Mohon tunggu...
Choirul Asyhar
Choirul Asyhar Mohon Tunggu... -

Belajar Itu Asyik... belajar nulis apalagi.... makanya dari dulu saya milih gak mau lulus.... biar bisa belajar terus.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Bekasi: Siapa Menang, Siapa Kalah

17 Maret 2012   17:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:54 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesta demokrasi di Kabupaten Bekasi telah usai dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2012. Tepat jam 13.00 semua TPS mulai menghitung hasil pemungutan suara. Sore hari sudah terlihat kecenderungan siapa pemenangnya, karena 70% suara sudah masuk. Pasangan no. 1 Neneng Yasin dan Rohim Mintareja tampak bakal memenangkan pilkada ini.

Tanggal 15 Maret 2012 KPUD mengukuhkan kemenangan Nero, nama keren pasangan nomor 1 ini. Nero memperoleh 442.857 suara (41,06%). Urutan kedua diperoleh pasangan nomor 2 yaitu Sa’duddin dan Jamalul Lail Yunus atau yang disebut SAJA dengan memperoleh 331.638 (30,75%). Pasangan Darip Mulyana dan Jejen Sayuti (Dahsyat) berada diurutan terakhir dengan perolehan 304.108 suara (28,19%).

Jadi siapa pemenangnya?
Sudah jelas Neneng-Rohim!
Tapi tunggu dulu.... Coba kita dengar suara-suara miring tentang kemenangan ini. Banyak laporan money politics berasal dari berbagai tempat di Kabupaten Bekasi. Hampir merata! Berarti ini pelanggaran pilkada terstruktur dan masiv. Money politik selalu menghantui pilkada. Kalau benar Nero melakukan money politik berarti pasangan ini gagal menang dengan terhormat. Berarti pemenang pilkada ini adalah arogansi kapitalis membeli suara rakyat yang lugu.

Istilah uang cendol, uang cincau, nyiram, ngebom semua dikonotasikan uang untuk membeli suara rakyat. Apakah pasangan yang menang dengan cara demikian pantas disebut sebagai pemenang? Kalau ya, maka yang kalah bukan hanya pasangan lawan, tapi juga KPUD sebagai penyelenggara dan panitia pengawas daerah (panwasda) sebagai pengawas yang tak pandai melihat kecurangan di dalam terang benderangnya siang dan malam.

Yang paling menyedihkan adalah kekalahan seluruh rakyat Kabupaten Bekasi melawan kekuasaan uang yang telah mengelabui rakyat dengan membeli suara mereka. Selain itu, ini adalah pertanda kekalahan atau kegagalan pendidikan politik di negeri kita setelah lebih satu dekade malaksanakan pemilu dan pilkada langsung.

KEKALAHAN KPUD

Coba kita total berapa pemilih yg menggunakan hak pilihnya pada pilkada kali ini. 1.078.603 saja dari sekitar 1.7 juta yang tertera dari daftar pemilih tetap yang dikeluarkan secara resmi oleh KPUD. Berarti hanya 63%. Artinya 37% tidak menggunakan hak pilihnya. Atau sekitar 625 ribu orang tidak memilih, dengan berbagai alasan. Ini berarti 1,5 kali jumlah orang yang memilih sang pemenang!

Berbagai alasan dari 625 ribu orang yang tak menggunakan hak pilihnya. Ada yang tidak sreg dengan ketiga pasangan calon. Ada yang sudah tidak tinggal di kabupaten Bekasi lagi. Alias sudah pindah. Ada yang tidak mendapatkan surat undangan dan kartu pemilih, meskipun sebenarnya namanya tertera di DPT.

Lho, kok bisa? Bukankan KPUD telah melakukan pemutahiran data pemilih? Seharusnya memang demikian. Tapi memang kenyataannya, ini tak dilakukan secara maksimal. KPUD hanya menyerahkan DPS (Daftar Pemilih Sementara) ke RW dan menyerahkan Ketua RW untuk memutahirkan data pemilih di lingkungan masing-masing. Dilaksanakan atau tidak, KPUD tak melakukan verifikasi terhadap “pemutahiran data” yang dilakukan RT/RW. Semua DPS yang kembali ke KPUD dengan pengurangan dan penambahan atau tanpa pengurangan dan penambahan sama sekali dianggap telah dimutahirkan oleh RW masing-masing.

Maka tak heran jika banyak DPT yang persis sama dengan DPS. Banyak DPT yang memuat nama-nama warga secara dobel. Karena RW dan jajarannya malas meneliti DPS, tiba-tiba memasukkan nama warganya dalam daftar pemilih tambahan, padahal warga tersebut telah tercantum dalam DPS. Yang menyedihkan banyak pengakuan RT/RW yang telah menambahkan nama warganya yang tak tercantum dalam DPS, tapi tetap tak muncul dalam DPT.

Jadi siapa yang gagal dalam pilkada ini. Menurut saya yang gagal bukanlah pasangan yang kalah. Tapi yang gagal adalah KPUD. Dia gagal meningkatkan tingkat peran serta masyarakat dalam pilkada. Dia gagal dalam menyusun DPT yang faktual. Dia gagal menghindari banyaknya warga yang tak mendapatkan kartu pemilih. Dia gagal memenuhi hak-hak warga untuk memilih. 37% warga yang tak menggunakan hak pilihnya menunjukkan kegagalan KPUD sebagai penyelenggara hajatan besar ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun