Mohon tunggu...
Beny Akumo
Beny Akumo Mohon Tunggu... Pengacara - Ingin menjadi pengusaha

Seorang in-house Lawyer: itu saja, tidak lebih

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Sebuah Renungan

16 November 2011   06:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:36 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

"Siapa sih elu?" Pertanyaan itu membuat anda tersinggung? Marah? Merasa "keberadaan" dan kapasitas serta status sosial anda di lecehkan? Lalu anda counter attack dengan menjawab "Elu siapa? Gua ini manager / kepala divisi / direktur di PT anu, elu mau apa?" Atau "Saya ABRI / POLISI dengan pangkat bla bla ... mau apa? Mau saya tembak?" Atau juga "Saya anggota dewan, elu mau apa? mau nglawan?" Anda berpikir bahwa dengan menjawab begitu bisa mengangkat derajat anda dimata orang-orang atau dimata orang yang sudah bertanya di atas tersebut karena mereka tidak tahu status sosial anda? Dengan mata melotot, suara keras membentak-bentak, bahkan mungkin mengacungkan senjata? Atau jikapun dia yang anda pelototi, bentak-bentak dan tantang itu merasa miris dan takut (dengan jabatan dan posisi status sosial anda), apakah dengan demikian derajat anda ditinggikan? Terus terang, saya pun pernah merasa "harus dan wajib" menjawab jika ada orang-orang di sekitar yang tidak mengetahui tingkatan sosial kita - bahkan anehnya jika kita memasuki suatu area perumahan dengan sistem cluster, di stop oleh satuan pengaman, ditanya dan diminta untuk meninggalkan kartu tanda pengenal kita pun, ada yang marah-marah, membentak tidak karuan, seolah-olah atau serasa dan merasa diperlakukan sebagai seorang penjahat, bahkan mungkin sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas "saya orang bla bla inilah, bahkan saya bisa membeli kamulah" dan sebagainya - namun, setelahnya saya berpikir "apa benar dengan saya / dia menjawab seperti itu derajat saya / dia naik satu level?" Bukankah dengan kita meninggikan derajat kita sendiri seperti itu berarti "sombong" atau riya? Sedangkan bagi orang-orang yang sombong atau riya, segala kebaikan yang pernah dilakukan dan kita buat, tidak akan mendapatkan ridho dari Allah SWT - Tuhan YME? Sehingga segala kebaikan kita menjadi sia-sia belaka? Pada saat kita bersedekah, pada saat kita beramal di kotak amal masjid atau dimanapun itu, jika kita memberi dengan tangan kanan, maka tangan kiri kita tidak boleh mengetahuinya? Apalagi sampai mengetahui jumlah yang disumbang kan atau yang di dermakan. Sekarang ini sudah banyak sekali kita lihat di televisi atau di koran-koran, si A memberikan sedekah kepada fakir sebesar Rp. 1 milyar rupiah, bukankah dengan menyebutkan atau memberitahukan kepada khalayak ramai hal itu akan berubah menjadi sombong atau riya? Dan otomatis segala hal yang menjadi sombong atau riya, segala apapun yang sudah dilakukan "atas nama kebaikan" akan menjadi nol atau sia-sia, sehingga tidak mendapatkan segala apapun di dunia atau di akhirat, selain hanya tersisa sombong dan riya saja? Percayalah, dengan memelototkan mata dan membentak-bentak tidak karuan kepada seseorang yang tidak mengetahui siapa anda, bahkan sampai mengacung-acungkan senjata pribadi sembari menyebutkan jabatan, pangkat anda, juga status sosial anda, maka tidak sedikitpun derajat anda terangkat atau naik? kecuali .... hanya dagu anda saja yang terangkat. [caption id="attachment_143940" align="alignleft" width="252" caption="being a jerk internet"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun