Mohon tunggu...
satria anfa
satria anfa Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Nama saya Satria Diananfa, seorang penulis muda yang lahir dan besar di Bekasi, Jawa Barat. Sejak kecil, saya sudah tertarik dengan dunia literasi dan sastra, yang mengarahkan saya untuk mulai menulis dan membaca berbagai karya. Saya selalu merasa bahwa menulis adalah cara terbaik untuk mengekspresikan diri, menggali pemikiran, dan berbagi pandangan saya tentang kehidupan. Salah satu karya terbesar saya adalah "Santri Bukan Malaikat", sebuah buku yang saya tulis dengan tujuan untuk menggambarkan kehidupan santri dengan cara yang lebih jujur dan realistis. Dalam buku ini, saya ingin mengajak pembaca untuk melihat sisi manusiawi dari seorang santri yang meskipun berusaha menjalani hidup sesuai ajaran agama, tetap menghadapi tantangan, godaan, dan keraguan yang sama seperti orang lain. Saya berharap buku ini bisa membuka wawasan tentang kehidupan di pesantren yang seringkali tidak terlihat oleh banyak orang. Selain menulis, saya juga memiliki minat besar di dunia public speaking. Saya berkesempatan untuk berkompetisi dalam beberapa ajang public speaking, dan saya merasa sangat bersyukur bisa meraih juara. Pengalaman ini memberi saya banyak pelajaran tentang bagaimana menyampaikan pesan dengan jelas dan percaya diri di depan banyak orang. Kemampuan berbicara di depan umum ini tentunya juga sangat membantu saya dalam menulis, karena saya bisa menyampaikan ide-ide saya dengan cara yang lebih mudah diterima oleh audiens. Saya percaya bahwa menulis dan berbicara adalah dua cara yang sangat kuat untuk berbagi pesan dan mempengaruhi orang lain. Ke depan, saya berharap bisa terus berkarya, baik sebagai penulis maupun sebagai pembicara, untuk menginspirasi generasi muda dan memberi kontribusi positif dalam dunia literasi dan komunikasi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Santri Bukan Malaikat : Menelusuri Realitas Hidup Di Pesantren

5 Februari 2025   08:37 Diperbarui: 5 Februari 2025   08:37 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Santri Bukan Malaikat: Menelusuri Realitas Hidup di Pesantren

Bagi sebagian besar orang, kehidupan santri sering kali dianggap penuh dengan kesempurnaan---penuh ketekunan, ketaatan, dan kedekatan dengan agama. Mereka sering digambarkan sebagai sosok yang tidak pernah salah, selalu mengikuti aturan dengan disiplin, dan senantiasa bersikap baik. Namun, apakah benar bahwa santri adalah makhluk sempurna yang tidak pernah terjatuh dalam dosa atau kesalahan? Jawabannya tidak. Santri bukan malaikat, mereka adalah manusia biasa yang juga menjalani hidup dengan tantangan, keraguan, dan perjuangan.

Menjadi Santri: Lebih Dari Sekadar Kesempurnaan

Sebagai seorang yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren, saya bisa mengatakan bahwa kehidupan santri sangat jauh dari gambaran sempurna yang sering muncul di masyarakat. Pesantren bukanlah tempat di mana segala sesuatu berjalan tanpa hambatan. Justru, pesantren adalah tempat di mana seorang santri diuji baik dalam iman maupun kehidupan sehari-hari. Di sinilah seorang santri bertemu dengan kenyataan hidup yang penuh dengan ujian dan godaan yang datang dari berbagai arah.

Santri adalah manusia biasa, mereka punya rasa malas, rasa cemas, dan kadang juga merasa kurang baik dalam menjalani ajaran agama. Ada saat-saat ketika seorang santri merasa terjebak dalam rutinitas yang tampaknya tak pernah berakhir, bertanya-tanya apakah perjuangan mereka sudah cukup atau bahkan merasa lelah dengan kehidupan yang serba terstruktur. Mereka juga tidak terhindar dari kesalahan, baik dalam hal berpikir, bertindak, atau bahkan dalam keyakinan mereka sendiri.

Di pesantren, setiap santri berusaha untuk menjadi lebih baik, tapi mereka juga harus menghadapi kenyataan bahwa mereka masih sangat manusiawi. Mereka berusaha menjaga diri, namun terkadang juga tergoda dengan hal-hal duniawi---mulai dari keinginan untuk bebas, godaan sosial, atau bahkan konflik batin mengenai masa depan mereka.

Santri: Manusia dengan Berbagai Pergulatan Batinnya

Setiap santri memiliki perjalanan batin yang berbeda-beda. Ada yang datang ke pesantren dengan niat tulus untuk mendalami agama, ada yang datang untuk mencari ketenangan, dan ada juga yang terpaksa berada di sana karena faktor keluarga atau bahkan tekanan sosial. Bagaimana mereka menjalani kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh latar belakang pribadi mereka masing-masing.

Pernahkah kita berpikir tentang apa yang dirasakan seorang santri ketika dia merasa jauh dari Tuhan, meskipun dia terus menjalankan rutinitas ibadah? Atau ketika dia merasakan kebingungan dan keraguan tentang ajaran yang diterimanya? Ini adalah pertanyaan yang sering kali tidak diajukan, tetapi penting untuk dipahami. Karena faktanya, banyak santri yang merasa lelah dengan tantangan spiritual mereka sendiri. Mereka terkadang merasa tidak cukup baik, merasa rendah diri, atau bahkan meragukan tujuan mereka.

Namun, yang luar biasa adalah bahwa meskipun ada banyak perjuangan batin yang mereka hadapi, banyak santri yang tetap memilih untuk berjuang, untuk bangkit, dan untuk terus mencari makna hidup mereka. Inilah yang sering kali tidak terlihat oleh banyak orang: bahwa menjadi seorang santri adalah sebuah proses yang penuh dengan ketekunan, meskipun ada banyak saat di mana mereka merasa terpuruk.

Godaan dan Ujian: Santri Juga Menghadapi Dunia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun