Mohon tunggu...
Al - Arif Mokodompit
Al - Arif Mokodompit Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Menulis saja,jangan dibatasi | Sebatas Pagar Stadion

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Tuah Gotze, Malam Sempurna Jerman

14 Juli 2014   22:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:20 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penantian panjang itu berakhir,Estadio Maracana menjadi saksi sejarah lahirnya sang juara dunia baru di belahan bumi Amerika Latin, setelah tim panser Jerman berhasil mengalahkan Argentina pada gelaran final Piala Dunia 2014 Brazil dengan skor 1-0 dini hari tadi. Gol semata wayang yang dicetak oleh Mario Gotze di menit 113 perpanjangan waktu itu menjadi gol bersejarah bagi DER PANSER setelah negara itu bersatu. Drama itu bermula ketika Coach Joachim Loew memasukkan Mario Gotze pada menit ke 88 setelah menggantikan Miroslav Klose memberikan warna baru pada permainan Jerman meski Argentina mampu bertahan cukup baik hingga pertandingan harus dilanjutkan dengan extra time.

Bermain bak penuh determinasi tinggi yang ditunjukkan oleh kedua tim serta jual beli serangan rasanya memang pantas untuk diganjar adu penalti. Penampilan yang saya amati ialah kuatnya gelandang jangkar diantara kedua belah pihak yakni Javier Mascherano dan Bastian Schwensteiger yangmampu memutus serangan. Namun semua berubah saat Andre Schurrle menyisir lapangan kanan Argentina yang mempu melepaskan umpan ke jantung pertahanan yang di kawal oleh Ezequiel Garay dkk akhirnya hancur lebur oleh sontekan maut si “Super Sub” Mario Gotze yang menceploskan bola ke gawang Argentina yang dijaga oleh Sergio Romero. Seolah sang arsitek Joachim Loew sendiri sudah tahu bahwa Gotze lah yang akan membobol gawang lawan. Tuah Gotze yang membawa kebahagiaan ke seluruh Jerman ini tak ayal menjadi awal tonggak sejarah sejak bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur. Malam itu menjadi malam yang benar-benar sempurna bagi rakyat Jerman yang dimpi-impikan selama ini.

Namun semua ini bukan semudah membalikkan telapak tangan. Semuanya butuh proses dan dana yang besar pula guna merevolusi sepakbola tanah Bavarian. "Saya rasa kami telah 50 hari bersama, namun ini adalah proyek yang kami mulai 10 tahun lalu," kata pelatih berusia 54 tahun itu yang dikutip oleh Republika."Kami tahu kami akan sampai di akhir langkah itu dan kami percaya hal itu dan hari ini akhirnya terjadi," pungkasnya. Joachim Loew sendiri merupakan mantan assisten pelatih Juergen Klinsman yang menjadi revolusioner sepak bola jerman setelah gagal total di kompetisi baik Euro maupun Piala Dunia medio 1998 hingga 2004.

Tercatat pada awal revolusi sepabola Jerman, DFB harus mengucurkan dana segar sekitar 20 juta euro untuk pembinaan pemain usia muda. Mereka memilih pembibitan pemain junior dengan timnas U-11 dan U-14 mereka. Merka memilih untuk menanam bibit muda penuh talenta lalu memetik kejayaan pada akhirnya. Peremajaan memang berjalan tidak mudah skuad jerman harus jatuh bangun mengarungi hasil minor beberapa ujicoba dan kompetisi internasional. Tugas berat Loew sendiri harus ditanggungnya ketika kepelatihan era Klinsmann berakhir. Tahun 2010 menjadi perjalanan nama-nama baru skuad jerman Seperti Mesut Ozil dan Sami Khedira dan beberapa pemain muda lainnya buah dari tim U-19 dan U-20nya. Nama-nama baru yang memang menjadi revolusioner ini kian nampak. Skuad muda yang dipadu oleh pemain-pemain senior terlihat solid meski harus sirna oleh kegemilangan generasi emas tim Spanyol.

Euro 2012 pun pemain muda berbakat brertambah lagi seperti Marco Reus, Toni Kroos dan Mario Gotze yang mencuri perhatian dunia. Namun lagi-lagi dewi fortuna belum berpihak pada asuhan Joachim Loew ini. Prospek kedepan yang diperlihatkan belum sepenhnya menuai hasil maksimal ini sebenarnya telah memberikan pengaruh besar akan kebangkitan sepakbola disana. Negara yang menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini mengembangkan inovasi Sport Science nya yang  berisi data statistik,teknologi sensor dan kondisi psikologis pemain menjadi salah satu tolok ukur bagi penyusunan skuad jerman.

Tak pelak,selain skuad Der Mannschaft, Bundes Liga pun mampu berbicara banyak dan mampu menguasai Eropa pada tahun 2013. Jerman menjadi penyuplai permain-pemain muda berkualitas ke liga-liga papan atas Eropa. Dan 2014 pada akhirnya dunia pun menjadi saksi atas panggung perjuangan panjang itu menjadi puncak permainan terbaik skuad Der Panser Jerman yang mampu meraih kemenangan demi kemenangan dan berujung pada gelar pemegang juara tertinggi kompetisi sepak bola tertinggi di muka bumi ini.

Setidaknya,kita harus menghargai jalan panjang yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah kemenangan.  Congratz Deutschland !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun