Setiap hari saya selalu brtemu dengan dua anak itu, yang seorang terlihat seperti nya adalah kakak dari yang satunya. Megingat sang kakak badannya lebih besar sedikit dibanding sang adik, walaupun jelas sekali kedua nya berbadan kecil, dan kumuh.
Sang adik terkadang digendong oleh sang kakak, terkadang juga saya lihat sang adik hanya dituntun saja berjalan berdampingan berdua menyusuri jalanan di perempatan jalan raya ini. Saya menebak sang kakak baru berumur 9 atau 10 tahun saja, sedangkan sang adik sekitaran 4 atau 5 tahun, mereka selalu terlihat rukun, sang kakak selalu membimbing sang adik dengan kemampuan nya “mencontoh” orangtua membimbing anak-anaknya.
Mereka berdua terlihat berbeda dengan anak-anak jalanan di sekitaran perempatan itu, kakak beradik ini terlihat tidak mau bergabung dengan anak-anak jalanan yang ada, mereka memisahkan diri jika kendaraan sedang melaju, walaupun banyak dari anak-anak tersebut mendekati mereka berdua dan bercanda-tawa, namun tetap saja kakak-beradik ini tidak berusaha untuk bergabung dan mendekat pada kelompok anak-anak jalanan yang lebih banyak.
Sementara di bagian lain ruasan pinggir jalan perempatan itu terlihat sekelompok lain ibu-ibu yang “menunggui” anak-anaknya bekerja mencari uang di daerah tersebut, dari kelompok anak-anak jalanan itu terlihat beberapa kali beberapa ibu-ibu itu menghampiri kelompok anak-anak itu untuk mengambil sebagian hasil kerja anak-anaknya, namun tidak seorang ibu-ibu pun pernah menghampiri kakak-beradik itu. Terkadang terlintas tatapan nanar dari sang kakak atau sang adik ketika melihat ibu-ibu itu menghampiri gerombolan anak-anak jalanan itu, namun dengan cepat mereka mengalihkan pandangan dan menatatp kosong kendaraan-kendaraan yang berseliweran.
“Orang tua saya udah meninggal Om ..” begitu kata-kata yang keluar dari mulut sang kakak ketika satu waktu saya sengaja “bermain” di perempatan jalan besar itu, sengaja menemui mereka berdua, lalu mengajak mereka ngobrol di satu warung pinggir jalan, sembari minum minuman ringan dan kue-kue. “Saya sama adik saya tinggal di kolong tol situ (sambil menunjuk ke arah kolong tol tidak jauh dari lokasi itu), nyewa kamar disitu dari ibu yang punya rumah, saya cuma sama adik aja bedua” jawab sang kakak selanjutnya dengan wajah yang terlihat dibuat seolah-olah semua itu tidak ada masalah. Sementara sang adik berjalan-jalan dan bermain dengan boneka lusuh plastik tidak jauh dari tempat saya dan kakak nya ngobrol.
“Bapak sama ibu saya udah meninggal, ya belom lama juga Om, kira-kira setaun kemaren, tapi saya nggak pernah tau apa bapak sama ibu punya sodara, jadi ya saya sama adek ya tinggal aja disitu, abis tetangga-tetangga juga nggak tau sodara bapak sama ibu”
“Tadinya saya sama adik disuruh tinggal gratis aja disitu, kita cuma dikasih satu kamar, si ibu kasian liat saya sama adek saya Om, tapi udah tiga bulan ini saya disuruh bayar kontrakan kamar, ibu itu marah-marah terus sama saya .. katanya nggak ada di dunia ini yang gratis, gitu ..” wajah sang kakak terlihat semakin sedih … “kalo ada bapak sama ibu, pasti nggak beginiiii …” sambil menunduk, saya tidak tega mendengar dan melihat penderitaan yang anak ini alami, saya usap rambutnya, tapi diapun semakin terisak-isak … air mata saya pun sudah penuh di pelupuk, menunggu jatuh … “saya cuma suka sedih inget adek saya Om, saya kasian sama dia, hampir setiap malem dia selalu nangis kangen sama bapak ibu, apalagi kalau abis liat ibu yang punya rumah marah-marah … dia nangis nggak berenti-berenti manggil-manggil bapak sama ibuuu ..” isakannya semakin keras, airmata saya sudah jatuh deras sekali, anak sekecil ini sudah harus menanggung pahitnya hidup, sudah harus menanggung betapa sulitnya dan jahatnya kehidupan … saya pun ikut terisak …
“Saya nggak mau sakit Om, saya juga selalu berdoa abis sholat biar saya nggak sakit atau mati duluan …” lagi-lagi dia terisak-isak sambil matanya melihat nanar ke adiknya yang sedang bermain dengan boneka plastik yang tidak jauh dari tempat kami duduk “kasian adek sayaaa … nanti siapa yang urus dia kalo saya nggak ada” .. duuuhhhh sakitttt dada saya mendengar kalimat-kalimat “Indah” dari mulut mungil anak ini … “kamu udah bisa sholat?” Tanya saya “iya Om, Bapak yang ajarin saya” sedikit ada senyum bangga di binar mata itu … “waktu bapak mau meninggal, bapak cuma pesen jangan nakal, jagain adek, sama jangan lupa sholat … ibu saya meninggal sebelum bapak … waktu itu ibu meninggal nya tidur, paginya dibangunin bapak, ibu udah nggak bangun lagi …” katanya sambil matanya menerawang ke kejauhan, melihat ibu-ibu yang berjalan menghampiri anak-anak mereka yang “bekerja” di perempatan jalan raya, mengambil hasil kerja anak-anak mereka … sembari ngomel-ngomel tidak karuan … dia terlihat tersenyum melihat hal itu “ibu saya dulu nggak suka ngomel kayak gitu …” matanya kembali mengalirkan airmata, beniiiing, tapi dengan senyum yang hambar … “ibu nggak pernah bolehin saya kerja … kata ibu ngasih makan anak-anak itu tanggungjawab bapak sama ibu, bukan sebaliknya … ibu sama bapak saya orang-orang yang paling saya sayang di dunia Om, selain adek saya itu …” matanya kembali nanar dan basah oleh tangis.
“Saya nggak mau ikut Om, saya disini aja sama adek saya, makasih om udah mau baik sama saya sama adek saya” itu kata-kata yang keluar dari mulut mungil nya saat saya mencoba mengajak mereka berdua untuk tinggal dengan kami, alasannya adalah dia nggak mau nyusahin orang lain, dan lagi disini dia masih bisa inget dan mengenang bapak ibu nya yang sudah nggak ada itu.
Mulai hari itu, setiap pagi sebelum ke kantor saya selalu rajin menyambangi mereka, memberikan uang ala kadarnya untuk membayar sewa kamar harian nya … dan semakin hari, mereka semakin terlihat gembira, kadang juga saya bawakan makanan, atau buku-buku bergambar untuk mereka lihat-lihat, terkadang saya meminta ijin pada mereka jika saya harus tugas keluar kota, takutnya mereka menunggui kedatangan saya di setiap paginya.
Hari itu, adalah hari untuk pertama kalinya saya akan berjumpa kembali dengan mereka setelah saya bertugas ke Kalimantan selama 3 (tiga) hari, setelah memarkir kendaraan saya, saya berjalan menuju warung dimana kami selalu bertemu … namun saya tidak melihat mereka ada disitu, saya mencari dan melihat berkeliling, tidak juga saya menemukan sosok-sosok yang saya cari .. “Om cari dewi sama dedek ya?” Tanya tukang warung, ya kata saya, dimana ya mereka … “kemarin mereka di tabrak motor om, waktu mau nyebrang, dewi lagi gendong dedek, terus mental ke tengah jalan, pas ada mobil lewat agak kenceng, mereka ketabrak lagi sama mobil … dewi sama dedek meninggal ditempat, sekarang udah di kubur di samping kuburan bapak sama ibu nya di pinggir kali itu … waktu meninggal, posisi dewi meluk dedek kenceng banget, sampe kita-kita ngelepasin nya susah om” jelasnya lagi … innalillahiwainnaillaihirajiuunnnn … insya Allah mereka bertemu lagi sama bapak ibu yang amat mereka sayangi itu … bahagia di atas sana … saya hanya bisa menangis, namun tangis ini tangis yang setidak nya bahagia, mengingat mereka berkumpul kembali dan berbahagia di surga milik Allah SWT itu, amin.
[caption id="attachment_150435" align="aligncenter" width="328" caption="bidadari-internet"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H