Mohon tunggu...
Beny Akumo
Beny Akumo Mohon Tunggu... Pengacara - Ingin menjadi pengusaha

Seorang in-house Lawyer: itu saja, tidak lebih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Manfaat Bekicot

15 April 2011   07:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:47 9576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1302851148315767018

Suatu waktu, entah bagaimana terjadinya - mungkin juga karena saya yang jorok, atau mungkin lagi apes, main ke lingkungan - tempat yang ada banyak kuman-kuman penyakit kulit, maka terkenalah saya dengan penyakit kulit, tepatnya penyakit kudis atau kudisan begitulah. Apa yang diserang? ya kulit lah, kulit kaki, tangan, bahkan jika sudah terlalu parah akan menjalar keseluruh permukaan kulit tubuh, baik yang tertutup maupun permukaan kulit yang terbuka. Awalnya, saya pikir gatal-gatal di kulit kaki saya yang terdiri dari beberapa titik dan bintik itu karena gigitan serangga air (karena memang saya hobby bermain di air, mencari ikan atau belut) namun lama kelamaan dari hanya beberapa titik bintil yang guataal sekali itu menjadi puluhan titik bintil di sekitar pergelangan kaki, menjalar ke atas, ke paha, lalu tangan. Bintil titik gatal itu tidak menghilang, malah membanyak, mengeluarkan cairan yang jika di garuk, maka rasanya akan nikmaaaatttt sekali. Kejadian ini terjadi saat saya masih kelas 3 Sekolah Dasar, tahun 1980, di Lampung sana. Pada awal penyakit ini mulai menyiksa saya, Ibu saya membawa saya ke dokter di poliklinik Komplek Perumahan PTP X, diberi obat salep dan juga pil-pil yang wajib saya konsumsi, namun pada akhirnya saya sendiri putus asa, bukannya membaik dan menyembuh, namun bintil-bintil kudis yang gatal itu semakin menyebar kemana-mana di sekujur tubuh saya. Ibu saya? atau saudara-saudara saya yang lain? lama kelamaan juga "jijik" melihat badan saya yang mulai semakin banyak "tumbuh" bintil-bintil gatal berair itu. Saya pun mulai tidak percaya diri, minder, bahkan dengan anggota keluarga saya sendiripun saya minder, apalagi dengan teman-teman di sekolah, atau bertemu orang, maka saya lebih senang kalau menyendiri saja - sambil nggarukin gatal-gatal karena penyakit itu. Mulailah saya "googling" dengan teman-teman di sekitar, obat apa "dari alam" yang bisa menyembuhkan penyakit yang (terus terang saya sendiri jijik dengan penyakit ini) menyengsarakan baik lahir maupun bathin saya. Dikarenakan pada saat itu saya tinggal di daerah perkebunan, tentu banyak sekali obat-obatan alam yang teman-teman saya (selaku asli penduduk sekitar kompleks) yang pasti definitely tau obat yang tepat bagi penyakit kudisan ini. [caption id="attachment_100877" align="alignleft" width="300" caption="scabies - kudis"][/caption] "Makan kadal Ben" Kata salah seorang teman "eh? diapain itu kadal?" balas saya langsung merinding membayangkan makhluk kecil berbuntut panjang berbadan dan bersisik licin berwarna coklat tua yang sering saya temukan berlari ketakutan jika bertemu dengan makhluk Tuhan paling sempurna alias manusia itu, dengan rupa yang mirip sekali seperti Komodo atau Biawak itu tentu membuat hati saya berdag-dig-dug sambil berpikir "apa iya sih saya harus makan kadal yang 'nggilani' itu supaya saya bisa sembuh dari penyakit kudisan ini?" ... "dibakar atau di buat sayur Ben" langsung perut saya mual mendengar dan membayangkan kadal di soup hueeeekkkk ... "hiiiiiiii ... ada yang lain nggak?" ... "ada.." kata teman saya yang lain (semua teman yang saya tanyakan adalah teman-teman sekelas saya - kelas 3 Sekolah Dasar) "apa?" kata saya lumayan hilang mual di perut dan mencoba meng-erase bayangan kadal dengan lidah menjulur, mulut mangap keluar dari sendok soup "daging monyet, atau daging kalong atau cicak tuh manjur sekali" Haaaaaaa?????? bukannya cicak itu sama seperti kadal dan tentunya bentuk dan penampakannya lebih 'nggilani' di banding kadal itu - terbayang lagi soup monyet, soup kalong (kelelawar raksasa), atau soup cicak .. pweeeeeeeeeeeeeehhhhhh ... hueeekkkk .... "aduuuhhh ada yang laen nggak sih selain yang elu sebutin tadi?" "Ada" kata salah seorang teman lagi "makan bekicot Ben .. caranya, bekicot di kumpulin di ember, terus direbus sampai mendidih airnya, udah gitu angkat, buang airnya, pecahin bekicot dari cangkangnya, kumpulin daging-daging bekicot itu, cuci dengan air panas sampe bersiiihhh bener, nah siapin garem yang diulek sama lada, yang banyak, nah udah gitu diulenin deh tuh daging bekicot yang udah dicuci bersih itu merata. Kalo udah maka siap tuh daging bekicot di goreng kering, trus dimakan, boleh sama nasi, tapi lebih baik langsung di gado'in - makan langsung, kayak kita makan snack aja.." [caption id="attachment_100878" align="alignleft" width="300" caption="bekicot"][/caption] Lebih masuk akal, dan saya nggak jijik-jijik amat sama bekicot, udah gitu di sekitaran rumah saya / kami dulu setiap pagi pasti bekicot berkeliaran banyak sekali, dengan bentuk yang besar-besar. Saya lapor pada Ibu saya, tapi Ibu saya jijik untuk mengolah daging bekicot, saya minta tolong bibi yang bantu-bantu di rumah, tapi alhamdulillah, dia juga jijik sama bekicot. Akhirnya, pada suatu hari, suatu pagi, dengan tekad bulat dan kemauan sembuh dari penyakit kudis yang kuat; saya mulai mengumpulkan bekicot-bekicot yang banyak berkeliaran di sekeliling rumah kami. Saya mendapat bekicot sebanyak 1 (satu) ember besaaaarrrr, saya oleh sendiri sebagaimana yang sudah disampaikan oleh teman sekelas saya itu, saya ulek garem dengan lada / merica yang banyak, diulenin dan saya goreng, panas-panas saya makan daging bekicot itu, tidak dengan nasi awalnya, namun pada akhirnya saya tambah nasi supaya tidak terlalu "neg". Rasanya? enak sekali dan rasanya kenyal-kenyal begitu, namun pedes - karena banyaknya merica / lada yang saya uleni. Niat kuat saya yang teguh kukuh berlapis baja guna menumpas penjajahan penyakit kudis yang disebabkan oleh "kutu" yang disebut "scabies" yang menggerogoti kulit bersih indah mulus badan tangan dan kaki saya itu terbayar tuntas; hanya dengan sekali saja meng-konsumsi daging bekicot (yang porsinya banyak itu) berangsur-angsur dalam hitungan hari penyakit kudis yang sudah berasa menang perang melawan saya dan obat dokter itu hilang, habis terkikis, tanpa meninggalkan jejak-jejak di sekujur tubuh tangan, kaki dan badan saya, bersih siihhhh, kembali sempurna. Begitulah salah satu manfaat dari jika kita mengkonsumsi daging bekicot yang saya alami dan lakukan sendiri - bukan atas cerita atau omongan orang, yang menyembuhkan saya dari penyakit kudis secara tuntas tas taaaassss dan mengembalikan asa percaya diri saya ke level yang sewajarnya. Anda mau coba? untuk menyembuhkan penyakit kulit anda atau teman atau saudara atau anak anda sendiri? silahkan - cobalah mengkonsumsi daging Bekicot, tapi saya sarankan jika hendak mengkonsumsi daging bekicot, olah lah sendiri, karena dengan kita mengolah sendiri kita bisa tau nilai kebersihannya; karena di dalam cangkang / tubuh bekicot yang masih hidup itu juga ada racun yang bisa mematikan bagi manusia jika manusia meng-konsumsinya tidak dengan cara-cara yang benar. (Manfaat lain dari bekicot? menghentikan aliran darah jika kita teriris pisau atau luka yang lebar, juga menutup luka tersebut sehingga tidak menjadikan koreng. Apanya? cairan lendir bening nya lah yang di oleskan ke permukaan luka itu - inippun saya alami sendiri di masa kecil dulu, main bola tanpa alas kaki, menginjak beling botol, kaki saya sobek, dicarikan bekicot oleh teman-teman, dipecahkan cangkangnya, diambil lendir bening / jangan yang berwarna; itu racun, lalu dioleskan ke permukaan luka tadi, alhamdulillah darah berhenti cepat, luka pun tertutup rapat).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun