Memasuki awal tahun 2012 Â mulailah menjamur tournament Usia dini di Indonesia khususnya di Jakarta , mulai dari Liga Kompas, Liga topskor, Imran Cup, Inter Champions , danone Nation Cup dan masih banyak lainnya. Perkembangan ini sangat menyenangkan karena disana terlihat banyak SSB (Sekolah Sepak Bola) dan para orang tua pemain memberikan support ke anak-anaknya. begitu meriahnya tiap acara tournament Usia Dini dilaksanakan, semua terlibat untuk memajukan sepakbola Indonesia.
Dan dua hari lalu tetapnya pada tanggal 18 - 19 Februari 2012, saya mengantarkan anak saya untuk mengikuti salah satu tournament di jakarta Timur, dimana tournament tersebut di ikuti bukan saja dari kawasan Jabotabek, melainkan pesertanya ada dari Bandung, Pati, Tulung Agung, Blitar, banyuwangi, dan masih ada dari kota-kota lainnya, karena tournament ini mengklaim tournament se Jawa Bali. kami cukup bergembira bahwa tournamen ini cukup ramai dan melihat antusiasme dari para peserta (SSB) yang hadir, karena disini merupakan ajang untuk mengetahui seberapa materi pembinaan di serap oleh para pemain binaan SSB tersebut. kamiorang tuapun sangat senang karena setelah sekian taun anak-anak kami mengikuti SSB melakukan try out pada tournament tersebut.
untuk mengikuti tournamnet tersebut, harus melalui beberapa tahapan, antara lain :
1. Pendaftar menjadi peserta oleh pengurus SSB.
2. Screening test, yang tujuannya untuk mengetahui anak yang akan bermain sesuai usianya dengan melampirkan copy dokumen berupa Akte lain, raport terakhir, Kartu keluarga, dan pada saat screening dilakukan peserta harus membawa dokumen asli untuk dicocokkan.
3. pelaksanaan pertandingan selama 2 hari.
Setelah tahapan diatas dilakukan tentunya secara hukum semua peserta sah tidak ada yangmencuri umur. tetapi pada saat pelaksaan ada beberapa SSB protes kepanitia terhadap lawan mainnya karena ada beberapa pemain umurnya tidak sesuai, protes ini di dasarkan daripengamatan terhadap postur tubuh dan wajah anak tersebut, karena terlihat jauh lebih tua dari anak-anak yang bermain disana. panitia melakukan cek ulang terhadap dokumen ternyata tidak ada yang dilanggar, tetapi setelah anak tersebut di desak untuk jujur ternyata anak tersebut lebih tua satu tahun dari batas usia yang ditentukan.
Dari Pengalaman diatas saya coba untuk berbicara dan bertanya pada beberapa pelatih dari SSB yang mendampingi pemainnya untuk bertanding, dari hasil investigasi dadakan yang saya lakukan , hasilnya sangat mencengangkan, betapa mirisnya Indonesia ini untuk pembinaan usia dini saja para SSB nakal, dan para bos SSB yang nakal tersebut rela mengorbankan pembinaan hanya karna ingin menang hadiah, dan biar namanya tersohor saja, bukan pembinaan yang diutamakan, dan hal ini sudah biasa di lingkungan pembinaan usia dini di Indonesia.
Dari investigasi dadakan tersebut saya dapat merangkum :
1. masih banyak SSB melakukan pencurian Umur, dengan memalsukan dokumen, bahkan dokumen aspal tersebut di tandatangi oleh kepala daerah dimana SSB tersebut berada. ( Ini sangat menyakitkan tenyata oknumnya  dari bawah - sampai ke atas, dengan tujuan hanya untuk mendapatkan juara gelar juara dan nama harum, tapi mengorbankan nilai - nilai pembinaan sendiri). dan konyolnya panitia hanya mengeluarkan anak yang bermasalah saja bukan melakukan diskualifikasi terhadap SSB yangmencuri umur tersebut, karena banyak faktor salah satunya salah satu SSB yang tertangkap ternyata milik donatur tournament tersebut.
2. Masih banyak SSB Â melakukan tidak terpuji dengan setiap mengikuti tournament mengirimkan tim bukan hasil binaannya melainkan para pemain dari ssb lain yang cukup bagus mainnya direkrut menjadi tim SSB tersebut hal ini dilakukan hanya bila mengikuti tournament saja , tujuannya biar terlihat kuat , hebat dan menang di tournament tersebut. sebagai contoh : SSB V*** 2*** Â ssb tersebut tidak mengikuti tournament tetapi anak didiknya di minta oleh SSB koleganya untuk main atas nama SSB koleganya di tournament tersebut. satu lagi ada juga SSB dengan bos besar yang tiap tornament ada tim/pemain khusus yang kerjanya hanya bermain untuk tournament ( istilahnya pemain bon-bonan), ini sangat naif sekali untuk pembinaan di Indonesia, dan paraoknum ini rela mengorbankan anak-anak hanya untuk mendapatkan nama besar saja.