Mohon tunggu...
Ika Maria- (Pariyem)
Ika Maria- (Pariyem) Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Melesat dari kenyamanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wanita pencari Kricak

30 April 2011   12:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:13 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1304167685579315168

[caption id="attachment_105275" align="alignleft" width="300" caption="Aku dan kricak"][/caption]

Saya adalah seorang perempuan yang tidak hebat untuk sekeliling saya. Berendam di ruang yang penuh kenyamanan dan segala fasilitas lengkap, membuat adanya pemberontakan dalam kebosanan. Di hari seharisebelum Paskah saya dan kawan-kawan pemberani kembali menghindari kenyamanan hidup. Sesampai di pantai Sundak, kami berangkat menuju pantai Serunidi sore hari sekitar jam empat. Menyusuri pantai demi pantai yang memanjang dengan segala keindahan yang boleh tersentuh oleh mata.

Pantai sepanjang pesisir selatan wilayah daerah istimewa Yogyakarta memang selalu memanggil jiwa-jiwa yang berpotensi cinta akan negeri ini. Pantai Sundak, Indrayanti, Tenggolek, Ndawut, Portugal, Kajang, Watu Lawang, Nenehan, Seruni. Saya bertemu macam-macam orang yang menjadi penghuni daerah sekitar pantai ataupun wisatawan. Keindahan pantai memang yang dicari namun setiap perjalanan menyusuri pantai tidak jarang menemukan satu pemandangan ini.

Wanita pencari nasi.

“Ibu, ini namanya pantai apa ya?” sapaan tanya saya lontarkan pada ibu pencari hewan laut.

Ibu yang menunduk sambil memilah-milah pasir yang berdesakan dengan hewan laut yang dicari. Kemudian sesaat ia mendengar ucapan saya, ibu itu mengangkat kepalanya dan menghentikan rutinitasnya sementara sekedar menjawab pertanyaan saya.

“Oh, ini pantai Ndawut, setelah pantai ini pantai Kajang” jawab ibu pencari kricak.

“Oh… ibu mencari apa ini?” pertanyaan kedua.

Jejak kaki di pasir berbaris dari jauh terlihat. Setelah menjawab pertanyaan pertama, ibu itu langsung menunduk kembali. Mencari sesuatu kehidupan yang telah mati.

“Ini mencari kricak, mbak” ungkap ibu itu dengan wajah yang tertutup caping bambu. Sambil menjalankan jari-jari tangannya dan memfokuskan jarak pandang untuk mendapat kricak, hewan laut kecil.

“Oh, kricak. Matur suwun ya bu, mari” saya pamitan

“Iya, mbak” dengan kepala yang masih menunduk. Sepertinya ibu itu enggan membuang waktu di sore hari untuk tidak mencari kricak.

Saya sepanjang pantai membedah file-file yang menyimpan moment ketika bertemu dengan wanita Indonesia yang pernah saya jumpai.

Dan ibu pencari kricak ini sebenarnya banyak ada dan bisa ditemukan di pelosok negeri ini. Dia mau berjalan kaki dari kediamannya, melewati bebatuan kapur untuk menuju pantai. Pantai yang berombak, sewaktu-waktu dapat mengamuk dan bisa menyeret siapa saja yang berada didekatnya. Kricak ini tidak tahu akan dikonsumsi sendiri ataupun dijual. Namun, hewan laut yang kecil-kecil ini membawa dan mampu mempertahankan cerita kehidupan mereka yang tinggal di sekeliling pantai.

Inilah wajah kehidupan mereka yang hidup di daerah pantai. Wanita Indonesia memang pahlawan. Mereka mau berjuang untuk mempertahankan siklus kehidupan dan menebar jaring berisikan cerita-cerita. Bekerja sebisanya sesuai kemampuan yang mereka miliki tanpa gengsi. Mereka mau ramah ketika ditanya. Tentang apa saja. Wanita pantai itu menerima apa adanya, kricak pun jadi mata pencaharian.

[caption id="attachment_105471" align="alignleft" width="448" caption="Kricak dalam bambu"][/caption]

foto. dok.p

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun