Tatkala mendengarkan kisah dalam Kitab Suci beberapa waktu lalu, kenanganku melayang di pagi buta saat kendaraan ambulan melintasi jalan yang masih minim peminat untuk berkendara. Tidak salah jika orang-orang mengatakan pagi yang gelap itu sebagai "pagi buta". Mataku saja belum rela untuk terbuka. Benar-benar masih dibutakan oleh empuknya kasur. Namun, tugas sudah menunggu. Kami melintasi jalan yang sepertinya hanya milik kami ber-tiga (saat itu).
Bertentangan dengan keadaanku pada umumnya di jam-jam seperti ini yang masih melingkar di kasur sambil mengigau, mataku yang sayup-sayup menangkap sosok satu-dua ibu yang mengenakan pakaian hijau gelap (mungkin karena sinar yang kurang) sedang menyapu sisi jalan. Itulah ibu-ibu pekerja kebersihan.
Bagaimana hubungan antara pahlawan kebersihan ini dengan kisah yang aku dengarkan ini?
Beberapa ribu tahun yang lalu, seorang pria bernama Yesus mengatakan tentang bagaimana menjadi tulus dalam bekerja. Dalam doa, tidak sekedar berdoa dengan mempertontonkan kepada khalayak umum bahwa "dirinya" sedang berdoa. Begitu pula tentang ketulusan dalam memberi, tidak sekedar untuk meningkatkan publisitas dengan memanggil media masa. Ketulusan yang menurut kata-Nya : dikerjakan dalam pintu yang tertutup dan tanpa digembor-gemborkan layaknya orang munafik. Biarlah Tuhan yang tersembunyi melihat ketulusan karyamu.
Di pagi yang buta inilah aku melihat sebuah karya yang tidak dilihat oleh banyak orang, tapi dirasakan saat mentari sudah bertahta di langit. Setahu kita para pengguna jalan, jalanan sudah bersih saat pagi hari kita gunakan. Kita sering kali tidak berpikir bahwa ini merupakan hasil karya ibu-ibu berkaos hijau itu sedari subuh. Bayangkan saja seandainya jalanan masih tampak kotor, kita sebagai pengguna pun akan terasa terganggu. Mata ini jadi semakin "sepet" (apalagi jika ditambah macet di jalan).
Kita pun dapat belajar dari ibu-ibu petugas kebersihan ini. Meskipun bukan bidang yang akan mendapatkan sorotan publik (apalagi bertabur bintang-bintang), namun karyanya yang tulus membuat setiap orang "lebih" nyaman saat melewati jalan raya. Ibu-ibu itu merelakan waktu di pagi harinya untuk bekerja, yang umumnya bagi kita kebanyakan merupakan waktu untuk merangkul bantal atau merangkul orang yang disayangi di kasur. Meskipun sudah menyerahkan waktu (paling) nyaman itu untuk bekerja, penghargaan yang didapat "hanya" berasal dari beberapa orang yang menyadari pentingnya ibu-ibu petugas kebersihan itu. Penghargaan yang tampaknya belum cukup, karena bagi mereka menjalani kehidupan untuk keluarga merupakan salah satu hal yang jauh lebih penting daripada penghargaan kata-kata.
Bagi kita sendiri, seandainya pun nanti kita dihadapkan pada tugas yang tidak memiliki sorotan publik, kerjakanlah tugas itu dengan tulus. Pekerjaan yang tulus akan menghasilkan hasil yang baik. Tuhan akan melihat kerja tulus itu. Saat Tuhan melihat, maka akan ada kesempatan-kesempatan yang dibukakan oleh-Nya. Seperti misalnya bagi ibu-ibu petugas kebersihan itu, maka Tuhan memberikan kesempatan untuk terlihat oleh saya, sehingga akhirnya membukakan inspirasi saya untuk menulis ketulusan kerja ibu-ibu tersebut. Semoga melalui tulisan yang diinspirasikan oleh para petugas kebersihan ini, juga akan menggugah para pembaca sekalian, dan mungkin saja satu-dua pembaca merupakan salah satu pemangku kebijakan yang mampu meningkatkan taraf kesejahteraan ibu-ibu sekalian. Amin.
Dalam kehidupan kita pun, sering kali kita hanya melihat hasil yang sudah muncul di depan mata kita. Makanan yang sudah siap di meja, pakaian yang sudah rapi dan siap dikenakan, bahkan kendaraan yang tinggal digunakan. Di balik itu, ada karya orang-orang yang dengan tulus mempersiapkannya (yang terkadang kita melupakan ketulusan mereka itu). Pada kesempatan ini, mari kita mengucapkan terima kasih bagi mereka yang telah tulus memberikan karyanya sehingga kehidupan kita terasa lebih lancar.
" Tuhan, dalam kealphaan, kami sering lupa pada mereka yang telah menyerahkan karya yang tulus bagi kelancaran hidup kami. Kiranya Engkau menyertai dan memberkati mereka dengan banyak ketulusan yang hadir dalam kehidupan, dan kiranya aku dapat menjadi salah satu pekerja karya ketulusan itu bagi sesama."
Diambil dari http://knowyuwono.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H