Mohon tunggu...
Ria Mardiah
Ria Mardiah Mohon Tunggu... -

Ittaqillah haytsu makunta.. Bertaqwalah kamu pada Allah dimanapun kamu berada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

“Kutemukan Penawar Jiwaku”

2 Januari 2015   12:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Aku cembru kak!!” aku berani membentak kakakku. Cemburu dengan wanita yang sering ia hampiri hingga kerap kali melupakanku. Aku benar-benar cemburu. Dan responnya hanya diam. Diam-diam-dan diam. Itulah Kak Imran ‘tak ingin ditanya seputar kekasih hatinya. Sungguh sangat tidak etis ikhwan seperti kakakku yang menghapal 7 Juz Al-Qur’an harus terjerat dengan kisah asmara dengan seorang wanita ‘tak berhijab, akhlak yang buruk, bahkan kerap kali kakak dipukul oleh wanita itu. Ayumi nama kekasihnya, dia tidak menyukaiku dan kerap melototiku ketika bertemu. Sungguh tidak etis!.

“Ayo kita pergi jalan-jalan Aida, bagaimana kalau kita ke pantai?.” Dengan santai ia mengalihkan kata-kataku. Perkataanku tidak digubris membuatku makin kecewa saja. Apa yang terjadi pada kakakku? Mengapa ia begai tersihir dengan wanita itu.

“Sudahlah! Pergi saja dengan pacar kakak yang cantik itu!” Aku pergi meninggalkan kakak dibawah pohon rindang lagi lebat. Dedaunannya berguguran dan ditampar oleh sepoi-sepoi angin yang berlari ‘tak karuan selaras dengan perasaan hatiku yang porak poranda. Sungguh malang hidupku selalu terbelit masalah. Dahulu aku terjerat dalam kesedihan akan cerita kelam keluargaku yang mengharukan. Kini ada yang mau merebut kakakku. Lalu aku dengan siapa lagi? Harapanku serasa kandas. Cita-citaku serasa gagal nihil. Pilu.

Aku hidup dibayang-bayang kenistaan umat manusia yang berperadaban ‘katanya’ tetapi hanyalah sebuah simbol bahasa iklan tapi bukti penuh dusta. Hidupku ‘tak bergelimang melainkan kehinaan menghujam. Terlalu terhina!. Terlalu berbelit-belit kisah panjang bahkan hingga melilit-lilit leherku. Sesak! Aku ‘tak ingin mengingatnya. Kisah Sebuah keluarga yang disoroti fitnah hingga dilemparkan peluru cercaan “pencuri, pembohong, pendusta”. Tepatnya orang tuaku dituduh mencuri, merampok tanpa bukti. Dan semua fitnah harus kami bayar dengan nyawa Ayah dan Ibu. Waktu itu aku dan kakak masih kecil ‘tak bisa apa-apa. Hanyalah trauma yang bisa kami pikul. Pecahlah keteduhan cinta tulus menjadi serpihan-serpihan yang ‘tak karuan. Butiran-butiran air mata ‘tak dihiraukan mengalir sampai ke tanjung trauma. Entah apa, entah mengapa pluralisme jadi bayangan semu. Ayah dan Ibu meninggal ditengah-tengah fitnah dengan washilla kekerasan. Miris. Kini hanyalah sebuah asa besar yang kami genggam. Aku dan kakak bertekad akan mengubah dunia ini ke peradaban yang penuh keadilan. Itulah mimpi kami. Bisakah? Tentu kami pasti bisa!.

Aku dikenal sebagai anak yang pelupa. Meski pelupa namun sejarah kelam itu ‘tak pernah aku lupakan. Berbeda dengan kakakku yang jenius. Aku bodoh, aku ‘tak pandai bergaul. Aku ‘tak punya teman entah mengapa mereka semua menjauh dariku. Mungkinkah ini takdirku?. Sampai kakakkupun akan direbut oleh wanita yang membenciku. Kalau begitu pergilah! Pergilah semua!!. Pergilah kebahagiaan dan biarkan aku bersama kehinaan!.

***

Malam ‘tak lama lagi ‘kan datang, mentari ‘tak lama lagi tenggelam dalam kegelapan, burung-burung berlomba-lomba kembali kekandang. Sepi senggang merongrong. Dan aku sendirian duduk di taman-taman dibawah pohon rindang. Aku melihatnya! Aku melihat Ayumi kekasih kakakku tiba-tiba berdiri di hadapanku. Dari mana ia datang? Entahlah. Dia memandangiku dengan raut wajah yang sinis.

“Ada apa?” Aku berdiri dengan berani menatapnya. Meski wajahnya cantik namun serasa jelek ketika dicampur dengan tatapannya yang mengusik jiwa.

“Sampai kapan kamu mau menghancurkan hidupku!!.” Bentak ia. Ayumi menarik kerah bajuku dengan keras meski tertutup jilbab panjangku. Aku sangat kaget hingga menyeret selangkah kakiku tertarik oleh genggaman tangan kasarnya.

“Lepaskan aku!!” Aku mencoba melepas diri dari genggamannya yang menarik tubuhku. Dan kemudian dia melepaskan dengan keras hingga aku tersungkur terjatuh. Sakit sungguh sangat sakit. “Aduuuh” Air mataku berjatuhan seraya menahan sakit benturan serta shok yang menggertak. “Kakaaaaaak................!!!” Aku hanya bisa berteriak berharap kakakku bisa datang. Aku ‘tak bisa melakukan apa-apa melihat emosinya yang membludak. Dan kemudian dia mencoba menarik jilbabku tetapi aku malah semakin menjerit memanggil-manggil kakakku beriringan dengan tangisanku yang makin pecah. Aku ‘tak boleh diam!. Akupun mencoba meraih rambutnya untuk menjambaknya. Terjadilah sebuah insiden yang ‘tak pernah terpikir sebelumnya. Hingga singkat cerita kakakku datang bagai pahlawan memisahkan kami. Dan saat itu juga aku merasa lemah lunglai. Mengantuk. Tersungkur dan..... Gelap.....

***

Sebuah lampu yang terang di hadapanku dan ada kakakku memandangiku. Aku terbaring disebuah ruangan yang bisa kutebak “rumah sakit”. Aku menggerakkan semua tubuhku, ‘tak ada yang nyeri apa lagi terluka. Hanyalah kepalaku yang agak pusing.

“Apa yang terjadi Kak?” Perasaanku serasa sangat stabil tetapi aku berada di ruangan yang memvonis statusku menjadi “sakit”.

“Kamu sakit dik, bagaimana perasaanmu sekarang?” Tutur kakakku begitu ramah. Menatapku dengan wajah berkaca-kaca penuh perhatian.

“Baik, dimana pacar kakak? Pacar kakak yang melakukannya!!” Aku mencoba meyakinkan kakakku yang dirundung asmara tanpa restu dariku. Dan lagi-lagi dia hanya diam-diam-diam menatapku. Tetapi kali ini berbeda, air matanya jatuh diselimut yang menggelutiku. “Kenapa Kak?” aku berharap dia menangis bukan karena kesalahanku. Tangisannya menyihir perasaanku menjadi runtuh ‘tak berdaya. Ini pertama kalinya aku melihatnya menangis dihadapanku. Kakakku mungkin begitu sangat menyayangi kekasihnya sampai harus menangis. Selama ini timbul sejuta tanya, mengapa kakak masih setia dengannya?. Padahal wanita itu begitu galak, nilai kakak anjlok karena mengurusi wanita itu, kakak sering dirundung kesedihan setiap aku melihatnya, kakak menjadi laki-laki yang sangat pendiam, wanita itu berakhlak buruk, tubuh kakak luka-luka karena penganiayaan yang kerap dilakukan oleh wanita itu dan baru saja aku merasakannya secara langsung,. Apakah yang membuat kakak menjadi setia layaknya budak terhadap tuannya!. Mungkinkah kakakku bodoh?.

“Kak, apakah kau menangis karena dia?” Aku mencoba memasuki relung kesedihannya. Sementara butiran-butiran air mata kakak meningkat menjadi aliran air mata.

“Bukan, kakak menangis karena sayang kamu dik.” Akupun tersenyum mendengarnya. Kini aku ‘tak peduli tentang Ayumi, yang penting kakakku ada disini bersamaku. Aku hanya punya kakakku dan aku ‘tak punya siapapun didunia ini. Sekarang aku ‘tak memiliki satupun teman dikampus. Mereka semua perlahan menjauhiku bahkan menfitnahku. Aku ‘tak tahu apa yang sedang mereka pikirkan. Kerapkali jika ada sebuah kasus pencurian terjadi, mereka mensorotiku. Bahkan kakakku sendiri pernah menuduhku mencuri. Tetapi tentu terbukti tidak benar, dan berselang lama kakak meminta maaf dan berubah menjadi amat sangat baik kepadaku hingga saat ini. Nilaiku anjlok drastis. Semangat belajarku menurun dan aku semakin malas ke kampus. Kapan aku seperti ini? Jawabannya semenjak aku mengenal Ayumi yang mendekati kakakku. Benar itu benar. Aku membencinya! Aku tidak menyukainya! Dan aku sangat tidak setuju dia mendekati kakaku!.

***

Tiga hari sudah aku berbaring di kamar yang sepi ini ditemani kakakku yang ‘tak henti melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Jika diam mulutnya selalu bergerak basah akan lafadz dzikir yang ia usirkan. Saat ini ia pergi kuliah dan aku sendiri. Hanya ada dokter yang sesekali datang mengontrol kesehatanku. Padahal hanya anemia, mengapa sampai tiga hari dirumah sakit? Toh aku nampak sehat-sehat saja, bisa berdiri serta berjalan.

Udara diluar begitu sejuk, aku ingin keluar menghirup udara segar sebentar saja. Aku beranjak dari pembaringan dan... Ayumi tepat di hadapanku. Aku kaget dan ‘tak bisa berkata apa-apa. Aku gemetar, gemuruh detak jantungku berlomba-lomba bermain dram, nafasku berlarian berulang-ulang. Ayumi tersenyum dan mengangkat tangan kanannya dan menunjukiku. Oh tidak! Aku sendiri disini dan aku takut. Aku hanya diam memejamkan mataku dengan erat dan ketika ia berpaling menatapku, aku segera lari keluar kamar, sebuah kesempatan emas. Aku berlari dan berlari dan mencari dimana dokter yang merawatku. Berlari berharap Ayumi ‘tak menghampiriku hingga aku melihat Kakakku bersama Anisa. Ohh akhirnya aku bebas dari ancaman. Aku bahagia melihat kedua orang yang dekat denganku. Anisa sahabatku dahulu yang kini menjauhiku. Mereka sedang berdiri sambil berbincang-bincang dipojok. Aku mencoba perlahan mendekati dan mencoba mendengar percakapan mereka. Aku sembunyi dibalik dinding bagai sedang bermain petak umpet.

“Dokter sudah berusaha mengobati. Saat ini alhamdulillah Ayumi dirinya ‘tak muncul lagi.” Haah kakakku membicarakan tentang Ayumi membuatku makin penasaran.

“Jadi selama ini yang Kak Imran pacari adik sendiri?” Anisa bertanya. Sebuah pertanyaan yang membuatku jadi bingung. Apa maksud Anisa bertanya seperti itu.

“Jangan sebut itu berpacaran, Ayumi itu adalah dirinya dalam keadaan tidak sadar. Ayumi hanyalah halusinasi, ‘tak pernah ada. Mohon do’anya dan jangan jauhi dia.”

“Masih syukur Kak Imran sebagai pacarnya, coba kalau bukan mahramnya. Hmm tapi karena apa Aida punya gangguan jiwa kepribadian ganda seperti itu?”

“Kemungkinan karena masa lalu keluarga kami. Ayo mari kita ke kamar Aida.”

Gangguan jiwa? Kepribadian ganda?. Aku hanya terdiam dan kebingungan dengan diaognya baru saja. Jangan sampai apa yang kakak katakan itu benar. Semoga salah! Pasti salah! Pasti salah!. Aku sehat dan aku baik-baik saja!.

***

“Aida.....” Itu suara kakakku yang datang menghampiriku bersaman Anisa. Aku duduk di kursi taman. Terdiam, merenung, menangis. Sementara mereka sibuk mencariku dan mendapatiku di sini sendirian. Sekian lama aku terpenjara dalam kamar yang penuh dengan kebohongan, aku ‘tak ingin kembali kekamar itu.

“Aida kakak mencari-carimu.. sedang apa kamu disini?.” Kakak duduk di samping kananku sementara Anisa duduk di samping kiriku. Aku seperti orang yang menyedihkan.

“Mengapa kakak berbohong? Siapa yang gangguan jiwa itu? Siapa Ayumi itu Kak!.” Air mataku tertumpah. Sulit menerima kenyataan yang baru saja terbongkar.

“Adikku, mengapa kamu berkata seperti itu?”

“Aida sudah tahu semuanya. Aida salah apa kak? Kenapa Tuhan beri Aida ujian seperti ini?” tak terima rasanya aku mengidap penyakit seperti ini. Ada banyak penyakit yang berhamburan dimuka bumi ini tapi mengapa harus kepribadian ganda!. Mengapa harus aku?. Suasana yang mengharukan, Anisa memelukku dan menangis disampingku. Pertama kalinya aku merasa nyaman dan tenang terlindungi seperti ini meski masalah membelit leherku, meyesakkan nafasku, menggugurkan segala harapanku. Ada kakakku yang menangisi dan tetap menghiburku dan Anisa sahabatku yang kini mengerti penderitaanku.

Inilah kebenaran itu. Akulah Aida dan aku pula Ayumi yang aku benci itu. Aku.... akuu..... akuuuu.... Astaghfirullah apa yang terjadi padaku?. Jadi selama ini Ayumi hanyalah khayalanku? Ayumi itu ‘tak ada, hanyalah kegilaanku yang terpelihara! Jadi selama ini akulah Ayumi yang melepas hijabnya! Astagfirullah...... Aku Ayumi yang pacaran dengan kakakku sendiri? Aku yang tempramen buruk hingga menganiaya kakakku? Aku yang mencuri hingga teman-teman menghindariku? Aku yang membuat temanku membenciku? Dan aku yang berkelahi dengan aku sendiri! Bagaimana bisa!? Ya Allah aku benar-benar bingung dengan ini. Mengapa? Ada apa denganku!!!! Air mataku berlinang menyadari keterpurukan diriku yang tenggelam dalam penyakit mental. Kini aku tahu semuanya. Dan ternyata beginilah aku yang terjerat lubang kehidupan tanpa sengaja. Aku gagal dan aku ‘tak menyadari ini. Sementara aku turut menyeret kakakku karena khayalanku yang gila. “Maafkan Aida kak.”

***

Keheningan malam, kerenungan tidur, senyi senyap terasa. Aku di asrama, tak lagi di rumah sakit. Bersama kakakku yang tidur pulas di sampingku. Insomnia. Saat tidur susah rasanya, gelisah menyengsara, gerah menyiksa, takut menyapa, dan kakak tidur ‘tak tahu apa-apa. “Aidaaaaa” Ada suara, suara seorang wanita memanggilku dan suara anak-anak ramai bermain. Mungkin ini halusinasiku. Aku sungguh sangat takut. Aku gemetar, demam dan keringat. Aku harus membangunkan kakakku. Sangat menyusahkan aku ini!.

“Ada apa Aida?” Kakak gesit terbangun menatapku.

“Aku takut kak, aku mendengar sesuatu.”

Kakak ‘tak tidur lagi, dia menyuruhku untuk sholat lail. Setelah itu kakak menyuruhku membaca Al-Qur’an. Memang sudah lama aku ‘tak membaca Al-Qur’an selama aku tinggal di asrama khusus wanita dan berpisah dengan kakak. Aku mengambil Al-Qur’anku yang berdebu diatas meja, begitu kusam. Aku kemudian membaca ayat per ayat Al-Qur’an dan ajaib! Aku merasa lebih tenang.

“Kakak ada buku untukmu, bacalah sampai habis!” kakak memberiku sebuah buku berjudul “Anak-anak Gaza”.

“Aku tidak suka membaca kak.”

“Bacalah dulu. Mungkin itu bisa membantu untuk kesehatanmu.” Sebuah buku tentang kisah anak-anak di Palestina, bukunya ‘tak begitu tebal aku pasti bisa membacanya.

Hari demi hari kulalui dengan penyakit mentalku yang mungkin masih bersarang dan boleh jadi menampakkan jati dirinya yang memalukan kapanpun ia mau. Tetapi ‘tak ada waktu untuk itu. Tidak akan pernah kubiarkan!. Kubunuh waktu dengan membaca dan membaca, Al-Qur’an dan buku. Ayumi maupun suara aneh ‘tak kunjung datang lagi. Aku merasa terbebas dari semua itu ketika aku memusatkan jiwa dan pikiranku untuk membaca. Maka mulai sejak itu pula aku menjadi gemar membaca.

Singkat cerita, lembaran akhir buku kakak habis aku santap. Dan kini aku mengerti mengapa kakak menyuruhku membacanya. Adalah mereka anak-anak dari Palestina yang nyata menderita. Jika aku mempunyai masa lalu yang kelam hampir saja membunuhku namun mereka anak-anak di Palestina jauh, jaauuuuh lebih menderita dariku. Disanalah para anak-anak hafidz Al-Qur’an berjumlah ribuan yang harusnya dibanggakan, yang harusnya dijaga nyawanya. Malah diblokade ‘tak henti-hentinya tanpa ampun oleh zionis. Lima ratus dari mereka telah syahid disisi Allah. Ada tersisa namun penuh dengan ancaman kematian. Orangtua mereka tiada, kakak-adik mereka tiada, kawan-kawan mereka tiada, bahkan nyawa mereka sendiri terancam tiada. Disana, tempat tinggal mereka bagaikan penjara. Dimana-dimana senjata rudal membahana. Sadis!. Aman hanya angan-angan, yang ada adalah rasa was-was dan siap perang. Disana nuansa jihad masih ada. ‘Tak ada kata menyerah yang pernah mereka lontarkan meski posisi mereka yang terjepit, yang diinjak. Sebab mereka adalah Islam. Hanya ada dua alternatif; menang atau mati syahid!. Barakallahu fiikum.

Lalu aku, apakah aku Islam?. Aku jarang memegang Al-Qur’an, aku sok dekat dengan tuhan padahal jarang berinteraksi. Mengapa seenaknya aku menuntut kebahagiaan?. Penderitaan yang kualami belum seberapa dibandingkan mereka disana. Apa yang bisa dibanggakan olehku?.Cukup! Kini aku ‘takkan takluk dengan halusinasiku yang pembohong itu. Akulah yang nyata! Aku punya Al-Qur’an! Wahai halusinasi lawanlah aku!.

Zona terapi, aku belum diizinkan berguru. Aku menghabiskan waktuku untuk menghapal Al-Qur’an. Sebulan sudah Ayumi ‘tak kunjung datang selama hidupku bersandar Al-Qur’an, tidurku bersanding Al-Qur’an, bangunku berdekatan dengan Al-Qur’an, berdiriku dimanja dengan Al-Qur’an. Kini aku berhasil menghapal dua jus sekaligus. Hidupku kini terarah bersama Al-Qur’an. Al-Qur’an menyelamatkanku dari kemelut halusinasi yang menguasai. Inilah kemenangan besar dalam hidupku. Segala puji bagi Allah.

“Aida, dua jus telah kamu hapal, hm bisakah kamu menghapal tiga jus lagi dalam bulan ini?” Kak Imran bertanya padaku dipagi hari saat aku mulai berangkat kuliah.

“Memangnya kenapa kak?”

“Jika bisa, maka kita berkesempatan menjadi relawan di Palestina. Maukah?”

“Benarkah kak?”

“Benar. Ingat! Relawan Aida. Maka kamu jangan sakit lagi ya!”

“Insya Allah Aida sembuh kak, tapi bagaimana bisa dalam waktu satu bulan? Hmm.”

“Aida, MANJADDA WAJADAA!!!.”

Pesan yang singkat dari kakakku. Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil!. Baiklah kak Aida akan berusaha!. Inilah Aida sebenarnya yang ‘tak kenal menyerah!. Insya Allah Aida usaha dulu. Ikhtiar dulu.

Maha suci Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunianya. Selama ilhamnya begitu dekat, segala nikmat-Nya begitu bertubi-tubi datangnya. Kini aku memiliki banyak teman. Nilaiku meningkat. Waktuku teratur. Hidupku terasa bahagia dibawah naungan Nur-Nya. Sementara hati ini bukanlah hati yang sakit melainkan hati yang sehat karena hatiku dikuasai oleh Maha Hati. Aku tidak peduli dengan status sosial atau masa laluku yang kelam. Yang penting adalah masa depanku bagaimana aku menjaga hati agar tetap istiqomah dijalan-Nya. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Rabbku.

Sebulan sudah, kabar gembira datang kepadaku. Aku lulus jadi Relawan Palestina. Ketika aku mendengarnya aku kaget sebab aku belum berhasil menghapal lima jus.

“Jika Allah yang berhendak maka siapalah yang bisa mencegah?.” Itulah jawaban kakak ketika aku bertanya mengapa aku lulus?. Aku benar-benar ‘tak menyangka. Nikmat Allah begitu bertubi-tubi kepadaku. Aku terbebas dari penyakitku karena pertolongan-Nya, aku diberi keberuntungan bertubi-tubi dari-Nya, dan kini aku diberikan lagi kesempatan yang sulit aku percaya. Alhamdulillah. “Terimakasih wahai kakakku yang menunjukkan aku jalan menuju Allah”

Kini, aku akan memberikan yang terbaik untuk agamaku tercinta. Aku bertekad menjadi pribadi yang menebarkan dakwah kepada semua insan, mengikuti langkah kakakku. Dan turut berperan meluruskan peradaban Islam dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga indahlah dunia ini dengan Syari’at Islam. Insya Allah.

Kini aku berada di bumi Palestina. “Ahlan wa Sahlan!”

(Ria Mardiah B)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun