Mohon tunggu...
Anggara Adhari
Anggara Adhari Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

https://www.facebook.com/anggara.adhari.31

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumber Kebahagiaan

24 November 2017   07:50 Diperbarui: 24 November 2017   07:53 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : www.thinglink.com

Satu hal yang hampir dicari oleh semua orang baik laki-laki atau wanita, kaum muda atau dewasa, yang kaya maupun yang miskin yakni mereka semua mencari kebahagiaan. Berbagai macam cara mereka tempuh untuk mendapatkannya. Namun, banyak dari mereka salah jalan sehingga alih-alih mereka mendapatkan kebahagiaan malahan yang mereka dapatkan adalah kesengsaraan dan depresi berat. 

Mengapa bisa terjadi demikian? Karena dari awal mula pencarian mereka telah salah dalam mendefinisikan apa itu kebahagiaan yang hakiki. Mereka salah mengartikan kebahagiaan dengan temporary pleasure atau kesenangan sesaat, padahal kebahagiaan yang hakiki adalah ketentraman hidup secara batin. Kesalahan dalam mendefinisikan apa itu kebahagiaan menjadikan seseorang salah dalam mengambil langkah-langkah untuk menggapainya.

Ketentraman hidup hanya bisa diraih dengan dua cara: pertama, dia mengetahui apa maksud dari eksistensinya di muka bumi ini. Dan yang kedua, dia mengetahui apa saja yang harus dia lakukan kaitannya dengan eksistensinya. Tidaklah heran jika kita dapati beberapa pemuda yang belum berhasil menemukan jawaban dari dua hal tersebut menganut prinsip hidup 'sudahlah, hidup ini mengalir saja seperti air'. Padahal kita ketahui bersama, air itu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah salah satunya berakhir ke got atau comberan. 

Padahal dalam menjalani hidup ini, manusia untuk memuaskan batinnya harus mengalami progres peningkatan dari rendah ke tinggi dan seterusnya yang mana hal ini kebalikan dari filosofi hidup seperti mengalirnya air. Dengan mengetahui jawaban dari kedua hal tersebut, manusia akan mampu mengetahui mana saja bermanfaat untuk dirinya dan mana saja yang tidak, mana saja yang mengganggu (baca: menzalimi) orang lain dan mana saja yang bermanfaat bagi orang lain. Inilah yang menjadikan seseorang menjadi tentram pada dirinya dan membuat tentram sekitarnya, sehingga terciptalah kedamaian dan harmoni.

Inilah tantangan hidup seluruh umat manusia, yakni menjawab kedua pertanyaan di atas. Barangsiapa yang mampu menjawabnya maka tentramlah batinnya. Ada sebagian dari manusia yang mampu menjawab pertanyaan tersebut sedari usianya yang muda, ada yang mampu menjawab di usia paruh baya, dan yang menyedihkan ada yang sampai mati pun belum mampu menjawabnya. Janganlah berputus asa, tidak ada kata terlambat bagi kita semua. Kunci pertamanya adalah kemauan kita untuk membuka hati, membuka diri, keinginan untuk mencari tahu, dan tidak henti-hentinya terus belajar.

Dari manakah kita akan memulai petualangan kita ini? Coba kita amati benda apa yang paling dekat dengan keseharian kita di era digital ini? Tentunya sebagian besar dari kita akan menjawab smartphone. Ketika Anda ingin mengoperasikan benda ini tentu saja anda membutuhkan manual atau tata cara pengoperasiannya sehingga benda ini dapat Anda gunakan semestinya. Beda mungkin dengan orang yang memiliki pemikiran out of the box yang menggunakannya sebagai alat pengganjal kursi atau meja yang goyang, untuk sementara waktu kita tinggalkan pembahasan orang semacam ini. Kita akan bahas manusia yang masih sehat jalan berpikirnya, semoga kita masih termasuk di dalamnya.

Buku panduan pengoperasian atau manual ini dari manakah ia berasal? Biasanya sudah satu paket dari produsen smartphone. Produsen, pembuat, pencipta, yang menciptakan atau pabriknya. Jadi yang mengetahui betul apa maksud dari eksistensi suatu benda adalah penciptanya bukan orang lain. Kan kita semua keluar dari perut ibu kita? Apakah ibu kita pencipta kita? Apakah ibu kita yang mengetahui eksistensi kita? Tentu saja bukan, karena ibu kita bukan yang membentuk kita dari awal, dia hanya salah satu sarana kita ada di dunia ini. 

Ibu kita juga terlahir dari proses yang sama dengan kita dan jika kita telusuri terus ke atas akan berakhir kepada pasangan manusia pertama di muka bumi ini yakni Adam dan Hawa (Eve). Itupun jika Anda meyakini konsep ini. Jika Anda memiliki keyakinan lain bahwa nenek moyang Anda adalah pasangan kera yang bergelantungan di pepohonan zaman purba sebagaimana dicetus oleh Charles Darwin, maka artikel ini tidak relevan bagi Anda dengan keyakinan seperti ini. Dalam artikel saya terdahulu, saya sudah mengulas secara singkat siapa pencipta kita, Anda bisa melihatnya di sini agar pembahasan tidak terlalu panjang lebar.

Sampai di sini kita mengetahui berarti jika kita kita ingin menjawab kedua pertanyaan di atas kita harus menemukan buku pedoman penciptaan kita. Di sana pasti sudah tertulis lengkap dan mampu menjawab pertanyaan di atas dengan sangat memuaskan. Buku pedoman tersebut dalam keseharian kita menyebutnya sebagai kitab suci. Lalu kitab suci yang mana yang harus kita ikuti sedangkan di dunia ini banyak sekali agama dan aliran kepercayaan yang masing-masingnya memiliki kitab suci? Saya tidak sedang mau mengintervensi belief system siapapun, 

Tentunya Anda butuh penelitian tersendiri sehingga Anda dapat menentukan pilihan Anda yang menurut Anda paling logis dan mendekati kebenaran. Berhubung saya seorang muslim dan saya kurang tertarik untuk 'melompat pagar' keyakinan lain maka lebih etis bagi saya menguraikan sesuatu apa yang saya pahami dibandingkan saya harus menguraikan sesuatu yang tidak saya ketahui, takutnya saya digerudug dengan tuduhan penistaan agama lain.

Di dalam kitab suci yang saya yakini berasal Sang Pencipta seluruh manusia, di sana secara implisit dinyatakan bahwa cara kita mengetahui siapa diri kita sesungguhnya maka pertama kali kita harus mengetahui siapa pencipta kita dan apa yang diinginkan  Sang Pencipta dari diri kita. Secara garis besar ada beberapa tanda seseorang dikatakan telah mengenal penciptaNya. Pertama, seseorang yang hanya takut kepada penciptanya bukan yang lain. Hal ini adalah akibat pengetahuannya atas kekuatan dan kekuasaan pencitpatanya atas segala sesuatu yang terjadi di dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun