Mohon tunggu...
Mahrus Sholih
Mahrus Sholih Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadits, Surabaya dan\r\nPeneliti di Pusat Kajian Tafsir Hadits serta Anggota Muda UPTQ UIN Sunan Ampel Surabaya serta Anggota S3 (Sanggar Sastra Situbondo)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Mimpiku

2 Februari 2012   04:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:10 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku terbangun dari tidurku…..

dinginnya malam menusuk tulangku yang hanya terbungkus kulit tipis, ku lihat adikku yang kini tidur meringkuk, kasihan sekali dia, tubuh yang tak kalah kurusnya dariku itu bergetar lemah.

Ingin ku hujat tuhan……

dimana keadilan-MU disaat aku membeku di bawah jembatan ini kau biarkan tikus-tikus itu tertidur nyenyak dengan selimut yg ia beli dari tetesan keringat kami dimana keadilan-MU disaat aku merasakan dahaga dan lapar tiada tara kau biarkan tikus-tikus itu meminum darah dan memakan daging kami….

“kak aku lapar….” Rengekan lemah itu membuyarkan lamunanku

Aku berusaha tersenyum padanya….”kau tidurlah, kakak akan mencarikan makanan untukmu”
Mata bulatnya memandangku sayu, ah,,, seandainya saja kau tumbuh seperti anak-anak yang lain kau akan menjadi yang tercantik d antara mereka…”berjanjilah kakak akan kembali” tiba-tiba ia memelukku erat, erat sekali….mengapa tiba-tiba aku tak ingin meninggalkannya?“ apa yang kau katakan? Tentu saja kakak akan kembali”

Ia tersenyum menggemaskan “hati-hati ya kak jaga diri kakak baik-baik”

Aku mengangguk saja, bicaranya mulai aneh….. pasti karena lapar

Aku meninggalkannya untuk mencari sesuatu yg dapat kami makan di tong sampah, itulah makanan kami sehari-hari…sisa-sisa makanan yang sebenarnya lebih layak untuk seekor kucing, bahkan mungkin makanan untuk peliharaan tikus-tikus itu lebih nikmat dari makanan kami……
kaki kurusku mulai tak tahan menyangga tubuh keringku sendiri, begitu tamakkah mereka hingga tak menyisakan sesuap nasi pun untuk kami? Aku terduduk lemah, bagaimana keadaanmu dik? Bersabarlah kakak pasti akan pulang membawakanmu sesuap nasi, tak terasa air mataku bergulir… haruskah aku mengemis? Ah tentu saja tidak,,, sampai kapanpun aku takkan pernah mengemis pada siapapun.

Sebuah tangan lembut menepuk bahuku pelan, wajahnya penuh kedamayan, senyumnya begitu lembut, kerudung panjangnya berkibar ditiup angin malam, ibu….. tiba-tiba aku teringat akannya

“ malam2 sperti ini kenapa duduk sendiri di pinggir jalan dik?”

“aku mencari makanan untuk adikku tapi tidak mendapatkannya…. Bagaimana aku harus kembali padanya? Aku tak mengerti kenapa orang-orang kaya itu begitu tamak tak pernah memperhatikan kami yang ada di sektar mereka” tanpa sadar aku menumpahkan semua gejolak hatiku padanya

“ hm…. Kau lapar? Ayo ikut aku…” ia mengajakku masuk ke sebuah tempat yang menurutku sangat bagus, seperti masuk ke istana nabi sulaiman saja,,,”ini rumahku,,,, kalau kau lapar datanglah kesini”

Aku tercengang benarkah? Aku tak perlu lagi mengacak-acak tempat sampah? Ternyata masih ada orang sebaik ini di dunia, “sekarang pulanglah… berikan makanan ini pada adikmu.” aku mengangguk cepat…. Tak tahu apa yang harus ku katakana padanya…. Terima kasih tuhan ternyata kau masih menyayangiku….

Aku berlari bagai kesetanan, tak sabar tuk bertemu dengan adikku…. aku membawa makanan lezat, adikku pasti sangat menyukainya,

Saat ku telah kembali ternyata ia masih terlelap tidur, tak meringkuk seperti biasanya…..“fina bangunlah….” aku mengguncang lengannya perlahan… tiba-tiba hawa dingin menjalari aliran darahku…. Mengapa ia tak bergerak? “fina…. Bangunlah,,, apa kau tak lapar? lihatlah aku membawakanmu banyak makanan…. Cepatlah bangun,,,,” ia tetap menutup matanya….
haruskah ku menyalahkan keadaan? Haruskah ku menyalahkan para tikus berdasi yang telah membuat hidup kami sengsara? Bangunlah adikku…..namun ia tak pernah membuka matanya Bahkan saat hujan mulai mengguyur tubuh kami,….

“Dinda…. Bangun sayang, kau belum sholat shubuh….” Aku membuka mata perlahan, aku berada di atas kasur hangatku, ku lihat tembok berwarna biru cerah, meja belajar di pojok ruangan dengan sebuah laptop teronggok disana…. Ibuku membelaiku lembut “ kau kenapa?”
Ah…. Ternyata aku hanya bermimpi…tak bisa ku bayangkan jika mimpiku jadi kenyataan, ku peluk ibuku erat, apakah ada orang-orang yang mengalami hal serupa seperti mimpiku?
Dari balik candela ku menangkap sesosok tubuh kecil berpakaian kumal menatap nanar ke dalam rumahku……

Kapankah Negeriku Akan Pulih Tanpa Ada Kemiskinan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun