Mohon tunggu...
Beny Akumo
Beny Akumo Mohon Tunggu... Pengacara - Ingin menjadi pengusaha

Seorang in-house Lawyer: itu saja, tidak lebih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mertua Dominan II

15 November 2011   03:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:39 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Jika anda sudah membaca artikel "Mertua Dominan I") Bang Sal merasa serba salah bagaimana seharusnya menghadapi sang Ibu Mertua, pada sauatu hari Bang Sal membawa tanaman jeruk-pepaya (tanaman yang berbuah jeruk, namun buahnya berasa pepaya) untuk ditanam di sekitar rumah. Maka dimintalah staff ahli perkebunan di rumah itu untuk menanamnya tepat di sebelah garasi supaya mudah dipantau dan dilihat perkembangannya. Bang Sal berangan-angan jika nanti tumbuhan itu sudah berbuah, maka dia bisa memetik dan menikmati hasilnya bersama-sama dengan keluarga - angan-angan Bang Sal sih. Maka hadirlah weekend, sang Ibu Mertua datang beserta "akomodasi" yang jumlahnya bisa membuat isi dua kulkas berukuran super jumbo penuh sesak, dan jikapun "akomodasi" yang minggu lalu belum habis (sudah pasti jarang bisa habis) tetap juga akomodasi yang minggu lalu dipertahankan dan disesaki lagi dengan akomodasi yang baru. Setelah memberikan "perintah" kepada staff ahli rumah tangga, mulailah beliau berkeliling rumah, melihat-lihat, dan memperhatikan isi rumah, sekitar rumah, halaman depan belakang maupun samping "Apa itu??" sergah sang Ibu Mertua melihat ada tanaman yang baru beliau lihat? Maka tergopoh-gopohlah staff ahli perkebunan menjelaskan itu tanaman apa, dan buahnya apa, serta siapa yang meminta untuk ditanam disitu ... "bongkarrr ... pindahin jangan disitu!" dengan segala tambahan "kalimat" di belakangnya ... esok hari saat Bang Sal hendak melihat tanaman Jeruk - Pepaya, dia sudah tidak mendapatkan tanaman yang baru saja ditanam tersebut di tempat biasanya "Maaaang .... kok taneman jeruk-pepaya kemarin udah nggak ada? kenapa? mati?" ... sang staff ahli perkebunan menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, mengapa tanaman tersebut sudah tidak di tempat seperti biasanya ... "hmmmm ... barusan di dalam juga protes masalah photo-photo yang berubah tempat di meja ruang tamuu ..." miriiisssss hati Bang Sal. Dua orang staff ahli rumah tangga pun tidak lepas dari omelan dan "pendalaman materi" yang disampaikan oleh sang Ibu Mertua, Bang Sal bisa melihat ada rasa kesal di wajah sang istri melihat perlakuan Ibu nya kepada para staff ahli rumah tangga yang dipekerjakan oleh nya dan Bang Sal, hanya sekali-sekali Istri Bang Sal berusaha menimpali dan membela kedua staff ahli rumah tangganya, namun itu tidak membawa hasil yang diinginkan, "Kultum" (kuliah tujuh puluh menit) atau pendalaman materi masiih tetap berlangsung, sampai muka kedua orang staff ahli rumah tangga tersebut terlihat kuyu, asem dan menahan capek. Malam harinya Bang Sal mendiskusikan hal tersebut kepada sang Istri, dengan point tidak sehat jika tetap semua aturan rumah tangga di mainkan oleh seorang saja, yang mana seharusnya hal tersebut - urusan rumah tangga diatur oleh "nyonya" rumah ... namun karena memang Bang Sal dan istri masih "menumpang" di rumah sang "nyonya" rumah, maka "wajar" jika "nyonya" rumah yang asli tetap mendominasi dan bisa memerintahkan segala sesuatunya, sehingga yang tinggal di rumah tersebut bagai robot. Diputuskannyalah oleh Bang Sal dan Istri untuk pindah dan mencari rumah sendiri, dengan uang sendiri atas kemampuan berdua Bang Sal dan Istri (Istri Bang Sal juga karyawati di salah satu perusahaan dengan jabatan yang lumayan), untuk menghindari perlakuan yang "terlalu mendominiir" dari sang Ibu Mertua, dan untuk menunjukkan juga bahwa Bang Sal dan Istri sanggup hidup dengan baik, rukun tentram, (insya Allah) gemah ripah loh jinawi, tanpa cawe-cawe sang Ibu (kecuali hanya mendoakan anak-anaknya) yang terlalu "ingin" berperan dalam kehidupan keseharian semua anaknya (ternyata di kemudian hari Bang Sal mengetahui, semua anak-anak sang Ibu Mertua pun  diperlakukan yang sama oleh beliau - seperti anak kecil TK yang harus selalu diajarkan ini dan itunya dalam menjalani kehidupan). Alkisah, maka dipilihlah satu perumahan di wilayah Cibubur yang dirasa pas dengan kemampuan dan kemauan Bang Sal dan Istri, dan setelah segala tetek bengek masalah pembelian selesai, timbul satu hal yang wajib dihadapi oleh Bang Sal dan Istri; yaitu bagaimana caranya memberitahukannya kepada sang Ibu dan Bapak Mertua mengenai telah dilaksanakannya pembelian dan akan bersegera pindah rumah (setelah pembangunan selesai tentunya). Dahulu, pertama kali setelah Bang Sal dan Istri menikah, sebelum sang Istri mengandung (dan memang cita-cita mereka berdua jika sudah menikah ingin langsung boyongan; pindah rumah ke rumah sendiri) mereka berdua sudah mencari-cari (di setiap akhir minggu), memilih-milih lokasi perumahan di seantero pinggiran Jakarta, dan setelah mendapatkan tempat yang cocok, maka mereka berdua pun berniat memberitahukan keinginannya kepada kedua orang tua sang Istri. Namun bukannya dukungan yang diterima oleh kedua orang tua / mertua tersebut, tapi nasehat yang panjang mengenai tidak diperkenankannya Bang Sal dan Istri untuk segera memiliki rumah sendiri yang di dapat oleh mereka. Pada saat itu Bang Sal masih bisa memaklumi nasehat yang diberikan, namun untuk keadaan saat dia dan istri sudah membeli rumah sendiri? Maka "pekerjaan berat" akan dihadapi. Bapak mertua Bang Sal pun adalah seorang pensiunan pejabat tinggi negara, namun beliau lebih "santai", lebih bisa menjalani hidup: bahwa setelah pensiun, beliau adalah rakyat biasa, yang "kekuasaannya" sudah berakhir dan sudah tidak berhak untuk memerintahkan siapapun (termasuk kepada anak-anaknya), bisa dikatakan beliau lebih bisa menikmati "hidup bebas" setelah melepaskan jabatannya, dan yang lebih penting lagi beliau lebih bisa mengerti keinginan dan keadaan anak-anak dan para menantunya. Hal ini kemungkinan dikarenakan beliau juga dahulu di saat muda pun berjuang dan berusaha dari nol; dan untuk itu beliau berpikiran wajar saja jika anak-anak dan menantunya ingin bisa hidup "lebih mandiri" tidak bergantung kepada "campur tangan" orangtua. Maka pada akhirnya diputuskan oleh Bang Sal dan Istri, ijin akan pindah rumah harus didapat dulu dari sang Bapak Mertua; dan alhamdulillah Bang Sal mendapatkannya; bahkan diperoleh kiat-kiat dari Bapak Mertua supaya sang Ibu Mertua jangan diberitahukan saja dulu, tapi nanti setelah semua siap, rumah sudah jadi dan siap ditempati, dan siap pindah, barulah minta ijin kepada Ibu Mertua untuk pindah. Semua itu dijalankan oleh Bang Sal dan Istri, termasuk "bersabar" menunggu hari "H" kepindahan dengan berusaha "mengikuti permainan" sang Ibu Mertua setiap akhir pekan berkunjung dan memerintahkan ini itu di rumah "nyonya". Apa yang terjadi pada saat kepindahan rumah dan Bang Sal / Istri meminta ijin pada sang Ibu Mertua? Ibu Mertua mendiamkan Bang Sal dan Istri hampir selama 2 (dua) bulan - tidak telephone, apalagi berkunjung - tidak. Bahkan kangen kepada cucu pun bisa "ditahan" demi mendiamkan dan marah beliau kepada Bang Sal dan Istri. Namun pada akhirnya - kangen kepada cucu jugalah yang meruntuhkan kemarahan beliau kepada Bang Sal serta Istri, sehingga mau berkunjung dan "main" ke rumah Bang Sal dan Istrinya ... apa kata-kata yang pertama terdengar saat sang Ibu Mertua masuk dan melihat-lihat rumah anaknya tersebut? "Rumah kok kayak kandang Burung ..." Sabaaarrrrrrrrrrrrr ..... apakah kebiasan men-drop "akomodasi" kebutuhan rumah tangga hari-hari terhenti sejak saat itu? Nggak mungkin lah yaw ... "syukuri saja" kata Sang Istri kepada Bang Sal "kita sudah bisa menunjukkan ke Mama kalo kita sanggup, sudah biar yang lain berjalan seperti mau Mama, karena semakin berumur pasti Mama juga ingin tetap bisa memberikan yang terbaik buat anak-anaknya, dan yang dilakukan Mama dengan mengirimkan keperluan harian, itu membuat Mama merasa masih diperlukan oleh anak-anaknya" ... Dan sejak saat itu pun Bang Sal bisa menerimanya, dan Ibu Mertua pun tidak pernah lagi memberikan materi "pendalaman ilmu" kepada para staff ahli rumah tangga ... aman kah? Tidak juga ... karena untuk masalah bepergian bersama, berlibur bersama, sang Ibu Mertua masih mendominan, termasuk tempat tujuan berlibur dengan segala itinerary nya selama berlibur ... sabaaaarrrrrrrrrrrrr karena menyenangkan orang lain (apalagi orangtua sendiri) adalah ibadah, amin. [caption id="attachment_143646" align="alignleft" width="1024" caption="koleksi pribadi"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun