Energi. Sebut apa energi yang anda tahu yang dihasilkan secara cuma-cuma oleh alam semesta ini. Tolong juga sampaikan kepada saya bagaimana negara anda mengelola energi tersebut guna sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dengan berbagai caranya yang baik dan benar, dan sudahkah itu dilakukan oleh negara tempat anda tercatat statusnya secara resmi sebagai warganegara dimana anda bayar pajakÂ
dus apakah anda benar sudah menerima manfaat yang diamanahkan alamÂ
for free bagi umat manusia melalui negara anda itu?.
Energi. Ia akan habis pada suatu saat, cepat atau lambat. Konon, suatu saat pula, perang besar akan terjadi dengan energi sebagaiÂ
triggernya. Negara cerdas akan menyimpan energi cuma-cuma dari alamnya dan akan memanfaatkan sebesar-besarnya kelak bagi kemakmuran rakyatnya ketika energi sudah menjadi barang langka dan, misalnya,Â
coal atau batubara, yang berasal dari fossil, bakal jadi barang tontonan saja buat anak cucu kelak dimasa depan di museum saat merekaÂ
studytour karena bahkan dimana-mana di perut bumi yang sudah sobek-sobek dan menganga sudah nihil batubara. Bagaimana anda menggunakan fasilitasÂ
messenger di BlackBerry anda jika tidak ada energi yang bisa membuat andaÂ
connect wirelessly?
Bagaimana McLaren SLR anda, pesawat anda, kapal laut anda, kereta api anda mengantar anda ke tempat tujuan jika tidak ada energi yang mensuplai kebutuhan mesinnya? Bagaimana saya bisa
posting tulisan ini jika tidak ada energi yang membuatÂ
netbooksaya berfungsi?.Â
What if? Peradaban akan kembali ke zaman purba. Negara bodoh akan tersanjung bila dipuji bahwa negaranya adalah negara terindah di dunia dengan kekayaan sumber daya alam (baca : yang merupakan cikal bakal energi) yang melimpah ruah dan karenanya jadi terlena dengan pujian itu ia menjual murah (atau dibodohi) kancil-kancil kapitalis dengan mulut beracunnya menyedot sumber energi miliknya. Belum lagi ulah melacurkan negara oleh oknum-oknum pengkhianat bangsa membuat kebijakan penjualan energi alam bangsa jadi jarahan laris bangsat-bangsat tengik kapitalis.
Alam bangsa pun porak poranda dibuatnya. Hutan meranggas dan tanah berlubang sebesar hantaman asteroid dimana-mana karena nafsu ingin menguasai energi yang tak pernah terpuaskan. Ketika negara kapitalis kaya tenang-tenang saja karena hasil rampokan energi dari negara miskin telah mereka simpan untuk masa mendatang dan mereka sudah mempunyai teknologi untuk memanfaatkan dan menjaring sumber energi terbarukan -- sebagai alternatif dan cadangan jika era energi fossil sudah berakhir --, semisal angin/udara, panas matahari/solar, panas bumi/
geo-thermal, apakah negara miskin lagi bodoh sudah siap dengan teknologinya? Sudah, atau tepatnya, bersediakah, negara kapitalis kaya mentransfer teknologi pengelolaan sumber energi terbarukannya ke negara miskin dan bodoh? Disini bodohnya, sumber daya energi kita dijual murah atau dibarter kepada kaum kapitalis rakus, namun teknologi pengelolaan energi terbarukan milik mereka kita harus beli mahal dan bahkan dengan kebijakan politik tambahan yang menekan bangsa sehingga membuat ketergantungan kepada kapitalis. Atau skenario terburuk adalah negara bodoh dan miskin yang tadinya kaya raya energi namun miskin dan bodoh terpaksa harus beli energi kepada negara cerdas dan kaya yang sebetulnya tidak punya
SDA dan yang cadangan energinya juga hasil rampokan dari negara-negara miskin dan bodoh. Ibaratnya, negara kaya dan cerdas hanya ingin punya 'dapur bersih' saja, kalaupun mereka hendak pesta-pesta dan masak besar, maka 'dapur kotor' nya adalah negara-negara miskin dan bodoh. Kita sudah merasakan pahitnya modus macamÂ
beginian di segmen alutsista pertahanan nasional, bukan? Kita memang maunya selalu tergantung, tidak ingin punya kemandirian, sepertinya. Masuk lewat manakah kaum serakah itu menguasai sumber daya kita yang melimpah? Salah satu pintunya, dari sekian banyak pintu-pintu lain yang ada, seperti saya kutip dariÂ
Antara News, adalah BKPM. Lihat pernyataan keprihatinan Marwan Batubara, (lihat, namanya saja sudah "Batubara", bahkan batubara menjelma menjadi seorang Marwan Batubara untuk memperjuangkan nasibnya, dan memang sudah cocok ia menjadi ahlinyaÂ
resources), Direktur EksekutifÂ
Indonesian Resources Studies (IRESS), menyatakan, "
investor asing masih terus bernafsu untuk menguasai industri strategis di Indonesia yang dinilai mampu meraih keuntungan besar seperti telekomunikasi, energi, perbankan dan bandara". See, adaEnergi disitu, kan?.
"Saat ini ada upaya sistematis agar industri strategis yang sangat menguntungkan satu per satu dijual atas nama investasi asing, karena kedua pihak baik investor asing maupun oknum-oknum `penjual` akan sama-sama mendapatkan keuntungan, tanpa mempedulikan kelangsungan masa depan bangsa". "Ada rencana menjual anak perusahaan Pertamina, yaitu PT Pertamina Hulu Energy dan pengalihan pengelolaan bandara oleh asing, seperti yang dilontarkan Menteri BUMN Mustafa Abubakar". Saya tambahkan disini IPO PT Krakatau Steel kemarin yang dijual murah meriah. "Di Amerika yang merupakan negara liberal, pengelolaan bandara dan pelabuhan tidak mungkin dilepas kepada asing, di sini justru suara itu muncul".See, lihat ironi ini. Ia juga "Prihatin dengan penguasaan industri telekomunikasi oleh asing karena telekomunikasi sangat rentan dimanfaatkan negara lain untuk mengacaukan sistem pertahanan nasional. Investor asing bisa saja melakukan intersepsi terhadap sistem telekomunikasi nasional kapanpun mereka mau. Sangat naif kalau kepentingan strategis dikalahkan oleh motif mencari keuntungan," katanya".
"Sebelumnya menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (Apnatel), Riad Oscha Chalik, saat ini lebih dari 2.000 tower di Indonesia sudah dikuasai oleh investor Amerika Serikat. Masuknya investor asing tersebut melalui penguasaan saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk". Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Transtoto Handadhari, kurang percaya diri pemerintah dalam memutuskan kebijakan memanfaatkan sumber daya alam dan lahan dimanfaatkan pihak asing. Mereka menekan dan mendikte Indonesia dengan berbagai hal (Kompas, 30 November 2010). Lihat, sudah ada cuplikan-cuplikan keprihatinan dari ahli-ahlinya sumberdaya alam. Bisa dikatakan sudah ada keprihatinan lintas-sumberdaya alam, sehingga memang realitas bahwa sudah semua sumberdaya alam kita tidak ada yang luput dijarah habis-habisan. Ada kawan beritahu saya bahwa hal ini sudah lama terjadi. Dan bahwa seolah-olah saya baru dewasa kemarin sore. Saya katakan kepadanya bahwa sudah lama pula kita cuma ngomong doang. Dan memang bangsa kita sudah dewasa, tetapi memilih untuk tetap tidak bijaksana. Tidak ada sikap politik dan perbuatan nyata dari segenap komponen bangsa yang sehati seirama dari Bangsa Besar ini untuk menyelamatkan Ibu Pertiwi dari perkosaan bangsa kapitalis sejak kita dijajah kapitalis VOC ratusan tahun yang lalu. Sepertinya, diperkosa itu nikmat. Coba juga baca ini : di Pontianak, Kompas, - "PT Perusahaan Listrik Negara berencana menambah pembelian listrik dari Malaysia sebesar 200 megawatt untuk menekan biaya operasional di Kalimantan Barat. Selama ini PT PLN Wilayah Kalbar sudah membeli listrik dari Malaysia sebesar 600 kilowatt untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di perbatasan Kalimantan Barat-Serawak (Malaysia).Pembelian listrik dari Malaysia semacam ini diharapkan hanya sementara, selama proses pembangunan dua pembangkit listrik tenaga uap di Kalbar selesai. Kedua PLTU terkait diharapkan bisa memenuhi kebutuhan listrik pada beban puncak yang mencapai 240 MW. Bahkan, Kalbar berencana menjual kelebihan dayanya ke Serawak". Yakinkah anda ini solusi cerdas atau just another stupid solution? Mengapa negara (yang) kaya sumber daya alam (justeru) miskin?. Seperti diberitakan Kompas, Selasa, 23 November 2010, hal ini dibahas sebagai ironi dalam Konferensi Anti-korupsi ke-14 di Bangkok, Thailand, 10-13 November 2010 kemarin juga. Eleanor Nichols dari Global Witness, salah seorang pembicara di konferensi itu menunjukkan sejumlah negara yang digolongkan miskin sebenarnya memiliki kekayaan bear, namun, "hanya dinikmati para elite dan perusahaan ekstraktif". Dia mencontohkan skandal korupsi yang dilakukan mantan Presiden Turkmenistan, Niyazovterus, yang baru-baru ini meninggal ketahuan menyimpan dana hingga 3 miliar dollar AS dari pendapatan kilang minyak dan gas lepas pantai. Uang itu disimpan di sejumah nomor rekening, yang terbesar di Deutsche Bank, Frankfurt, Jerman. Contoh lain adalah Angola, salah satu negara termiskin di dunia. Satu dari empat anak di negara tersebut meninggal sebelum berusia lima tahun. Satu juta penduduk negeri ini bergantung kepada bantuan internasional. "Namun, dari penyelidikan IMF pada 2004, ditemukan dokumen yang menunjukkan, lebih dari 1 miliar dollar AS per tahun dari pendapatan minyak negara itu (sekitar seperempat dari pendapatan tahunan negara) ditransfer ke luar negeri sejak 1996". Lebih lanjut dikatakan, "kerentanan korupsi dalam sektor SDA itu diantaranya disebabkan oleh teknis pengelolaan SDA cukup rumit, mulai dari eksplorasi, lisensi, kontrak, aturan, harga, distribusi, hingga penjualan". "Industri SDA cenderung tersentralisasi dan tidak banyak pemainnya. Kontrol atas sda juga menjadi hak negara atau pemerintah daerah. Di negara korup, sektor ini menjadi alat untuk mencapai tujuan politik partai atau pribadi pemegang kekuasaan," ucap Alexandra Gillies, Peneliti dari Universitas Cambridge, UK. Dimana, iklim koruptif itu menguntungkan korporasi karena "mereka bisa mendapatkan kontrak yang cukup menguntungkan, cukup dengan menyuap sejumlah pejabat setempat". Bangsa kita tidak pandai berdiplomasi. Mari tengok sejarah sebentar. BRM Ontowiryo, yang lebih dikenal sebagai Pangeran Diponegoro, ditangkap oleh Belanda dengan cara licik, lewat perundingan. Kapitan Kakiali dari Ambon, 1634-1643, pada tahun 1635 ditangkap Belanda juga melalui tipu daya perundingan dan dibuang ke Batavia, Cut Nyak Dien tertangkap Belanda karena dikhianati Pang Laot, di perjanjian Renville, yang diwarnai perdebatan keras mulai tanggal 8 Desember 1947 hingga 17 Januari 1948, bangsa kita "dikadalin" habis-habisan oleh londo. Perjanjian Bongaya 1667, diteken oleh Sultan Hassanudin karena kalah perang dengan Belanda yang isinya memecah belah Bima dan Makassar. Masih banyak lainnya, namun intinya teuteup : Bangsa kita ini tidak jago bernegosiasi, lemah daya tawarnya, banyak "pengkhianat"nya, gampang bener diadu domba dan dipecah belah. This Is Indonesia! INDONESIA.
Sulit sekali ya untuk bekerjasama ketika yang ada di otak kita masing-masing sebagai komponen bangsa adalah cuma bagaimana bisa beli Bugatti Veyron secepatnya, untuk gengsi dan status sosial, untuk apapun alasan anda, namun untuk kemudian -- supersport paling mahal dan cepat di dunia saat ini, dengan spesifikasi mesin 8.0 litre, mesin 16 silinder, turbo danintercooler yang lebih besar, 1.183 BHP, yang bisa dilarikan dari posisi diam ke kecepatan 124/MPH hanya dalam waktu 7 detik, -- dilarikan tidak lebih dari.......0-40 km/jam karena macet dan banjir di Jakarta. Haha. Eh, tapi serius, saya BELUM MELIHAT SATUPUN ada Bugatti Veyron keliaran di jalanan di Jakarta. Ternyata, ada juga sesuatu yang masih dianggap mahal ya. Ternyata, segitu doang?. Mengapa saya posting beginian? Karena masih kata pak Batubara : "Saya justru berharap pada media yang bisa terus menyuarakan kepentingan nasional yang terancam ini. Jangan sampai pengusaha lokal bermain di sektor yang sebenarnya sulit untung, tetapi usaha strategis yang sangat menguntungkan justru ditawar-tawarkan ke asing," katanya." Yup, ini salah satunya, citizen-jurnalism. Relax Mr. Coal, i think i've shouted it loud and clear, kecuali mereka semua budheg dan tuli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Nature Selengkapnya