ini adalah milik anggota partai ini, club warna itu pengurusnya adalah fungsionaris partai itu, dan seterusnya. biarlah itu menjadi urusan mereka karena memang sulit untuk memisahkan dunia olah raga terutama sepak bola indonesia dari politik.
sekarang bagaimana kalau kita balik, politik di sangkut pautkan dengan sepakbola. apalagi sekarang sudah di mulainya kampanye terbuka menjelang pileg edisi 2014 bulan april yang tinggal menghitung hari. bagaimana? meski saya bukan pengamat politik ataupun fans panatik club bola, tapi saya ingin mencoba menganalogikan politik seperti pertandingan sepakbola.
Politik seperti pertandingan sepak bola, dimana semua pemainnya saling berebut bola yang setelah di dapat akan di oper-oper ke sesama rekan setimnya, begitupun partai politik saling berebut kekuasaan dan setelah itu mereka dapatkan maka mereka akan membagi-bagikan kekuasaan tersebut kepada orang terdekat dan rekan separtai mereka.
Dalam sepak bola kita mengenal pemain-pemain binaan yang sukses di klubnya atau pemain-pemain yang di transfer dari klub lain untuk memperkuat skuad mereka, dalam politik juga kita telah melihat begitu banyak kader-kader binaan yang sukses bersama partainya namun ada juga kader partai yang pindah keanggotaan ke partai lain atau dengan kata lain sering di sebut sebagai kutu loncat.
Menonton sebuah pertandingan bola tentu akan ada kita jumpai adanya tekel yang di lakukan untuk menjegal pemain lawan entah itu tekel bersih maupun tekel yang membahayakan. ternyata hal itupun di anut oleh partai politik, mereka dengan berbagai cara berusahan menjatuhkan partai lain entah dengan terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.
Bila partai politik sama seperti klub sepakbola, dan mungkin masih banyak lagi kesamaan lain yang belum terangkum disini, lalu dimana posisi rakyat?
Rakyat sendiri tidak ubahnya seperti supporter sebuah klub, mereka berteriak-teriak meemberikan yel-yel dukungan kepada klubnya, mereka saling hujat-menghujat terhadap klub lain hingga yang paling ekstreem yaitu terlibat kerusuhan dengan supporter pendukung klub rival padahal mereka hanya akan mendapat euforianya saja dari hingar bingar pertandingan sepak bola.
Dan ketika pertandingan telah berakhir maka hanya akan meninggalkan permusuhan yang telah tertanam akibat terlalu panatiknya mereka, dan sekali lagi rakyat hanya akan mendapatkan euforianya saja karena yang sesungguhnya menikmati piala dan hadiahnya adalah club (partai) dan para manajemennya.
Akhir tulisan ini saya ucapkan selamat menikmati pertandingan liga politik 2014/2019, siapapun nanti yang akan menjadi kampiun pesan saya tetaplah jadi supporter yang santun dan jaga kesatuan rakyat Indonesia.
Kutai Kartanegara, 2 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H