Mohon tunggu...
Beny Akumo
Beny Akumo Mohon Tunggu... Pengacara - Ingin menjadi pengusaha

Seorang in-house Lawyer: itu saja, tidak lebih

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mimpi dan Kenyataan

15 Agustus 2011   08:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:46 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mau jadi apa nanti kalau sudah besar Ben?" Pertanyaan itu kadang masih sering terngiang di telinga, di pikiran saya, pada saat bengong malam-malam, atau jika sedang memperhatikan anak-anak saya tidur. "Mau jadi dokter" itu jawaban standard saya (dan banyak anak-anak lainnya), entah kenapa kok saya berpikiran pada saat itu pingin jadi dokter, sedangkan saya (paling nggak) sedikit ngeri kalau harus menghadap dokter waktu kecil dulu, tapi kenapa harus jadi dokter? bukan jadi guru atau jadi pegawai negeri atau jadi presiden sekalipun. Mungkin juga karena dokter itu bisa membantu orang yang sedang sakit menjadi sembuh ya, karena pada saat itu saya belum mempunyai pikiran kalau dokter itu pasti banyak uangnya. "Mau ajak Ibu naik haji, terus keliling dunia" Ini jawaban tambahannya, setelah jawaban ingin jadi dokter itu. Kenapa tidak dengan Bapak naik haji nya? Hmmm ... sampai Bapak saya meninggal di tahun 2000, beliau masih taat mengikuti ajaran Agama nya, sebagai seorang kristiani. Pada kenyataannya, Ibu saya berangkat haji sendiri, tidak dengan saya atau pun dengan anak-anaknya yang lain, beliau berangkat sendiri - kami, anak-anaknya - tidak bisa mendampingi, menemani dan menjaga Ibu kami. Sedangkan mengajak beliau untuk mengelilingi dunia? Itupun belum terjadi .... hmmmm tapi entar dulu: dulu itu saya bilangnya mau ngajak Ibu keliling dunia? atau keliling Indonesia ya????? ... karena untuk mengajak Ibu saya keliling Indonesia sih ... belum juga :) Sekolah Menengah Pertama, itu pertama kalinya cita-cita saya berubah, kali ini saya ingin menjadi seorang ahli elektronik - seorang insinyur teknik handal, dari mana pikiran saya untuk menjadi seorang ahli di bidang elektronik itu? Semula hasil ngobrol saya dengan sepupu yang tinggal dan sekolah di Jakarta, menurut beliau untuk kedepannya seorang Insinyur Teknik itu sangat dibutuhkan oleh Indonesia, jika dibutuhkan maka mudah mendapatkan pekerjaan, jika mudah mendapatkan pekerjaan, maka uang pun akan hadir dengan sendirinya, dengan berlimpah ... itu yang disampaikan melalui pandangan seseorang yang bersekolah dan besar di Ibukota Negeri kita ini, dan totally memicu alam pikiran bawah sadar saya untuk belajar dan menjadikan target hidup saya menjadi seorang ahli elektronik, seorang insinyur teknik yang jasa nya banyak dibutuhkan oleh Negeri ini. Selanjutnya; sudah bisa ditebak, cita-cita saya silih berganti berkunjung ke alam pikiran saya; yang ingin jadi pengusaha lah, ingin jadi seorang isnsinyur pertanian untuk menggantikan Bapak saya, atau bahkan ingin menjadi Presiden (akhirnya cita-cita menjadi presiden itu mampir juga ke otak pikiran saya. Hal ini tak lebih dikarenakan iklan siaran niaga pada saat itu, yang mana jingle untuk iklan produk pasta gigi lagunya dipelesetkan dari "Gigi Pepsodent" menjadi "Gigi Presiden"), bayangkan ... gara-gara iklan pasta gigi, saya mengubah haluan cita-cita saya ke haluan yang bercita-cita jadi Presiden. Alangkah hebatnya yang menciptakan jingle Iklan pasta gigi itu ya? Atau saya saja yang bodo? Hehehe .... Cita-cita yang agak panjang jangka waktunya bersemayam dalam alam pikiran dan hati nurani saya adalah saya bercita-cita untuk menjadi Perwira ABRI - tepatnya seorang pilot Angkatan Udara yang gagah berani. Jangan sebut cita-cita itu terpengaruh karena adanya filem box office berjudul "Top Gun" ya ... salah !!!! Awal mula saya bercita-cita untuk menjadi seorang perwira ABRI dikarenakan pertemuan saya dengan seorang Taruna ABRI di kereta api dalam perjalanan saya antara Jogjakarta menuju Jakarta. Perwira tersebut terlihat gagah dengan segala atribut kebesaran yang melekat di seragam PDH nya. Dan saya? terpikaaaatttttt .... hehehe ... Pada saat mulai memasuki semester 6 Sekolah Menengah Atas, dimana hampir semua teman-teman saya yang memang "kepincut" ingin mendaftarkan dirinya ke Akademi Militer ABRI mulai berlatih lari pagi - sore, pull-up, push-up, sit-up, dan lain-lain, termasuk saya sendiri. Sehingga pada saatnya kami harus mempersiapkan segala persyaratan-persyaratan - termasuk dan tidak terbatas kepada syarat keterangan sehat dari dokter. Dokter mata ok, dokter-dokter yang lain ok, namun pada saat saya bertemu dengan dokter jantung, sang dokter mengatakan ada sesuatu dengan jantung saya, namun karena ini untuk kepentingan melanjutkan sekolah, maka si dokter mengatakan biarlah saya tulis sehat. Pada saat itu, disamping kemampuan fisik yang prima, untuk dapat memasuki atau bahkan lolos hingga masuk seleksi di Magelang sana harus memiliki "koneksi" atau kalau perlu "koneksi + materi" ... memang banyak juga dari teman-teman yang lolos seleksi karena memang mereka secara fisik bagus tanpa adanya koneksi apapun dengan panitia seleksi. Namun tidak jarang juga yang memakai jalur "koneksi" bisa tembus dan lolos sampai ke jenjang bersekolah di Akmil sana. Saya belajar realistis untuk melakukan hitung-hitungan, fisik? menurut sang dokter ada sesuatu dengan jantung saya, tentu dengan sekali periksa oleh panitia, saya akan terdeteksi memiliki kekuranga. Jika saya memiliki kekurangan di fisik, apakah saya memiliki koneksi? tidak sama sekali. Maka itu, saya memutuskan untuk membanting setir cita-cita saya ke bidang yang tidak mengharuskan saya memakai keunggulan fisik. Hingga saya lulus SMA dan sampai detik-detik saya mengisi formulir pendaftaran perguruan tinggi mana yang akan saya tuju dalam mengikuti SIPENMARU, saya belum juga memutuskan cita-cita saya nanti akan menjadi apa ... oya, cita-cita untuk menjadi seorang ahli elektronik pun akhirnya kandas juga karena nilai IPA + Matematika saya mengundang keprihatinan bagi yang melihatya :) .... akhirnya dengan pertimbangan "YANG PENTING MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI dan KULIAH, tidak masuk PERGURUAN TINGGI SWASTA" sehingga tidak memberatkan kedua orangtua saya dalam membiayai ongkos kuliah saya, maka saya memilih 3 pilihan (saya ambil IPC - karena jurusan di SMA saya adalah IPa / Biologi), pilihan pertama saya jatuh di FAK. PERTANIAN di Universitas Andalas - Padang (entah setan mana yang masuk ke dalam otak saya sehingga memilih Universitas Andalas ... kenapa bukan IPB atau bahkan Univ Lampung sendiri), yang kedua pilihan jatuh di FAK HUKUM Universitas Lampung, dan yang ketiga FAK FISIPOL Universitas Lampung. Pilihan-pilihan tersebut saya buat grade sendiri, mana yang bobot nya lebih tinggi dan mana yang lebih rendah. Disamping itu, berjalannya masa menunggu kelulusan SIPENMARU, saya berkepikiran kenapa saya tidak coba ambil kuliah di Institut Kesenian Jakarta? atau di Akademi Pelayaran saja? Tapi akhirnya pikiran-pikiran tersebut gugur hasil "diskusi" saya dengan hati, otak, dan alam pikiran saya sendiri. Tetapkan hati untuk menunggu hasil SIPENMARU saja. Pada saat itu, saya belum punya pikiran apapun nantinya saya akan lulus di mana, di fakultas apa, universitas mana, atau bahkan apakah saya lulus? hingga akhirnya saya dinyatakan lulus di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Senangkah? Ya tentu saja senang, akhirnya saya tidak kuliah di perguruan tinggi swasta, yang biayanya bisa membuat orangtua saya kewalahan - ya hanya itu yang saya saat itu pikirkan, tidak memberatkan orangtua saya membiayai saya kuliah. Mengenai lulus kuliah nanti saya ingin menjalankan profesi saya sebagai apa, masih tidak ada dalam alam pikiran ini, yang penting kuliah, ikut kegiatan kampus, kepecinta alaman, senat, dan kegiatan-kegiatan kepanitiaan yang diadakan oleh fakultas maupun senat. Lulus? Nanti saja ... hehe ... Saat Kartu Mahasiswa saya sudah mau habis "tempat" buat menempelkan stiker per-semester, dalam arti semester sudah "tinggi", dan Ibu saya mulai merasa anak nya yang satu ini nggak lulus-lulus, maka hampir setiap pagi saya mendengar Ibu mengeluh "kapan sih Bennnn kamu itu lulus kuliah?" Saya hanya menjawab "Bu, masuknya aja susah, kenapa harus lulus cepet-cepet?" ... jawaban yang kurang ajar hehe ... Singkat cerita, akhirnya setelah menempuh waktu yang panjang dari tahun 1989 s/d tahun 1995, saya lulus dengan nilai pas, dan dengan wanti-wanti, (atau kutukan ya?) dari dosen penguji saya, "mau kerja dimana kamu dengan nilai yang pas?" Saya pun menatap dunia kerja dengan optimis, caranya? Saya pindah ke Jakarta, menjauhkan diri dari teman-teman seperkuliahan, supaya bisa lebih ber-konsentrasi mencari kerja di bandingkan main. Di Jakarta ini memang hampir semua lulusan perguruan tinggi di Indonesia datang dan mencari peruntungan untuk dapat bekerja di perusahaan-perusahaan terbaik, apakah saya minder dengan mereka? O tentu saja tidaaaakkkk ... walaupun dengan nilai pas, saya berkeyakinan BISA, tanpa koneksi, tanpa kolusi, tanpa nepotisme ... hingga akhirnya saya seperti sekarang ini, dimulai dengan bekerja di satu perusahaan Developer sebagai seorang Marketing & Legal Officer, kemudian menjadi seorang Legal Officer di perusahaan Mustika Ratu, pindah lagi ke Garudafood, kemudian Astra International, melanjutkan jenjang pendidikan S-2 di Universitas Indonesia, lalu bekerja di Dexa Medica, dan sekarang di satu perusahaan Logistik. Semua ini karena saya berkeyakinan, saya BISA ... Jika saya melihat anak-anak saya sedang tidur, do'a saya untuk mereka adalah untuk Allah SWT menjadikan mereka anak-anak yang kuat, fisik dan mental, anak-anak yang islami, anak-anak yang menjadi ahlinya di bidang masing-masing, kalau perlu menjadi pemimpin negara yang terbaik di zamannya kelak, dan anak-anak yang hormat kepada Ayah dan bunda-nya ... amiiinnnn. Perjalanan karir saya tidak seheboh dan sedramatis orang-orang sukses di Republik ini, namun saya tetap men-syukuri itu. Dulu saat hendak ujian skripsi saya tertunda-tunda karena saya tidak mau "memberikan" sesuatu kepada dosen-dosen penguji, seorang teman dekat saya bertanya "nggak usah muluk-muluk deh, apa bisa kita bangun rumah seperti rumah orang tua kita nanti kalo kita udah kerja?" ... pertanyaan itu selalu terngiang hingga terkaing-kaing ... dan syukur alhamdulillah saya bisa melewati ........ "Nikmat apalagi yang hendak dipungkiri oleh manusia?" [caption id="attachment_125535" align="alignleft" width="128" caption="siapa ini?"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun